Gado - gado Blog

Selasa, 24 November 2009

Kode Rahasia Dalam Kitab Suci


Banyak orang yang percaya bahwa dalam lima Kitab Perjanjian Lama bahasa Ibrani tersembunyi kode rahasia kitab suci. Tuhan dengan menggunakan kode rahasia mencatat dalam kitab suci tentang tokoh dan peristiwa besar di bumi yang akan terjadi pada masa yang akan datang.


Ilmuwan besar yang terkenal yakni Sir Isaac Newton adalah salah satu yang mempercayai itu. Hal ini diketahui berdasarkan penemuan setumpuk kertas kerja yang ditinggalkan Isaac Newton ketika ia pensiun dari jabatannya sebagai kepala institut pada 1696.

Manuskrip yang hurufnya jutaan ini, sebagian besar adalah membahas tentang teologi yang bagusnya tak terlukiskan, dan Newton percaya bahwa di dalam kitab suci tersembunyi ramalan tentang sejarah manusia. Menjelang akhir hidupnya, Newton berusaha mencarinya namun belum berhasil.

Kurang lebih pada 1940-an, seorang rabi bernama H.H.D. Weissmande dari ibukota Provinsi Ceko menemukan, di awal kitab pertama Perjanjian Lama dengan judul “Kejadian”, jika membaca dengan cara meloncat setiap 50 huruf, maka akan terbaca kata “Torah” (Taurat). Pada kitab selanjutnya yang berjudul “Keluaran”, dengan cara membaca yang sama akan terbaca kata “Torah”, begitu juga dengan kitab-kitab berikutnya, “Imamat”, “Bilangan” dan “Ulangan”. Temuan H.H.D. Weissmande secara kuat telah menunjukkan sebuah jalan untuk meneliti kode rahasia dalam kitab suci. Terlebih lagi dengan munculnya komputer yang lebih memungkinkan untuk meneliti kode rahasia kitab suci lebih jauh.
Profesor Eliyahu Rips, ahli ilmu pasti dari Universitas Ibrani, Jerusalem, adalah salah satu ahli dari sekian banyak kelompok terkenal saat ini, dan Rips mengembangkan seperangkat bentuk hitungan ilmu pasti yang akurat, dijalankan dengan formula komputer, artinya bisa membuktikan bahwa Kitab Perjanjian Lama memang benar ditulis dengan sandi rahasia. Namun, terobosan terakhirnya tidak mencapai kemajuan, dan akhirnya tidak bisa secara ringkas dan jelas membuktikan eksistensi sandi rahasia kitab suci tersebut. Belakangan ia bertemu dengan seorang fisikawan Israel bernama Doron Witxztum. Ia telah merampungkan bentuk hitungan ilmu pasti akurat yang dikembangkan Rips pada formula komputer. Sehingga untuk membuktikan secara ringkas dan jelas eksistensi sandi rahasia kitab suci menjadi memungkinkan.

Untuk menemukan sandi rahasia tersebut, Rips menghilangkan semua jarak spasi alfabet yang konkret, mengubah kitab suci berbahasa Ibrani menjadi sebuah untaian huruf yang berkesinambungan, panjang total aksaranya adalah 304.805 buah. Sesungguhnya adalah mengembalikan lima kitab Musa ke bentuk semula (asli) seperti yang dikatakan oleh orang mahabijaksana. Dan menurut legenda, bahwa kitab suci yang diterima Musa dari Tuhan adalah “setiap huruf saling menyambung, tidak ada satu pun yang terputus”.

Komputer mencari nama, huruf individual dan beberapa frase pada rangkaian huruf dengan cara meloncat. Dimulai dari sebuah abjad pertama dalam kitab suci, mencari setiap susunan loncatan yang memungkinkan –melalui loncatan ke-1, 2, dan 3 abjad, dan menurut susunan hingga meloncat ke ribuan abjad, dan mencoba melihat huruf apa yang bisa terbaca; kemudian, dimulai lagi dari abjad kedua dalam kitab suci, demikian seterusnya secara berurutan, hingga pada abjad yang terakhir dari kitab suci tersebut. Komputer berhasil menemukan nama, hari, dan nama tempat yang merupakan kunci utama selalu berkesinambungan secara rapat: Rabin, Amir, Tel Aviv, dan tahun Rabin terbunuh, semuanya berada dalam kitab suci di sebuah tempat yang sama.

Dengan dua macam cara komputer merekam gabungan antara huruf dengan huruf –bagaimana jarak antara kata dengan kata yang muncul secara bersamaan, apakah pencarian jarak loncatan huruf individual paling pendek. Rips menjadikan perang Teluk Persia sebagai contoh, menerangkan cara operasional komputer. “Kami ingin komputer mencari Saddam,” ujarnya. “Kemudian baru mencari huruf terkait, coba melihat apakah mereka bisa muncul secara bersamaan menurut cara yang tepat. Dan hasilnya kami mendapati, rudal Scud dengan rudal buatan Rusia, tanggal dimulai perang dan nama Saddam tertulis bersama.”

Kata-kata ini masing-masing membentuk teka-teki huruf atau kata. Akibatnya, kata yang berangkaian saling silang-menyilang, dan memperlihatkan berita terkait. Misalnya, nama Bill Clinton dengan kata/huruf presiden silang-menyilang menjadi satu; mendarat di bulan dengan pesawat ulang-alik dan Apollo 11, Hitler dan Nazi, dan demikian juga dengan kata atau huruf Kennedy dan Dallas.

Melalui percobaan yang berulang-ulang, teka-teki huruf semacam ini hanya bisa ditemukan dalam kitab suci, dan tidak bisa ditemukan pada buku seperti “Perang dan Damai” maupun jenis lainnya, atau pada berbagai macam percobaan melalui program komputer buatan. Dan ini menyebabkan sejumlah besar orang percaya bahwa dalam kitab suci tersembunyi suatu sandi rahasia –banyak peristiwa sejarah manusia yang pernah terjadi selama 1.000-2.000 tahun dan peristiwa yang akan terjadi kelak.

Ramalan paling terkenal yang didapat dari sandi rahasia kitab suci adalah sebuah buku “Sandi Rahasia Kitab Suci” yang ditulis oleh Michael Drosnin, ia pernah bekerja sebagai wartawan Wall Street Daily dan Washington Post yang terkenal. Ia menulis, “Tanggal 1 September 1994, saya terbang menuju Israel, ke Jerusalem menemui penyair Chaim Guri yang merupakan sahabat karib Perdana Menteri Yitzak Rabin. Saya menyerahkan padanya sepucuk surat, yang segera ia serahkan pada Perdana Menteri Rabin.” “Ada ahli ilmu pasti Israel telah menemukan sandi rahasia yang tersembunyi dalam kitab suci, menyingkap seluk-beluk peristiwa besar selama ribuan tahun setelah kitab suci menjadi sebuah buku.” Demikian isi yang saya tulis dalam surat.

“Dan kenapa saya memberitahu hal ini pada Anda, adalah karena nama lengkap Anda Yitzak Rabin adalah satu-satunya yang muncul sekali dalam kitab suci, kemudian ada tulisan (pembunuh gelap yang ingin menjalankan aksinya) pada beberapa huruf yang saling-menyilang dengan namamu.” “Dan agar jangan sekali-sekali menganggap remeh hal ini, karena nama Anwar Sadat dan John serta Robert Kennedy dua bersaudara mengalami peristiwa pembunuhan ini juga tercatat dalam sandi rahasia kitab suci. Dilihat dari kasus individual Anwar Sadat, nama pembunuh, tanggal pelaksanaan pembunuhan dan cara menjalankan aksinya semuanya berurutan satu demi satu.” “Dugaan saya Anda akan mengalami bencana besar, namun bahaya ini bisa dihindari.” Tanggal 4 November 1995, ada seorang laki-laki yang menyatakan dirinya mewakili Tuhan menuntut keadilan, dan terbukti bahwa pembunuh yang tercatat 3.000 tahun lalu dalam buku rahasia pada kitab suci memang benar adalah orang tersebut.

Rabin terbunuh, secara dramatis telah terbukti kebenaran yang akan terjadi kelak yang tersembunyi di antara huruf pada Kitab Perjanjian Lama dalam sandi rahasia kitab suci. “Peristiwa besar yang terjadi pada masa kini yang ditemukan dalam sandi rahasia kitab suci, bukan hanya tentang peristiwa terbunuhnya Rabin. Selain peristiwa terbunuhnya Anwar Sadat dan John F. Kennedy, masih ada ratusan peristiwa yang menggemparkan, semuanya juga tersimpan rapat dalam sandi rahasia kitab suci, dan masih banyak sekali sejak peristiwa Perang Dunia II hingga skandal Watergate, pembunuhan massal Nazi, bom atom di Hiroshima, pendaratan di bulan sampai komet menabrak Jupiter. Dan selain itu, peristiwa yang terlebih dahulu diketahui juga bukan hanya peristiwa pembunuhan ini saja. Komet menabrak Jupiter dan perang Teluk Persia, semuanya merupakan peristiwa yang sebelum terjadi telah ditentukan tanggal atau hari kejadian yang tepat dalam kitab suci.”

Drosnin dalam bukunya menulis: “Badan dinas tertinggi pemerintah Amerika Serikat, ‘dinas keamanan nasional’ ditempatkan di stasiun pemantau rahasia dekat pemerintahan Washington dan ada seorang senior ahli pengurai kode, dan menurut keterangan, setelah Israel mengetahui hal yang mengejutkan ini, lantas memutuskan menyelidiki keadaan yang sebenarnya. Harold Gans yang seumur hidupnya bekerja untuk CIA Amerika Serikat membuat dan memecahkan kode rahasia, semula adalah seorang ahli statistik, juga bisa berbahasa Ibrani. Ia yakin, bahwa yang dinamakan dengan kode rahasia kitab suci sama sekali tidak ada, lalu dirinya merancang seperangkat program komputer, mencoba untuk melihat apakah bisa menemukan informasi yang sama seperti yang ditemukan Israel. Dan ia terperanjat bukan main. Ternyata ada.”

Nama orang mahabijaksana memang benar ditulis bersama dengan hari lahir dan meninggalnya mereka. Dan Gans tetap saja masih tidak percaya. Ia memutuskan mencari lagi di dalam kitab suci apakah masih ada informasi yang sama sekali baru, untuk menyingkap ketidaksempurnaan atas percobaan Rips, bahkan lebih lanjut berupaya membongkar bahwa itu sebuah dusta belaka. “Menurut saya, jika ini memang benar,” ujar Gans. “Maka, tempat hari lahir dan meninggalnya orang-orang mahabijaksana ini semestinya ditulis secara rahasia di dalamnya.” Dalam percobaannya selama 440 jam itu, Gans tidak saja memeriksa terhadap 32 nama orang mahabijaksana yang dipilih dan dipakai dalam percobaan terakhir Rips, namun ditambah lagi dengan 34 nama dalam percobaan sebelumnya, dan secara total berjumlah 66 orang, satu per satu dicocokkan dengan kota dan nama tempat, dan hasilnya membuatnya mau tidak mau harus percaya.

Dan yang pantas dikemukakan adalah bahwa Rips merupakan seorang penganut agama yang taat, dan Drosnin sendiri juga mengakui bahwa ia bukanlah seorang rabi atau pendeta, terhadap agama sedikit pun tidak fanatik. Duet di antara mereka semakin memberi warna pada kebenaran kode rahasia kitab suci yang dicari orang-orang. Berbekal bidang pekerjaan Drosnin, tingkat pengetahuannya terhadap sandi rahasia kitab suci meningkat tajam. Dan oleh karena keteguhan keyakinannya terhadap sandi rahasia kitab suci –bisa menduga masa yang akan datang.

Di sebuah pernyataannya Rips menegaskan: “Saya pribadi tidak mendukung pandangan Drosnin terhadap penguraian rahasia, juga tidak setuju atas kesimpulan yang dibuatnya, setiap informasi yang diserap dari Torah (kitab ke-5 Musa) atau menjadikannya sebagai atas dasar ramalan, adalah tidak berguna dan tidak bernilai. Dan ini, bukan hanya pendapat saya pribadi, juga merupakan pendapat setiap ilmuwan yang bekerja sebagai peneliti pemecahan kode rahasia).” Ketika Drosnin memakai komputer mencari “perang dunia”, ia mendapati “bencana senjata nuklir”, angka “2000″ dan “2006″ ditulis secara bersama. Lalu ia memastikan bahwa perang dunia akan meletus pada tahun 2006. Ia juga mengatakan, bahwa di tempat munculnya tulisan “perang dunia”, “kiamat” dan “2006″, kata-kata “ditunda” atau “saya akan menunda perang” juga terbaca di sana secara bersamaan. Dan perang dunia juga saling bertautan dengan terorisme. Negara yang terseret ke dalamnya adalah Rusia, China, Amerika dan Suriah. Sejak temuan itu, hingga saat ini ia telah menerbitkan buku kedua Kode Rahasia Kitab Suci, subjudulnya adalah “Hitungan Mundur”. Menekankan tahun 2006 tentang “Perang Dunia III” adalah “perang nuklir” yang waktunya hanya tinggal beberapa tahun saja. Bahkan Drosnin secara pribadi menelepon dan mengirimkan sebuah buku untuk kepala ajudan Presiden Bill Clinton di Gedung Putih. Tahun 2000, ketika Presiden Bill Clinton mengadakan pertemuan dengan Arafat dan Mubarak di Ruang Oval untuk menengahi masalah Israel dan Palestina, di tangannya terdapat buku Kode Rahasia Kitab Suci yang diberikan oleh Drosnin.

Setelah Presiden George Walker Bush terpilih sebagai presiden Amerika Serikat, Drosnin mengirimkan buku Kode Rahasia Kitab Suci kepada kepala ajudan Gedung Putih yakni Andrew Carter, menurut rekomendasi dari penulis buku “Hitungan Mundur” tersebut, dua pejabat tertinggi di sisi Presiden Bush yakni Carter dan Rice telah membaca buku itu. Drosnin percaya, bahwa semua itu dapat diubah selama kita menaruh perhatian pada peristiwa yang akan terjadi di masa akan datang yang diprediksikan dalam kode rahasia kitab suci tersebut.

Dalam sebuah subjudul “Muka Sang Kiamat”, Drosnin menulis: “Setelah perang dunia, adalah gempa dahsyat. Dan tempat yang paling memungkinkan adalah China (tahun 2000-2006), California (2010), dan Jepang (tahun 2000 dan 2006). Dan sebelumnya gempa bumi di tanah suci pada tahun 1995, telah menjadi kenyataan di dalam kode rahasia. Selain Israel, Jepang merupakan satu-satunya negara yang bergabung jadi satu dengan perang akhir zaman. Bahkan tahun 2006 akan ada benda angkasa menerjang bumi.

Dilihat dari setiap pemandangan yang ditunjukkan langit, serangan dahsyat pamungkas adalah gempa bumi dalam skala raksasa. Dalam sebuah “kitab wahyu” terakhir pada Kitab Perjanjian Baru, dan ini adalah bencana ke-7 yang dikeluarkan oleh malaikat ke-7: “Ada lagi gempa dahsyat, dan sejak ada manusia di atas bumi, tidak ada sedemikian dahsyat, gempa yang demikian dahsyatnya setiap laut dan pulau tidak akan dapat menghindarinya, dan hamparan gunung juga sudah lenyap.” Keadaan yang demikian, tidak bisa tidak membuat Presiden Bush yang taat beragama harus percaya, mau percaya adakah kenyataan, tidak percaya apakah tak ada realitasnya. Dilihat dari bentrokan antara Israel dengan Palestina di Timur Tengah, sengketa antara India dengan Pakistan hingga krisis nuklir Korea Utara, peristiwa 9 November (WTC), dan perang antiterorisme Amerika di Afghanistan, serta serangan militer Amerika terhadap Irak, semuanya berkemungkinan mengelilingi kode rahasia kitab suci dan kitab wahyu dan lain-lain rencana yang diatur Tuhan pada ribuan tahun yang silam.

Kesimpulan terakhir Drosnin, “Kode rahasia kitab suci mungkin adalah bukan yang ‘tepat’, tetapi juga bukan yang ‘keliru’. Kode rahasia yang hendak diberitahu pada kita, mungkin adalah ‘hal apa yang mungkin terjadi’, bukan ‘hal apa yang bisa terjadi’. Akan tetapi, karena kita tidak bisa membiarkan dunia kita hancur, maka kita tidak boleh tidak berbuat apa pun, hanya menanti saja di sana –kita harus menghipotesa, bahwa peringatan di dalam kode rahasia kitab suci adalah benar.” Dan inilah makanya selama beberapa tahun ini, berputar-putar seputar Gedung Putih dan Ramallah, Jerusalem dan Tel Aviv, Bill Clinton dan George W. Bush, dan antara Ariel Sharon dan Yasser Arafat, mengingatkan pada mereka menurut peringatan yang ada dalam kode rahasia kitab suci bahwa kita semua sedang berada pada akhir zaman yakni “end of the days”.

(http://misteridunia.wordpress.com/2008/10/02/kode-rahasia-dalam-kitab-suci/)

Mata Kuliah paling Unik di Dunia




1. Ilmu Pengetahuan Harry Potter - di Frostburg State University

Bagi para pecinta novel anak-anak ini, Anda dapat ikutan kuliah di Frostburg State University dengan kelas "Ilmu Pengetahuan Harry Potter." Tujuan kuliah ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa berbagai kejadian magis di buku J.K. Rowling, dan menjelaskan berbagai kejadian yang ada melalui prinsip-prinsip fisika. Jika Anda menyangka kelas ini tidak terkenal, jangan salah, kelas ini menarik perhatian internasional, bahkan sampai ke China dan Australia. Profesor Fisika George Plitnik adalah orang di belakang ide ini, dan berkat kelas 'ajaib' ini, namanya sekarang jadi mendunia.

2. Simpsons dan Filosofi - di Cal-Berkeley University.

Cal, salah satu Universitas terkemuka di Amerika, dengan berbagai orang jenius yang menerima nobel, ternyata mengikut sertakan Homer, Marge, Lisa, Bart dan Margie di antara nama-nama seperti Aristoteles, Socrates, Sartre dan berbagai filsuf terkenal lainnya. Anda tidak hanya dituntut tahu dan mengerti soal THE SIMPSONS tapi juga harus benar-benar mengenal berbagai episode. Berbagai episode muncul dan membahas mengenai issue sosial yang muncul seperti issue rasis dan politik. Jika Anda ingin lulus, Anda harus bisa menulis satu cerita sepanjang 22 menit untuk skenario film ini. Nilai kuliah? Dua SKS!

3. STAR TREK dan Agama - Indiana University

Indiana University di Bloomington menawarkan salah satu mata kuliah di bidang Seni dan Kemanusiaan. Mata kuliah ini ditawarkan sebagai "pengenalan Studi Kritis terhadap Agama melalui budaya Populer," dan "ternyata sangat banyak episode STAR TREK yang memiliki tema yang menentang agama." Dan hal inilah yang akan Anda pelajari selama satu semester penuh!

4. Bahasa Elf (Lord of The Rings) - University of Wisconsin

Tolkienism (semua tentang J.J. Tolkien - penulis rangkaian LORD OF THE RINGS), yang ternyata memiliki banyak penggemar. Dunia kreasi Tolkien yang memiliki banyak legenda, bahasa, peta, puisi dan berbagai mahluk ini ternyata menghidupkan banyak imajinasi dan bahkan memulai beberapa perdebatan panjang di kalangan penggemarnya.
Para penggemar Tolkien di Madison, Wisconsins, sampai belajar bahasa Elf, dan menarik perhatian University of Wisnconsin untuk membuat mata kuliah Sindarin (salah satu bahasa Elf), yang diasuh oleh David Salo. Pada saat artikel ini ditulis, David Salo adalah kandidat Doktor Linguistik pada University of Wisconsin. Anda akan tertarik lebih dalam pada kuliah ini, karena ternyata David Salo adalah salah seorang konsultan linguistik yang dipekerjakan oleh Peter Jackson pada saat membuat film LORD OF THE RINGS.

5. Bagaimana Cara Menonton Televisi - Montclair State University

Tidak main-main, ternyata mahasiswa yang mengambil kelas ini bisa mencapai 57 orang, tapi jangan dibayangkan mata kuliah ini hanya sekedar duduk dan menonton televisi. "Mata kuliah ini dapat diambil oleh para mahasiswa yang mengambil jurusan Broadcasting ataupun tidak, dan penekanannya adalah pada cara menganalisa dampak dan peranan, serta sejauh mana tayangan yang ada dimengerti oleh para penonton. Jadi dengan kata lain, Anda harus menggabungkan antara teori dan kritik terhadap media dan pendidikan melalui media.
Mahasiswa akan diminta untuk menonton acara populer seperti CSI, tapi tidak seperti sekedar menikmati seperti biasa, karena berbagai tugas dari Profesor Gencarelli yang harus dikerjakan saat menonton CSI, membuat para mahasiswa benar-benar harus mengamati berbagai detail kecil dari film yang ada.

6 - Bagaimana Berpakaian - Princeton University

Serius! Menurut para ahli, di beberapa acara, berpakaian memang tampak lebih dari sekedar rumit. Mata kuliah yang ditawarkan hanya kepada para mahasiswa semester awal ini akan mendiskusikan berbagai topik 'kontroversial' seperti Jeans, Topi, Tatto, Sandal dan celana Kargo. Ternyata kuliah ini tidak sederhana. Pakaian ternyata menunjukkan berbagai hal seperti karakter bahkan sejarah orang tersebut.

Sabtu, 21 November 2009

KEPUSTAKAAN APOKRIP DAN APOKALIPTIK


ISTILAH APOKRIP


Kata benda Apokrip biasanya menunjuk kepada kitab-kitab yang terdapat dalam Vulgata bahasa Latin, tapi yang tidak terdapat dalam kitab Perjanjian Lama Ibrani. Kitab-kitab Apokrip itu hadir dalam Vulgata karena kitab-kitab itu - kecuali dua kitab Ezra - dimasukkan ke dalam terjemahan Perjanjian Lama bahasa Yunani, yaitu kitab Septuaginta (LXX), yang menjadi sumber kitab Vulgata itu. Pada umumnya dikatakan, keadaan itu menunjukkan bahwa orang Yahudi yang berbahasa Yunani dari Aleksandria mengakui kitab-kitab itu sebagai kanonik sepenuhnya, dan bahwa gereja Kristen purba, yang mengambil alih Kitab Suci Yunani itu, juga melakukan hal yang sama. Kitab-kitab yang dipersoalkan ini sebagian besar berasal dari Palestina, dan pada pokoknya ditulis dalam bahasa Ibrani atau Aram. Kitab-kitab itu dikenal baik di Palestina maupun di Perantauan (Diaspora). Tapi kelihatannya kitab-kitab itu diberi taraf yang berbeda dibanding dengan kitab-kitab kanonik di segala tempat. Karena keadaan demikian itu, C.C. Torrey berpendapat bahwa istilah yang paling semartabat dengan istilah Apokrip ialah kitab-kitab di luar.

Sekalipun istilah ini mewujudkan istilah yang semartabat, namun istilah itu bukanlah arti harfiah dari kata apokruphos. Istilah Yunani ini berarti tersembunyi, dan diterapkan pada kitab-kitab yang dijauhkan dari mata umum, karena hanya diperbolehkan dibaca oleh golongan tertentu yang memiliki hak-hak istimewa untuk itu. Jadi istilah itu sama sekali bukan istilah yang menghinakan, melainkan menunjuk kepada nilai khas dari kitab-kitab yang dinamai secara demikian itu.

Agaknya istilah itu diterapkan kepada kitab-kitab hasil karya para ahli wahyu Yahudi, yang terlebih aktif di antara abad kedua sebelum Masehi dan abad pertama Masehi. Tulisan-tulisan ini diterbitkan dengan memakai nama pahlawan purba dan nabi-nabi Israel dan disembunyikan hingga zaman itu. Namun kitab-kitab ini tidak dimaksudkan untuk bacaan umum, melainkan untuk mereka yang layak membacanya. 2 Edras 14 menceritakan bagaimana Ezra mendiktekan kepada 5 orang penulis sebanyak 94 kitab, 20 di antaranya adalah kitab-kitab Perjanjian Lama (kitab Para Nabi Kecil dipandang sebagai satu kitab), dan 70 adalah untuk "yang bijaksana di antara orang-orang. Sebab di dalamnya adalah sumber pengertian, pancaran hikmat dan sungai pengetahuan" (Edras 14:46, 47). Kitab Edras ini tidak dimasukkan dalam Alkitab Bahasa Indonesia.

Hal ini menunjukkan bahwa kitab-kitab itu bukan hanya dihargai sebagai di atas Perjanjian Lama, tapi bahwa kitab Apokrip di sini mencakup jauh lebih banyak kitab daripada kitab-kitab dalam yang telah dikumpulkan; kitab-kitab itu lebih mewujudkan kitab-kitab apokaliptis yang segolongan dengan 2 Edras itu sendiri.

Origenes (185-254), filsuf yang lahir di Mesir, memakai istilah apokrip untuk menunjuk kepada tulisan-tulisan apokaliptis, sedang ia menganggap kitab-kitab apokrip pengumpulan kita itu sebagai kitab-kitab kanonik. Jerome, dalam bukunya Prologus Galeatus tentang 1 dan 2 Samuel, adalah yang pertama kali memakai istilah itu bagi kitab-kitab yang sekarang pada umumnya disebut apokrip, yaitu kitab-kitab yang oleh penulis-penulis Kristen purba lainnya disebut ekklesiastik, atau cocok untuk dibaca di dalam gereja.

Kebenaran perkara ini nampaknya adalah demikian, bahwa kitab-kitab apokrip, dalam arti kitab yang di luar, pertama-tama dipandang sebagai menyusun segala kitab suci yang tidak termasuk di dalam Kanon; beberapa kitab lebih terkenal daripada yang lain, dan kitab-kitab yang lebih terkenal itu di dalam kitab Vulgata bahasa Latin. Tapi kitab-kitab yang disebut pseudepigrap (yaitu kitab-kitab yang diterbitkan dengan memakai seorang penulis purba) juga dianggap tinggi nilainya di tengah-tengah banyak golongan dan tidak seharusnya dipandang sebagai terpisah dari yang lain. Berdasarkan alasan-alasan itu hampir dapat dikatakan tepat untuk menganggap istilah apokrip itu cukup mencakupi semua kitab yang dimasukkan ke dalam ungkapan Apokrip dan Pseudepigrap. Torrey menerima pengertian ini dalam bukunya "The Apocryphal Literature", 1945.


KITAB-KITAB YANG DIPANDANG


Berikut ini adalah uraian singkat tentang sifat-sifat kitab-kitab Apokrip dan Pseudepigrap.


(1) Kitab-kitab Apokrip yang sebenarnya


1. Esdras, berisi sebagian besar bahan yang terdapat dalam kitab Ezra yang kanonik, tapi kitab ini memberi suatu pendahuluan kepadanya dengan penerbitan kembali 2 Tawarikh 35:1-36:21, serta menambahkannya berita tentang pembacaan Ezra akan hukum taurat yang diceritakan dalam Nehemia 8 (sedang nama Nehemia ditiadakan). Kitab ini adalah suatu ragam ayat Yunani dari bagian karya penulis Tawarikh tersebut - barangkali yang merawat penguraian LXX yang asli. Bagian itu memasukkan ke dalamnya cerita tentang ketiga pegawai istana, seorang di antaranya dikatakan bernama Zerubabel, pada pesta Darius - sumber asali dari: "Besarlah kebenaran itu, dan terkuat dari semuanya" (4:41).

2. Esdras adalah sebuah apokalips dari abad pertama Masehi yang dikemukakan seolah-olah diucapkan oleh Ezra. Dalam beberapa hal kitab ini adalah apokalip yang paling menyedihkan dari segala apokalip.

Tobit adalah cerita romantis, yang menceritakan kesalehan Tobit dengan menguburkan mayat-mayat yang tidak dipelihara; bagaimana perbuatan itu diberi pahala pada hari tuanya, dan bagaimana anaknya, yaitu Tobias, mendapatkan istri. Kitab ini agaknya ditulis pada akhir abad ketiga sebelum Masehi. Potongan-potongan dari kitab ini dalam bahasa Ibrani dan Aram telah ditemukan di Qumran.

Yudit adalah bagian reka-rekaan yang lain yang menaikkan martabat, yang menceritakan bagaimana Yudit membebaskan kotanya dari tentara Asyur. Kitab ini mungkin berasal dari zaman Makabe, kira-kira tahun 150 sebelum Masehi.

Tambahan-tambahan pada kitab Ester terdiri dari bahan-bahan yang dapat ditambahkan kepada kitab Ester yang kanonik, seperti umpamanya doa-doa dan keputusan-keputusan yang disebutkan selama cerita itu. Semua itu dimaksudkan untuk menambah unsur keagamaan pada kitab itu.

Kebijaksanaan Salomo sering dipandang sebagai hasil karya yang tertinggi pada zaman antar-perjanjian itu. Kitab ini adalah karya seorang Yahudi yang berbahasa Yunani di Aleksandria, sebuah contoh yang baik tentang penulisan kebijaksanaan Yahudi. Kitab ini teristimewa membicarakan pokok pembalasan sebagai hukuman dan ketololan penyembahan berhala. Waktu penulisannya diperkirakan bermacam-macam di antara 150 sebelum Masehi dan tahun 40 Masehi.

Kitab ekklesiastikus, yang sering disebut Kebijaksanaan Yesus bin Sirakh, adalah kitab yang sama dengan yang di muka, tapi yang mewujudkan sebuah karya golongan Saduki. Sekalipun tahun-tahun pemikiran dan pengalaman penulisnya sama, namun kitab ini terkurang sifat rohaninya daripada kitab yang disebutkan terlebih dahulu. Kitab ini diterbitkan kira-kira tahun 180 sebelum Masehi dalam bahasa Ibrani, dan diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani oleh cucu penulis kira-kira tahun 132 sebelum Masehi.

Barukh, bersama dengan Surat dari Nabi Yeremia, mewujudkan sebuah kitab hasil penyusunan, yang dalam pokoknya diarahkan untuk menentang penyembahan berhala. Yang pertama mungkin telah disusun pada abad ke-3 sebelum Masehi, yang ke-2 pada abad ke-2 sebelum Masehi. Mengenai tambahan-tambahan dalam kitab Daniel terdapat 3 kitab, semuanya dituliskan lebih kemudian daripada kitab Daniel yang asli.

Sejarah Susana menceritakan bagaimana pemuda Daniel membeberkan kebijaksanaannya dalam membela seorang wanita yang tidak bersalah, yang telah diputuskan untuk dihukum mati (itulah sebabnya ada peribahasa: "Daniel datang untuk mengadili").

Doa Azariah dan Nyanyian Tiga Pemuda disajikan sebagai telah diucapkan di dalam dapur api yang menyala-nyala. Bel dan Naga, adalah dua cerita yang terpisah, yang menceritakan bagaimana Daniel menghilangkan gengsi para imam Bel dan meledakkan gagasan bahwa naga itu adalah dewa dan juga meledakkan patung naga itu sendiri!

Doa Manasye adalah doa penyesalan yang diletakkan di mulut raja yang memiliki nama itu dalam Alkitab, didasarkan atas 2 Tawarikh 33:12 dan 19, dan mungkin ditulis pada abad ke-2 sebelum Masehi.

I Makabe[/B] adalah sumber pokok bagi pengetahuan tentang perang antara orang Yahudi, yang dipimpin oleh para anak Matatias, untuk menentang Antiokhus Epifanes dan para penggantinya. Penulisnya, yang barangkali menulis pada zaman Yohanes Hirkanus (135-104 sebelum Masehi) adalah sejarawan ulung, yang dapat menulis seobyektif mungkin, yang dapat dilakukan oleh seorang dari kaum Hasmonia.

2 Makabe membicarakan dari zaman yang diliputi oleh kitab pertama, terlebih-lebih dengan perbuatan-perbuatan kepahlawanan Yudas Makabe. Kitab ini lebih banyak diberi warna yang tinggi dibandingkan kitab pertama. Ditulis dengan pandangan Farisi dari awal perkembangannya, dengan penakanan pada harapan akan kebangkitan para martir di bawah pemerintahan Antiokhus. Kitab ini juga menampakkan adanya perhatian khusus terhadap Bait Allah.


(2) Kitab Pseudepigrap


Kitab Henokh (1 Henokh) adalah apokalips yang paling penting dari kelompok tulisan-tulisan ini. Kitab ini pasti hasil penyusunan, sekalipun masih dipersoalkan apakah kitab ini timbul dari satu zaman, atau apakah pengumpulan secara bertahap dari tradisi-tradisi yang dikatakan sebagai Henokh pada tahun 200 sebelum Masehi hingga pertengahan abad pertama Masehi. Sumbangannya yang paling penting adalah konsepnya tentang Mesias surgawi, Anak Manusia yang terdapat pada bagian yang disebut "Perumpamaan Henokh". Potongan-potongan dari segala bagian kitab ini, kecuali bab 37-71, telah ditemukan dalam bahasa Aram di antara naskah-naskah Qumran.

Kitab Yobel-yobel adalah suatu penulisan kembali Kejadian, maksudnya ialah untuk menunjukkan bahwa hukum Taurat itu telah berlaku sejak dari Eden. Kitab ini mengikuti tahun kalender matahari yang murni dan membagi sejarah ke dalam zaman-zaman yobel, yaitu 49 tahun (7 minggu tahunan; 1 minggu tahunan terdiri dari 7 tahun). Sering kitab ini dianggap ditulis kira-kira tahun 100 sebelum Masehi. Potongan-potongan kitab ini dalam bahasa Ibrani telah ditemukan di Qumran.

Wasiat Kedua Belas Bapak Leluhur, barangkali ditulis kira-kira pada waktu yang sama dengan kitab Yobel-yobel, dan merupakan pesan-pesan terakhir serta nubuat-nubuat masing-masing dari ke-12 anak Yakub, ketika mereka akan mati. Sedang naskah Yunani dari wasiat-wasiat ini mewakili suatu naskah Kristen, maka naskah yang lebih tua terhadap dua dari Wasiat-wasiat itu dalam bahasa Aram dan Ibrani telah ditemukan di Qumran.

Kitab-kitab Penujuman Sibilia adalah kitab-kitab Yahudi yang meniru gaya penujuman kafir Sibilia, untuk mempropagandakan gagasan Yahudi di antara orang bukan Yahudi. Kitab-kitab itu berasal dari abad kedua sebelum Masehi atau sesudahnya. Mi'raj Musa mungkin muncul pada zaman Yesus hidup di dunia. Kitab ini bermaksud memberi suatu sejarah dunia, seolah-olah sebuah nubuat, mulai dari Musa hingga akhirnya, yang memang adalah zaman penulis sendiri.

Kitab Rahasia Henokh (2 Henokh) mengandaikan kitab Henokh yang pertama dan dianggap muncul pada pertengahan abad pertama Masehi, sekalipun beberapa orang menganggapnya zaman yang lebih kemudian, bahkan beberapa abad kemudian. Kitab ini memberi uraian panjang lebar tentang ketujuh langit dan kerajaan Allah yang berada di dalam dunia selama seribu tahun.

Apokalip Barukh dari Siria (2 Barukh) hampir dapat dipastikan tergantung pada 2 Esdras dan mewujudkan kitab dari hasil penyusunan, yang menganggap dirinya berasal dari jurutulis Yeremia. Kitab ini ditulis pada akhir pertengahan abad pertama Masehi.

Apokalip Barukh dalam bahasa Yunani (3 Barukh) memiliki kesamaan dengan kitab yang mendahuluinya. Namun kitab ini tidak tergantung padanya, dan agak lebih kemudian terjadinya.

Mazmur-mazmur Salomo terdiri dari 18 mazmur, ditulis atas nama Salomo. Tapi mazmur-mazmur itu berasal dari tangan seorang Farisi atau seseorang yang memiliki pandangan yang sama. Mazmur-mazmur itu memiliki gaya yang sama dengan mazmur-mazmur kanonik dan ditulis pada bagian kedua abad pertama Masehi, sesudah Yudea ditaklukkan oleh bangsa Romawi. Mazmur-mazmur ini mengutuk kaum Hasmonia dan menanti-nantikan kedatangan Mesias dari keturunan Daud.

3 Makabe menceritakan usaha untuk membinasakan orang Yahudi pada zaman pemerintahan Ptolomeus Pilopator (222-205 sebelum Masehi) yang diakhiri dengan pembenaran yang memenangkan umat yang suci.

4 Makabe adalah pembicaraan filosofis yang mempergunakan cerita-cerita para martir Makabe guna melukiskan pendirian tentang keunggulan akal yang benar.

Surat Aristeas menguraikan keadaan-keadaan yang diperkirakan dari terjemahan kitab-kitab suci Ibrani ke dalam bahasa Yunani.

Kemartiran Yesaya, seperti ditunjukkan oleh judulnya, menceritakan hal penggergajian tubuh Yesaya menjadi dua. Sekalipun menurut Charles kitab ini ditulis pada abad pertama Masehi, namun ada alasan untuk mengira bahwa kitab yang menjadi sumber kitab ini, yaitu Mi'raj Yesaya seluruhnya adalah hasil karya Kristen dari zaman yang lebih kemudian. Tapi mungkin kitab ini memasukkan ke dalamnya sebuah cerita yang lebih tua yang berasal dari sumber Yahudi, yang menampakkan kesejenisan dengan kepustakaan Qumran.

Kitab-kitab Adam dan Hawa memberikan banyak berita tentang hidup leluhur manusia dan berasal dari abad pertama Masehi.

Pirqe Aboth, atau Ucapan-ucapan para Bapak, adalah kumpulan ucapan para nabi yang terhormat, yang meliputi abad ketiga sebelum Masehi hingga abad ketiga Masehi.

Cerita tentang Ahiqar adalah dongeng yang ditulis kira-kira abad kelima sebelum Masehi, yang menguraikan tentang kebijaksanaan orang suci ini.

Apokalips Abraham dan Wasiat Abraham keduanya berasal dari abad pertama Masehi, dan adalah hasil karya orang Yahudi dengan penyisipan-penyisipan Kristen.

Hidup para Nabi, judul itu menunjukkan apa isinya. Berasal dari zaman yang sama dengan kedua kitab yang mendahuluinya dan dengan cara yang sama diperkembangkan oleh orang Kristen. Wasiat Ayub kurang diperhatikan. Beberapa orang menduga kitab ini ditulis pada abad pertama sebelum Masehi.

Dokumen-dokumen Zadok, dua naskah Ibrani dari awal abad pertengahan, yang terdapat di sinagoge Kairo purba. Naskah-naskah ini tidak lengkap, tapi dalam batas-batas tertentu dapat dikatakan saling melengkapi. Sekarang dipandang termasuk kepustakaan yang berasal dari masyarakat Qumran. Potongan-potongan yang lain terdapat dalam gua di Qumran itu memberi kesan bahwa kitab-kitab ini berasal dari awal abad pertama sebelum Masehi.

Penemuan pada tahun 1947 dan pada tahun-tahun berikutnya terhadap sisa-sisa (kebanyakan potongan-potongan) dari 500 dokumen di sebelah gua di Qumran, sebelah barat laut Laut Mati, telah menambah secara besar-besaran pengumpulan kepustakaan Yahudi pada zaman yang dibicarakan di sini. Dokumen-dokumen ini tampaknya mewujudkan kepustakaan dari suatu masyarakat yang memisahkan diri, yang memiliki markas besarnya di kawasan itu untuk waktu dua abad, dari kira-kira tahun 130 sebelum Masehi hingga kira-kira tahun 70 Masehi. Masyarakat ini, yang menampakkan beberapa kesamaan dengan kaum Essen yang oleh para penulis abad pertama Masehi, disifatkan dengan suatu sisa mentalitas, yang memiliki keyakinan eskatologis dan suatu sistem penafsiran Alkitab yang berani dan kreatif. Sama sekali tidak dapat dikatakan bahwa semua naskah Qumran itu termasuk kategori apokrip dan apokaliptis. Ada naskah-naskah Alkitab dan tafsiran-tafsiran Alkitab, ada juga naskah-naskah yang dalamnya mengandung bahan-bahan yang menyimpan hidup kepercayaan dan ibadat masyarakat itu.

Kita telah menunjuk kepada beberapa tulisan yang telah dikenal sebelumnya, yang karena penemuan-penemuan ini, sekarang dapat dibaca dalam bahasa aslinya. Sebagai tambahan, ada bagian-bagian dari sebuah kelompok kitab-kitab "Daniel" yang tidak pernah masuk kitab Daniel baik yang kanonik maupun yang deuterokanonik, termasuk Doa Nabonidus, sebuah naskah Aram, yang menceritakan bagaimana raja terakhir Babilon menderita sekali selama 7 tahun "di kota Teman" dan bahwa ketika ia mengakui dosanya, mendapat pertolongan dari seorang tawanan Yahudi.

Kejadian Apokrifon, juga ditulis dalam bahasa Aram, berisi ungkapan-ungkapan khayalan tentang cerita-cerita bapak leluhur. Naskah-naskah yang lain memiliki judul-judul seperti Ucapan-ucapan Musa, Mazmur-mazmur Yosua, Wahyu Amram, Kitab Rahasia-rahasia, dan (tampaknya suatu kegemaran, ditinjau dari banyaknya salinan) Apokalip Yerusalem yang Baru. Jika semua ini telah diterbitkan dan dipelajari, semuanya diharapkan memberi tambahan yang besar sekali kepada pengertian tentang latar belakang Perjanjian Baru.



AJARAN KEPUSTAKAAN APOKRIP


(1) Ajaran tentang Allah

Dalam seluruh kepustakaan ini ada kecenderungan yang makin lama makin bertambah-tambah, untuk mengungkapkan gagasan tentang Allah dengan mengutamakan kedudukan-Nya yang transenden. Ada keseganan untuk menyebut nama ilahi, sehingga ada bermacam-macam pengalimatan yang dipakai untuk keperluan itu. Dalam 1 Makabe Allah tidak disebut terus secara langsung, melainkan biasanya disebut sebagai "Surga", umpamanya, "Kemenangan dalam perang tidak terletak dalam banyaknya pasukan, melainkan dari Surga datangnya kekuatan".

Kita boleh membandingkan ini dengan caranya penulis Yahudi, yaitu Matius yang dalam Injilnya terus-menerus memakai ungkapan "Kerajaan Surga" sebagai ganti "Kerajaan Allah", seperti terdapat dalam Injil-injil lain. Para nabi sering menunjuk kepada Allah sebagai "Yang Kudus, diberkatilah Dia", seperti contoh berikut, "Kamu harus memberikan laporan dan perhitungan yang benar di hadirat Raja segala raja dari para raja, Yang Kudus, terpujilah Dia". Berdasarkan alasan yang sama, ajaran tentang para malaikat banyak diperkembangkan pada zaman ini, guna menghindarkan keharusan bagi Allah untuk secara langsung campur tangan dalam persoalan-persoalan dunia ini.

Dalam Perjanjian Lama Tuhan adalah "Tokoh Perang" yang berperang bagi Israel. Dalam 2 Makabe para malaikatlah yang berperang untuk Israel, dan dalam Peraturan Perang yang terdapat di Qumran para malaikat suci hadir bersama balatentara [I]anak-anak terang.

Dalam 1 Makabe proses itu masih lebih lanjut ditekankan di dalam hal ini, bahwa bukan Allah dan bukan malaikat yang berperang, tapi kepintaran sebagai panglima yang baik yang dilakukan Yudaslah yang mendapat kemenangan. Gagasannya ialah bahwa tidak patut Allah secara aktif mencampuri perkara-perkara dari tata tertib dunia ini. Demikian juga hubungan secara langsung yang dimiliki Allah dengan penciptaan dalam Perjanjian Lama diganti dengan banyak sekali malaikat. Beberapa dari antaranya bertugas untuk mengawasi petir, yang lain mengawasi salju, hujan, awan, kegelapan, panas, dingin, dan sebagainya. Di lain pihak ajaran tentang roh-roh jahat sudah barang tentu menjadi penting juga, sekalipun di sini bekerja unsur-unsur yang lain.

Dengan pandangan demikian tentang Allah, maka gagasan tentang kedaulatan-Nya menjadi penting. Penyempurnaan bukan hanya telah diduga, melainkan telah diatur, bahkan hingga pada saatnya yang tepat. Pribadi-pribadi mendapat bagian dalam proses pentakdiran ini, tapi bukan dengan peniadaan tanggung jawab mereka. Penulis Mazmur Salomo percaya akan kedaulatan Allah yang sepenuhnya atas manusia, tapi ia juga berkata, "Perbuatan-perbuatan kita ditaklukkan kepada pemilihan dan kuasa kita sendiri untuk berbuat benar atau salah dalam pekerjaan tangan kita". Demikian juga transendensi Allah tidak meniadakan sama sekali hubungan-Nya dengan manusia. Ke-Bapak-an-Nya makin lama makin diakui. Ungkapan "Bapak-mu yang di surga" terdapat dalam Pirqe Aboth 5:23. "Tuhan akan bergemar dalam anak-anak-Nya dan akan digirangkan dalam yang dikasihi-Nya untuk selama-lamanya".


(2) Hukum Taurat

Hukum Taurat adalah kekal dan penting sekali bagi manusia. Dalam Kitab Yobel-yobel dikatakan, bahwa semua orang benar pada zaman dahulu, memelihara hukum Taurat seperti benar-benar halnya dengan para malaikat di surga. Sehingga pekerjaan Musa di Sinai itu bukan guna memperkenalkan hukum Taurat untuk yang pertama kalinya, melainkan untuk memberitakan lagi. Hukum Taurat itu adalah jumlah segala penyataan Allah. Bagi kebanyakan orang Yahudi hukum Taurat (torah) mencakupi tradisi lisan yang dianggap diturunkan dari Musa melalui para nabi dan tokoh-tokoh dari sinagoge agung.

Tradisi ini, yang dibukukan sejak kira-kira tahun 200 Masehi dan selanjutnya, mencakupi banyak sekali penerapan-penerapan hukum terhadap segala keadaan yang mungkin ada (misynah), bersama keterangan-keterangan lebih lanjut dari keterangan-keterangan ini (gemara), dan keduanya membentuk Talmud. Ada dua pengumpulan Talmud, yaitu pengumpulan Yerusalem dan pengumpulan Babilonia. Sikap Tuhan terhadap banyaknya tradisi ini telah terkenal, tapi bagi kebanyakan Yahudi ortodoks, pemenuhan tuntutan tradisi ini adalah soal hidup. Baik kepada rabi maupun para ahli apokalips, keduanya setuju dengan mengajarakan, bahwa satu-satunya harapan orang untuk mendapatkan hidup di akhirat adalah menaati peraturan-peraturan tradisi itu.


(3) Kebijaksanaan

Sifat kebijaksanaan seperti diuraikan dalam Amsal 8:22-31, pada zaman ini banyak sekali dipikirkan, terlebih-lebih ketika pemikiran Yunani dirasakan pengaruhnya dalam agama Yahudi. Ada penguraian yang panjang dan indah tentang kebijaksanaan ini dalam kitab Kebijaksanaan Salomo. Di situ dikatakan bahwa kebijaksanaan "adalah pernafasan kekuatan Allah dan pancaran murni dari kemuliaan Yang Mahakuasa... karena merupakan pantulan (Yunani apaugasma) cahaya kekal dan cermin yang tak bernoda dari kegiatan Allah, dan gambar kebaikan-Nya". Baik dalam kitab Kebijaksanaan maupun dalam Ekklesiastikus terdapat amsal-amsal tentang kebijaksanaan yang praktis.

Sementara itu spekulasi makin bertambah di dalam konsepsi tentang "firman Allah". Kegiatannya dilukiskan secara mengherankan dalam Kebijaksanaan 18:15, 16, "Firman-Mu yang mahakuasa laksana pejuang garang melompat dari dalam surga, dari atas takhta kerajaan ke tengah tanah yang celaka. Bagaikan pedang tajam dibawanya perintah-Mu yang lurus, dan berdiri tegak diisinya semuanya dengan maut; ia sungguh menjamah langit sambil berdiri di bumi". Ayat-ayat ini ditujukan kepada penyembelihan anak-anak sulung di Mesir. Dalam kitab yang sama, 8:1, 2 firman itu disamakan dengan kebijaksanaan, "Allah nenek moyang... dengan firman-Mu telah Kau jadikan segala sesuatu, dan kebijaksanaan Kau bentuk manusia..."

Ajaran ini harus dibandingkan dengan pandangan bahwa kebijaksanaan dan hukum Taurat adalah satu dan sama. Pandangan demikian terus-menerus nampak dalam kitab-kitab ini, istimewa dalam Ekklesiastikus dan Pirqe Aboth. Umpamanya Bin Sirakh memberi sebuah uraian panjang tentang kebijaksanaan dalam "B. Sirakh 24", dan sesudah itu ia berkata, "semuanya itu ialah kitab Perjanjian dari Allah Yang Mahatinggi, Taurat yang diperintahkan Musa kepada kita...."

Demikian juga hukum Taurat dan firman adalah satu, seperti disebutkan dalam Pirqe Aboth, "dikasihilah Israel di dalam hal ini, bahwa kepada mereka diberikan alat yang dengannya dunia dijadikan...." Pentingnya perkembangan-perkembangan ini bagi orang yang mempelajari Perjanjian Baru adalah jelas; perkembangan-perkembangan ini menyajikan latar belakang yang harus dipakai bila mempelajari kata pendahuluan Injil yang keempat. Apa yang dituntut Yahudi bagi kebijaksanaan, firman, hukum Taurat, dituntut oleh Yohanes sebagai dipenuhi di dalam Yesus, Firman yang menjadi daging.


(4) Dosa

Asal dosa banyak dibicarakan pada zaman ini. Jawaban-jawaban yang diberikan atas pertanyaan itu berbeda tapi kebanyakan jawaban itu cenderung untuk terpusat kepada kejatuhan manusia ke dalam dosa. Kadang-kadang Hawalah yang banyak dipersalahkan, kadang-kadang Adam, kadang-kadang Iblis atau bahkan para malaikat yang jatuh.

Di pihak lain penulis 2 Barukh menentang pandangan seandainya kita semua menyalahkan nenek moyang kita, "Sekalipun Adamlah yang pertama berdosa dan telah mendatangkan maut atas semua orang sebelum waktunya, namun semua orang yang dilahirkan daripadanya, masing-masing dari antara mereka
itu telah mempersiapkan bagi jiwanya sendiri penyiksaan yang akan datang, dan masing-masing dari antara mereka telah memilih bagi dirinya sendiri kemuliaan yang akan datang.... Karena itu Adam bukanlah sebabnya kecuali hanya bagi jiwanya sendiri; setiap orang merupakan Adam bagi jiwanya sendiri."

Mengenai penebusan dosa, korban-korban adalah alat-alatnya yang pokok, seperti terdapat dalam Perjanjian Lama. Tapi amal-amal juga berdaya-guna bagi tujuan ini; Ek 3:3, "Barangsiapa menghormati Bapaknya berpaling dari dosa"; atau Tobit 12:9, "Memang sedekah melepaskan dari maut dan menghapuskan setiap dosa". Terhadap pandangan semacam inilah Paulus menentang keras sekali. Jasa-jasa orang suci juga dibela, dan sedikit-dikitnya dalam satu kitab mati martir seseorang yang setia mengakui Allah, juga dipandang sebagai membuat pelunasan bagi dosa.


(5) Etika

Dipandang bahwa tujuan utama manusia ialah memahami dan menaati hukum Taurat. Seperti dikatakan oleh seorang rabi, "Jika engkau melakukan banyak dari Taurat itu, janganlah menganggap hal itu sebagai kehormatanmu, sebab kamu dijadikan untuk melakukannya". Pada suatu zaman, ketika hukum Taurat dipandang sebagai jumlah dari pernyataan Allah, pandangan demikian tidak dapat dielakkan. Sayang pandangan itu membawa kepada ajaran keselamatan sebagai hasil dari amal-amal dengan cara yang kasar. Seperti umpamanya jika Aqiba menyamakan Allah dengan seorang pedagang yang memberi kredit kepada orang yang memelihara hukum Taurat, dan menuntut pembayaran yang pasti bagi utang-utang mereka, jika mereka gagal.

Namun, sebagai keseluruhan ada kemajuan tentang konsepsi etika dalam kepustakaan ini, jika dibandingkan dengan beberapa bagian dari Perjanjian Lama. Berkali-kali dalam Testaments of the Twelve Patriarchs diberikan nasehat, "Kasihilah Tuhan dan tetanggamu", secara ajaib mendahului ajaran Kristus. Kitab yang sama memiliki ajaran yang terpuji tentang pengampunan, seperti umpamanya Testament of Gad, "Saling kasih-mengasihilah seorang dengan yang lain dan dengan sungguh hati; dan jika seorang berdosa terhadap kamu, berkata-katalah secara damai dengan dia, dan jangan menyimpan tipu daya dalam jiwamu, dan jika ia menyesal dan mengakui kesalahannya, ampunilah dia. Tapi jika ia mengingkarinya, jangan murka terhadapnya, supaya, jangan sampai karena terkena bisa dari padamu ia bersumpah, sehingga dengan demikian kamu berdosa rangkap. Dan sekalipun ia menyangkal itu,namun memiliki rasa malu ditegur, berhentilah menegurnya. Sebab ia yang menyangkal dapat juga menyesal sehingga tidak akan berbuat salah terhadapmu lagi. Ya, ia dapat juga menghormatimu dan berdamai dengan kamu. Dan jika ia tidak memiliki malu dan bertahan di dalam perbuatannya yang salah, juga jika demikian ampunilah dia dengan ikhlas hati dan serahkan kepada Allah untuk membalasnya."

Bagian-bagian seperti ini berjalan begitu sejajar dengan beberapa perintah Tuhan, sehingga Charles seorang penafsir cenderung berpendapat, bahwa Yesus mengenal Testaments ini serta memakainya. Mungkin demikian, sekalipun kita tidak dapat memastikannya. Ucapan-ucapan kesusilaan cenderung tidak menjadi milik seorang saja dalam suasana di mana berkhotbah adalah santapan hidup, seperti halnya orang Yahudi pada zaman ini. Terlebih-lebih peristiwa bahwa kita memiliki Testaments ini di dalam suatu khazanah Kristen, hal itu memberi kemungkinan bahwa pengaruhnya, jika ada, dipakai dalam jurusan sebaliknya.


(6) Eskatologi

Pokok inilah yang perkembangannya paling menyolok pada zaman antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Kemajuan yang terlebih-lebih patut diperhatikan adalah dalam konsepsi tentang kekekalan jiwa perseorangan, Kerajaan Allah dan Mesias.

(a) Kekekalan jiwa perseorangan

Sepanjang yang diketahui, orang Israel yang paling purba pun percaya, bahwa orang masih hidup sesudah mati. Tapi keadaan yang diharapkan akan dituju adalah suatu keadaan yang samar-samar, di mana orang tidak dapat mengharapkan akan adanya persekutuan dengan Allah. Mazmur 88 memberi keterangan dalam soal ini. Bagi pemazmur keadaan di atas sana adalah "negeri segala lupa", "Kegelapan", tempat di mana orang mati tidak memiliki persekutuan dengan Allah, sebab "mereka terputus dari kuasa-Mu". Suatu konsepsi tentang hidup di akhirat semacam ini, oleh beberapa orang dipandang sebagai hanya ketidakberadaan belaka. "Alihkanlah pandangan-Mu daripadaku, supaya aku bersukacita sebelum aku pergi dan tidak ada lagi!" (Mazmur 39:14).
Pengertian yang lebih jelas atas soal ini didapat, jika para suci Allah memikirkan lebih banyak persekutuan mereka dengan Allah dan menghubungkan pengalaman itu dengan kepastian akan kedatangan Kerajaan Allah. Demikianlah Ayub percaya, bahwa ia akan melihat pembelaan Allah, terhadap ketidaksalahannya sesudah ia mati, dan penulis Mazmur 139 percaya, bahwa dunia orang matipun tidak dapat mengecualikan Allah, "Jika aku menaruh tempat tidurku di dunia orang mati, di situpun Engkau". Demikian juga penulis Mazmur 73 menanti-nantikan waktunya Allah melangsungkan persekutuan-Nya dengan dia dengan disambutnya dia ke dalam kemuliaan sesudah mati.

Tapi ajaran semacam itu adalah kekecualian, dan tidak diterima oleh semua orang. Bin Sirakh, seorang Sakudi, menulis, "Apakah kau hidup sepuluh, atau seratus atau seribu tahun di dunia orang mati tidak diperiksa hidupmu" (Ek 41:4). Pernyataan ini adalah penyangkalan yang jelas akan penghakiman Allah sesudah kematian.

Mengenai perkembangan ajaran orang Israel yang lebih rohani, diserahkan kepada Khasidim (para orang saleh), yaitu pada pelopor golongan Farisi. Ada kesejajaran yang menyolok dengan ajaran Yesus dalam soal ini yang disebutkan dalam 4 Makabe 7:18, 18, "Seberapa banyak orang yang dengan seluruh hatinya menjadikan kebenaran jadi pikirannya yang pertama, hanya merekalah yang dapat menguasai kelemahan daging, dengan percaya bahwa mereka tidak mati kepada Allah, seperti halnya dengan bapak leluhur kita Abraham dan Ishak dan Yakub tidak mati, tapi mereka hidup kepada Allah."

Tapi kita sampai kepada kutub yang sebaliknya dari pernyataan Bin Sirakh, dalam kata-kata rabi itu, yang berbunyi, "Dunia ini seperti halaman luar di depan dunia yang akan datang. Siapkanlah dirimu di halaman luar itu, supaya kamu boleh masuk ke dalam tempat pesta" (Pirqe Aboth 4:21). Demikianlah pandangan yang tetap dari kitab-kitab apokalips dan kitab-kitab inilah yang menyebarluaskan pandangan itu dalam agama Yahudi pada zaman Yesus.

(b) Kerajaan Allah

Kita dapat menemui tiga tingkatan tentang hal ini. Dalam Perjanjian Lama kerajaan itu dipandang duniawi dan di bumi kekal. Nubuat mesianis yang terkenal dalam Yesaya 11:1-9 menampakkan ciri ini secara khas. Para ahli apokalips pertama banyak membicarakan bagian-bagian alkitab seperti ini serta menghasilkan beberapa gambaran yang menarik tentang zaman itu. 1 Henokh 10:17 dan ayat berikutnya berkata, bahwa orang benar akan hidup hingga usia tua yang baik serta mendapatkan ribuan anak. Benih mereka akan menghasilkan seribu kali lipat; tiap takaran zaitun akan menghasilkan sepuluh perasan minyak, dan sebagainya. Inilah sumber uraian Papias yang terkenal dengan kerajaan seribu tahun.

Yesaya 65:17-22 berbicara tentang langit dan bumi yang diperbaharui, tapi tidaklah jelas, sampai dimana hal ini dimaksudkan untuk diterapkan di bidang rohani dan jasmani. Tapi beberapa apokalip tertentu dari abad-abad pertama sebelum Masehi dan sesudahnya mengemukakan pandangan bahwa kerajaan mesianis, sekalipun akan didirikan di bumi, namun akan bersifat sementara serta akan memberi tempat bagi suatu Kerajaan Surga yang kekal.

Dalam 2 Henokh hal ini dihubungkan dengan pengertian bahwa sejarah dunia akan berlangsung untuk 7000 tahun, sedang 1000 tahun yang terakhir adalah kerajaan 1000 tahun. Sesudah itu kerajaan yang kekal akan mulai dengan suatu ciptaan baru. Bagi penulis ini kerajaan sementara itu terang penting sekali. Dalam dalam 2 Esdras hal itu kurang mendapat perhatian, karena pesimisme penulis mengenai dunia ini. Kerajaan dibatasi hingga 400 tahun lamanya. Pada akhir tahap ini Mesias dan semua yang hidup akan mati.

Mengingat perkembangan terakhir, tidaklah mengherankan bahwa beberapa ahli apokalip meniadakan sama sekali gagasan tentang suatu kerajaan mesianis yang bersifat sementara, dan hanya mengharapkan kerajaan yang kekal di langit yang baru. Demikianlah harapan dari satu garis tradisi, yang diikuti oleh penulis 2 Barukh. Jelas ia merasa bahwa dunia ini tidak layak bagi Kerajaan Allah. "Apa saja yang ada sekarang bukan apa-apa, tetapi apa yang akan ada itulah yang besar sekali. Sebab segala sesuatuyang dapat rusak akan berlalu, dan segala sesuatu yang mati akan pergi dan segala yang termasuk masa kini akan dilupakan, tidak akan ada ingatan apapun terhadap masa kini, yang dinodai oleh kejahatan-kejahatan."

Pandangan apapun yang diambil terhadap tabiat kerajaan itu, biasanya kedatangan digambarkan sebagai tiba-tiba dan tidak diharapkan seperti impian Nebukadnezar dalam Daniel. Tapi dalam beberapa kitab didapati gagasan bahwa kerajaan itu akan mencapai kesempurnaannya hanya beberapa tahap, seperti terdapat dalam Yobel-yobel 33 dan 2 Barukh 73-74. Dalam kitab pertama kerajaan itu digambarkan datang dalam kesempurnaan yang terus bertambah, yaitu jika hukum Taurat dipelajari dan ditaati dengan makin penuh.

Demikian juga semua ahli apokalip mengharapkan bahwa kerajaan itu akan 'segera' datang. Mereka hidup pada akhir zaman itu. Namun dalam beberapa kitab dinyatakan bahwa hari besar itu akan lebih dipercepat lagi dengan pertobatan. "Pada hari Israel bertobat, kerajaan musuh akan dibawa kepada akhirnya." (Testament of Daniel 6:4). Oleh karena itu dalam Mi'raj Musa 1:18 hari terakhir itu disebut "hari pertobatan dalam perkunjungan yang akan diadakan Tuhan dalam penyempurnaan akhir zaman."

Segi yang bermacam-macam dari kerajaan Allah ini tidak boleh tidak mempengaruhi pandangan para penganutnya terhadap kekekalan jiwa. Telah lama diakui, bahwa karena maksud Allah adalah pembentukan kerajaan, maka maksud itu meliputi bukan hanya generasi dari zaman akhir, melainkan segala yang bertabiat ilahi. Karenanya ajaran tentang kebangkitan lebih jelas lagi dijadikan pusat perhatian. Di dalam Perjanjian Lama ajaran itu tampil dalam Yesaya 26:19 dan Daniel 12:3. Tapi sekarang timbul pelunakan. Jika kebangkitan yang diharapkan dianggap berhubungan dengan suatu kerajaan yang penuh berkat-berkat duniawi, sudah barang tentu tubuh kebangkitan memiliki tabiat yang sama dengan tubuh yang sekarang ini.

Demikianlah dalam Kitab-kitab Penujuman Sibilia 3:179-192 disebutkan "Allah akan membentuk lagi tulang-tulang dan debu-debu manusia dan akan membangkitkan orang mati seperti kebangkitan mereka sebelumnya". Maka kebangkitan yang semacam itu terjadi pada awal kerajaan. Tetapi jika kerajaan sementara itu dinantikan, kebangkitan ditunda hingga pada akhir kerajaan. Demikianlah keadaannya dalam Kitab Rahasia Henokh, dimana Allah memberikan kepada Adam, bahwa Ia akan mengambil Adam, dari bumi "pada kedatangan-Ku yang kedua", artinya: pada akhir 7000 tahun dari sejarah dunia itu. Penulis ini agaknya menggambarkan kebangkitan itu sebagai bersifat rohani dan tidak jasmani semata-mata.

Demikian kita baca, "Tuhan berfirman kepada Mikhael, 'Pergilah dan ambil Henokh keluar dari pakaian duniawinya, dan urapilah dia dengan minyak urapan-Ku yang harum, dan kenakanlah kepadanya pakaian kemuliaan-Ku." Penulis-penulis semacam penulis Kebijaksanaan Salomo, yang tidak mengharapkan perealisasian kerajaan yang secara duniawi, secara kebetulan mengharapkan kebangkitan yang akan terjadi segera sesudah kematian. Penulis Kebijaksanaan itu sungguh-sungguh menampakkan pengaruh konsepsi Yunani tentang "ketidakdapatan mati" - paling sedikit bagi para orang benar. Tapi gagasan ini tidak tampak sebagai berasal dari bumi agama Yahudi Palestina, dan gagasan itu pada umumnya tidak diterima.

(c) Mesias

Mesias tidak disebutkan dalam beberapa kitab para nabi Perjanjian Lama. Demikian juga Ia tidak terdapat dalam beberapa kitab apokrip. Karena itu R.H. Charles dalam bukunya "Religious Development between the Old and New Testaments" menyimpulkan, "Dalam kitab nabi-nabi dan apokalip Yahudi itu Mesias bukanlah unsur yang organis dari kerajaan". Sekalipun anggapan bahwa karena seorang penulis tidak menyebut Mesias, hal itu dengan sendirinya mengandung gagasan tentang penolakannya akan pengharapan terhadap Mesias adalah tidak benar, namun pernyataan Charles ini pada umumnya berlaku. Perbedaan besar antara eskatologi Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru terletak pada pentingnya peranan Mesias; dalam Perjanjian Baru eskatologi seluruhnya dikaitkan dengan Pribadi dan pekerjaan Kristus.

Dalam bagian-bagian Perjanjian Lama di mana Mesias memiliki kedudukan paling utama dalam kerajaan, harus diperhatikan, bahwa biasanya Ia mulai memegang peranan sesudah kerajaan didirikan; Ia sendiri tidak mendasarinya. Mazmur 110:1 merangkumkan kedudukan-Nya, "Firman TUHAN kepada tuanku: 'Duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai Ku-buat musuh-musuhmu menjadi tumpuan kakimu'". Dengan demikian juga dalam kebanyakan kitab apokalib Mesias tidak memulai pekerjaan-Nya sampai kerajaan itu didasari. Salah satu dari kekecualian yang paling penting ialah Similitudes of Enoch, yang akan segera dibicarakan.

Lagi, dalam kitab-kitab apokalip. Mesias itu hampir senantiasa datang dari benih Daud, seperti terdapat dalam Perjanjian Lama. Tapi kita menghadapi suatu konsepsi yang penuh teka-teki dalam Testaments of the Twelve Patriarchs. Sebab di situ disebutkan bahwa keselamatan timbul dari Lewi dan Yehuda, bukan dari Yehuda saja. Kebanyakan penafsir bertahan bahwa dalam kitab ini Mesias dipandang keluar dari Lewi. Hal ini dapat dipastikan dalam Testament of Reuben 6:7-12. Juga sama jelasnya bahwa dalam Testament of Judah 22 dan 24, Mesias dinyatakan timbul dari Yehuda. Terlebih-lebih pandangan yang biasa dari "Wasiat-wasiat" itu ialah bahwa keselamatan harus keluar dari Lewi dan Yehuda, bukan dari satu suku saja.

Satu-satunya keterangan yang memuaskan agaknya ialah, bahwa penulis ini menanti-nantikan dua Mesias, bukan satu. Dasar dari pandangan yang mengejutkan semacam itu, bukan melulu karena perbuatan-perbuatan kepahlawanan para pemimpin Makabe yang berasal dari suku Lewi, melainkan karena kepentingan yang dikaitkan penulis ini kepada imamat. Yehuda dijadikan berkata, "Kepadaku Tuhan telah memberikan kerajaan dan kepadanya (Lewi) imamat, dan ia menempatkan kerjaan di bawah imamat.... Seperti halnya langit lebih tinggi daripada bumi, demikianlah imamat Allah lebih tinggi daripada kerajaan duniawi..." Pentingnya perkembangan ini, yang terjadi begitu berdekatan dengan kelahiran Yesus terletak pada persiapan yang dimiliki oleh perkembangan itu di antara orang Yahudi bagi pemberitaan tentang seorang Mesias, yang karya agung-Nya adalah penebusan.

Jika Mesias muncul dalam naskah-naskah Qumran dalam bentuk tunggal, yang dimaksud adalah Mesias keturunan Daud. Tapi kadang-kadang dua Mesias disebut, seorang dari kaum imam dan yang seorang lagi dari kaum awam ("Mesias dari Harun dan Israel"). Mesias dari kaum imam itu akan menjadi kepala negara pada zaman baru, dan Mesias dari kaum awam itu akan berada di bawahnya. Halnya sama seperti "raja" dari wangsa Daud di kawasan yang baru dalam Yehezkiel berada di bawah imamat. Bersamaan dengan dua tokoh yang diurapi ini, masyarakat Qumran menantikan nabi yang sama seperti Musa, akan muncul pada zaman akhir.

Suatu penyimpangan besar yang lain dari gambaran yang tradisional tentang Mesias, adalah gambaran yang diberikan dalam Similitudes of Enoch. Di sini Mesias bukan lagi hanya tokoh manusia. Ia adalah tokoh transenden, yang ditinggikan melebihi segala makhluk. Ia akan dinyatakan pada zaman akhir, bukan hanya untuk memerintah bagi Allah, melainkan untuk mendirikan kerajaan. Ia dihubungkan secara erat, jika tidak disamakan, dengan persekutuan para orang benar dan umat Allah yang terpilih dan diindividualisir dalam seseorang yang benar secara luar biasa --dalam 1 Henokh 71:14 ia diindividualisir dalam diri Henokh, yang dipanggil ilahi untuk menjatuhkan hukuman atas orang-orang fasik pada penentuan terakhir.

Menurut Charles, di sini untuk pertama kali gelar-gelar Kristus, Yang Benar, Yang Terpilih dan Anak Manusia diterapkan kepada Juruselamat yang akan datang. Semua gelar itu muncul dalam Perjanjian Baru. Banyak sarana yang dipakai Allah untuk mempersiapkan jalan Tuhan dan untuk mendatangkan masa genap bagi kedatangan Anak-Nya dari surga, seperti diberitakan Alkitab. Dalam arti ini kitab-kitab ini dengan penunjukannya kepada Juruselamat yang akan datang, adalah penting. Sebab kitab-kitab itu adalah bagian dari keadaan historis yang umum, yang diatur Allah bagi tujuan penyelamatan-Nya. [ðððð]


Sumber: The New Bible Commentary - Revised, Inter-Varsity Press: London, © 1976

Armagedon


Armagedon pada umumnya merujuk kepada akhir zaman atau bencana apokaliptik besar dan dahsyat dalam berbagai agama dan budaya. Kata ini juga dapat merujuk kepada kekalahan besar dalam peperangan sehingga banyak orang yang meninggal atau penggunaan senjata pemusnah massal.

Pengertian

Kata Armagedon diduga berasal dari kata bahasa Ibrani Har Megido (הר מגידו), yang artinya "Bukit Megiddo". Tempat yang dirujuk ini adalah sebuah dataran lembah yang disebut Megiddo, yang merupakan lokasi dari banyak pertempuran yang menentukan di masa purbakala (lihat Pertempuran di Megiddo). Salah satunya yang terjadi pada 609 SM dan digambarkan dalam 2 Raja-raja 28-30 dan 2 Tawarikh 20-25, mengakibatkan kematian Yosias, seorang raja yang muda dan karismatis yang kematiannya mempercepat merosotnya dinasti Daud dan mungkin sekali telah mengilhami kisah-kisah tentang datangnya kembali seorang Mesias dari garis keturunannya. Lembah ini ditandai oleh kehadiran gundukan-gundukan arkeologis atau tel, yang merupakan hasil akumulasi reruntuhan dari pemukiman Zaman Perunggu dan Zaman Besi yang berkembang antara 5.000 tahun lalu dan tahun 650 SM. Sebagian orang mengatakan bahwa kata Armagedon merupakan contoh awal dari sebuah salah kaprah (biasanya kebetulan) yang belakangan memperoleh makna yang baru.

Satu-satunya tempat yang menyebutkan kata Armagedon dalam Alkitab muncul dalam Kitab Wahyu 16:16: "Lalu ia mengumpulkan mereka di tempat, yang dalam bahasa Ibrani disebut Harmagedon."

Namun Alkitab mencakup banyak nas yang merujuk kepada konsep tentang Armagedon. Namun rujukan nubuat Alkitab yang spesifik tidak menunjukkan secara jelas apakah peristiwa-peristiwa itu benar-benar akan terjadi di sini, atau apakah pengumpulan pasukan-pasukan itu hanya dianggap sebagai sebuah tanda.

Memang sejumlah pasukan Romawi pernah dikumpulkan di tempat ini untuk salah satu penyerangan mereka terhadap Yerusalem pada 67 M. Hal ini sesuai dengan penafsiran preteris tentang kejadian-kejadian dalam Wahyu 16:17-21 yang merujuk kepada kejadian-kejadian yang memuncak pada penghancuran Yerusalem pada 70 M.

Sebuah penafsiran lainnya adalah kematian mendadak Yosias, seorang pembaharu agama pada usia 30-an yang memperlihatkan pengharapan besar untuk memperbarui negara teokratis Yahudi, yang menghasilkan mitos-mitos tentang kepulangannya dengan kemenangan. Yosias konon mati di tangan firaun Mesir Neko II justru pada saat kerajaan Daud sedang naik setelah suatu masa kekacauan dan korupsi. Kematiannya mempercepat kemerosotan faksi yang sangat monoteistik di Yudea pada tahun-tahun sebelum pembuangan Babel. Gagasan bahwa seorang raja keturunan Daud suatu hari akan kembali untuk berperang dan menang di Megiddo adalah sebuah contoh tentang mitos mengenai kepulangan yang kekal (the myth of eternal return).

Sebelum Perang Dunia II, Perang Dunia I biasanya dirujuk di koran-koran dan buku-buku sebagai "Armagedon", selain juga "Perang Besar".

Agama Bahá'í

Sebagai bagian dari keseluruhan teologi dari agama Bahá'í, literatur dan riset Bahá'í menafsirkan penggenapan pengharapan-pengharapan di sekitar Pertempuran Armagedon dalam tiga cara, dan ketiga-tiganya telah terjadi. Lihat Catastrophe, Armageddon and Millennium: some aspects of the Bábí-Bahá’í exegesis of apocalyptic symbolism untuk tinjauan mendalam mengenai bahan ini.

Yang pertama berkaitan dengan serangkaian tulisan yang dikarang oleh Bahá'u'lláh, pendiri agama Bahá'í, untuk dikirim ke berbagai raja dan pemimpin negara. Akta dari Yang Dijanjikan yang membahas kekuasaan dunia dengan kritik adalah sebuah kejadian yang menggemparkan.

Yang kedua terkait dengan kejadian-kejadian terinci menjelang akhir Pertempuran Megiddo (1918) dari Perang Dunia I – semacam penggenapan haraiah di mana kekuatan-kekuatan dunia sedang bertempur. Secara khusus kemenangan Jenderal Allenby di Megiddo, yang mencegah Kekaisaran Ottoman menyalibkan 'Abdu'l-Baha, yang saat itu merupakan pemimpin dari agama Baha'i, dipandang oleh umat Baha'i sebagai Pertempuran Armagedon yang harafiah.

Yang ketiga meninjau seluruh perkembangan Perang Dunia (I dan II) (meskipun keduanya dapat dipandang sebagai satu proses yang terdiri dari dua tahap), dan kehancuran yang dihasilkannya terhadap berbagai sarana dan norma dunia sebelum dan sesudahnya.

Saksi-Saksi Yehuwa

Menurut agama Saksi-Saksi Yehuwa, Armagedon adalah pertempuran di mana Setan mempersatukan semua penguasa di muka bumi dalam melawan Raja yang ditunjuk oleh Allah, yaitu Yesus. Jadi, Wahyu mengatakan bahwa Armagedon adalah perang besar dari Yehuwa yang Mahakuasa. Berbeda dengan banyak kelompok Kristen, Saksi-saksi Yehuwa tidak percaya bahwa satu ‘Antikristus’ akan terlibat dalam perang ini. Setan sendiri akan menggerakkan kerajaan-kerajaan dunia untuk memerangi umat pilihan Allah. Wahyu mengatakan bahwa "roh-roh setan … mengadakan perbuatan-perbuatan ajaib, dan mereka pergi mendapatkan raja-raja di seluruh dunia, untuk mengumpulkan mereka guna peperangan pada hari besar, yaitu hari Allah Yang Mahakuasa. (Wahyu 16:14). Namun kemudian, "Tuan di atas segala tuan dan Raja di atas segala raja" karena keadilannya akan mengalahkan mereka demi kemuliaan Allah yang mahakuasa. (Wahyu 17:12-14)

Para Saksi Yehuwa percaya bahwa terbukti dari teks ini bahwa perang ini bukanlah peperangan antara suatu bangsa melawan yang lainnya dengan menggunakan senjata nuklir, biologis, atau senjata pemusnah massal lainnya, karena dikatakan bahwa raja-raja di muka bumi “seia sekata, kekuatan dan kekuasaan mereka mereka berikan kepada binatang itu” untuk melawan Kristus”. Juga jelas bahwa tidak mungkin bahwa seluruh tentara dunia dapat berkumpul di tempat yang relative kecil, yaitu Megiddo di Israel masa kini. Akhirnya, Wahyu 16:16 menyebut Har-Mageddon (Bukit Megiddo) "tempat itu" di mana raja-raja ini dikumpulkan untuk pertempuran yang terakhir.

Karena Bukit Megiddo bukanlah sebuah tempat harafiah, mereka merasa tepatlah bahwa Alkitab menggunakank Megiddo sebagai tempat "simbolis" untuk mengumpulkan semua raja di muka bumi dan di sana mereka akan berusaha berperang melawan Allah dan seluruh kekuatan-Nya. Tindakan raja-raja di muka bumi ini diprovokasi oleh pernyataan dan tanda-tanda yang diilhami oleh roh-roh jahat. (Lihat Wahyu 16:13)

Saksi Yehuwa percaya bahwa tindakan kolektif untuk menganiaya umat pilihan Allah di muka bumi itulah yang akan memicu perang ini. Kitab Yehezkiel ps. 38 mempunyai sebuah nubuat di mana Gog dari negeri Magog mengumpulkan suatu pasukan yang terdiri dari berbagai bangsa untuk menyerang umat Allah, karena percaya bahwa mereka tidak dilindungi. Allah menjawabnya dengan menyebabkan mereka tewas karena saling membunuh. Allah akan menghukum mereka dengan wabah penyakit, banjir besar, hujan es, api dan belerang. Pasal ini ditutup dengan pernyataan Allah bahwa "mereka (bangsa-bangsa) akan mengetahui bahwa Akulah TUHAN ('Yehuwa')".

Armagedon diikuti oleh pembentukan Kerajaan Allah di muka bumi— suatu masa yang biasanya disebut sebagai "Pemerintahan Kristus selama Seribu Tahun ", ketika "naga, si ular tua itu, yaitu Iblis dan Satan ... (diikat selama) seribu tahun lamanya" (Lih. Why 20:1,2). Penghakiman terakhir dan pembersihan dosa-dosa dunia pada akhir milenium, ketika Satan "dilepaskan untuk sedikit waktu lamanya" dan diizinkan untuk "menyesatkan bangsa-bangsa pada keempat penjuru bumi ... mengumpulkan mereka untuk berperang" melawan "perkemahan tentara orang-orang kudus dan kota yang dikasihi itu". Ketika Iblis kalah dalam pertempuran ini, ia akhirnya dilemparkan ke dalam "lautan api dan belerang” (yang melambangkan kehancuran total dan kekal). Mereka yang bergabung bersamanya pun akan dihancurkan untuk selama-lamanya.

Gerakan Rastafari

Artikel utama: Gerakan Rastafari

Menurut Rastafari, Haile Selassielah yang tampil dalam Kitab Wahyu. Armagedon (atau lebih tepatnya "Amagideon") adalah sebuah konsep teologis yang agak berbeda, yang tidak menunjuk pada suatu pertempuran secara spesifik, melainkan pada keadaan umum seluruh dunia sekarang, dan yang semakin tenggelam sejak 1930, dan khususnya sejak 1974. Namun demikian, peranan Selassie dalam Perang Italia-Ethiopia Kedua dalam bnayak hal dianggap sebagai penggenapan dari beberapa nubuat.

Masehi Advent Hari Ketujuh

Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh mempunyai penafsiran bahwa Pertempuran Terakhir Armagedon akan terjadi setelah masa seribu tahun yang disebutkan dalam Kitab Wahyu, di mana orang-orang benar akan tinggal bersama Allah di dalam surga dan orang-orang yang jahat akan dihakimi. Menurut penjelasan ini, Kristus dan orang-orang kudusnya (serta kerajaan surga tempat tinggal mereka sekarang) akan turun ke muka bumi, dan dilindungi dari orang-orang jahat. Kristus akan membangkitkan orang-orang jahat yang telah mati dan kedua pihak akan terlibat dalam sebuah pertempuran terakhir antara kekuatan baik dan jahat. Setan dan para pengikutnya akan berusaha mengalahkan para pengikut Kristus namun mereka akan dikalahkan oleh kekuatan Kristus. Di bawah perintah-Nya, Allah akan menghancurkan Satan dan orang-orang yang jahat untuk selama-lamanya dengan api yang luar biasa dahsyatnya. Bumi akan dibakar dan kemudian, setelah dibersihkan dari semua kejahatan, menurut kedua pasal terakhir Kitab Wahyu, bumi akan dijadikan baru dan dipulihkan ke dalam keadaannya semula sebelum dosa mula-mula masuk ke dalam dunia. Lalu Kristus dan orang-orang kudus yang telah ditebusnya akan dinyatakan menang.

Apokalips


Apokalips (bahasa Yunani: αποκαλυψις -transliterasi: "Apokalypsis"), secara harafiah berarti: penyingkapan kain penutup atau cadar), adalah sebuah istilah yang diartikan sebagai penyingkapan kepada orang-orang tertentu yang mendapatkan hak istimewa tentang sesuatu yang tersembunyi dari umat manusia pada umumnya. Akar kata Yunaninya di dalam Septuaginta sama dengan kata dalam bahasa Ibrani galah (גלה), "menyingkapkan". Kitab terakhir dari Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani berjudul Αποκαλυψις Ιωαννου (Penyingkapan kepada Yohanes), dan seringkali diterjemahkan sebagai Wahyu kepada Santo Yohanes, atau Kitab Wahyu. Sebelumnya di antara orang-orang Yahudi helenistik, istilah ini digunakan untuk sejumlah tulisan yang menggambakan dalam cara nubuat dan perumpamaan, akhir atau keadaan dunia yang akan datang (mis. Apokalips Barukh). Kini seluruh karya tulis seperti ini biasanya dikenal sebagai 'sastra Apokaliptik'. Namun demikian, Apokalips secara teknis merujuk kepada penyingkapan Allah, dalam penyamarannya sebagai sang Mesias, dan bukan kepada seluruh kehancuran dunia yang akan menyertai Penyataan Diri Allah sendiri kepada umat manusia.

Dalam terminologi literatur Yahudi dan Kristen perdana, istilah ini merujuk pada penyingkapan tentang hal-hal yang tersembunyi yang diberikan oleh Allah kepada seorang nabi pilihan. Istilah ini lebih sering digunakan untuk menggambarkan laporan tertulis tentang penyingkapan tersebut. Sastra apokaliptik cukup penting dalam sejarah tradisi Yahudi-Kristen-Islam, sebagai keyakinan seperti misalnya kebangkitan orang yang sudah mati, hari penghakiman, surga dan neraka dijelaskan secara eksplisit di dalamnya. Keyakinan apokaliptik telah ada sebelum hadirnya Kekristenan. Ia muncul dalam agama-agama lain, dan telah bergabung ke dalam masyarakat sekular di masa kini, khususnya melalui budaya populer (lih. Apokaliptisisme). Keyakinan-keyakinan seperti apokalips juga muncul dalam sistem-sistem keagamaan lainnya. Contohnya adalah konsep Hindu tentang pralaya.

Dari abad kedua, istilah "Apokalips" diberlakukan kepada sejumlah buku, baik Yahudi dan Kristen, yang memperlihatkan ciri-ciri khas yang sama. Selain Apokalips Yohanes (yang kini biasanya disebut Kitab Wahyu) termasuk dalam Perjanjian Baru, fragmen Muratoria, Klemens dari Alexandria, dan lain-lainnya menyebutkan Apokalips Petrus. Apokalips Adam dan Abraham (Epifanius) dan Elias (Hieronimus) juga disebutkan; lihat, misalnya, keenam judul seperti ini dalam "Daftar ke-60 Kitab Kanonik".

Jadi, penggunaan kata benda Yunani untuk menunjuk kepada tulisan-tulisan yang tergolong pada kelompok produk sastra tertentu berasal dari orang-orang Kristen, dengan menggunakan Kitab Wahyu dalam Perjanjian Baru sebagai norma aslinya. Pada 1832 Gottfried Christian Friedrich Lücke menjajaki kata "Apokalips" sebagai deskripsi untuk Kitab Wahyu. Penggunaannya diambil dari kata-kata pembukaan kitab ini yang merujuk kepada sebuah apokalips (nubuat) Yesus Kristus yang diberikan kepada Yohanes, yang menuliskan teksnya. Dalam bahasa Yunani kata-kata pembukaannya berbunyi 'Aπōκάλυψις 'Iησōῦ Χριστōῦ.


Ciri-ciri khas

Literatur keagamaan apokaliptik dianggap sebagai sebuah cabang yang khas dari literatur terlarang. Genre ini mempunyai sejumlah ciri khas.

Wahyu tentang hal-hal yang misterius

Apokalips memuat pewahyuan tentang hal-hal yang misterius, hal-hal yang berada di luar jangkauan pengetahuan biasa manusia. Allah memberikan kepada para nabi, atau orang-orang kudus pengajaran sehubungan dengan hal-hal yang tersebmunyi, baik hal-hal yang sama sekali asing bagi pengalaman manusia, atau kejadian-kejadian dalam sejarah manusia yang belum terjadi, atau keduanya.

Beberapa dari rahasia-rahasia surga diugnkapkan, secara lebih atau kurang terinci: maksud-maksud rencana Allah bagi umat manusia; perbuatan dan ciri-ciri para malaikat dan roh-roh jahat; penjelasan tentang fenomena alam; kisah tentang Penciptaan dan sejarah tentang umat manusia yang awal; kejadian-kejadian yang belum terjadi, khususnya yang berkaitan dengan masa depan Israel; akhir dunia; penghakiman terakhir, dan nasib umat manusia; zaman mesianik. Dalam Kitab Henokh, apokalips Yahudi yang paling lengkap, wahyu ini mencakup semua unsur yang beraneka ragam ini.

Rabu, 18 November 2009

Hakikat Menyimak

Hakikat Menyimak

Dalam pengetahuan kebahasaan kita mengenal istilah mendengar, mendengarkan dan menuimak.. Ketiga kata ini tentu mempunyai makna yang berbeda. Secara sekilas, mendengar adalah proses kegiatan menerima bunyi-bunyian yang dilakukan tanpa sengaja atau secara kebetulan saja.

Contoh : Saat Anda mengikuti kegiatan perkuliahan, Anda mendengar benda jatuh. Anda menoleh ke arah suara benda tadi. Anda tidak melihat apa-apa kemudian Anda melanjutkan kembali kegiatannya.

Mendengarkan adalah proses kegiatan menerima bunyi bahasa yang dilakukan dengan senagaja tetapi belum ada unsur pemahaman.

Contoh : Saya sedang membuat materi perkuliahan bahasa Indonesia. Saat saya sedang menulis, tiba-tiba saya mendengarkan lagu kesenangan saya. Kemudian saya berhenti sejenak sambil menikmati lagu tersebut. Setelah lagu selesai, saya mengerjakan tugas lagi.

Sedangkan menyimak adalah suatu proses kegiatan menyimak lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi atau pesan serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan oleh sang pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan (HG.Tarigan : 28)

Contoh : pada saat belajar bahasa Indonesia, saya menyimaknya dengan sungguh-sungguh. Sambil menyimak, saya mencatat hal-hal penting yang ada kaitannya dengan isi pembicaraan. Tanpa saya sadari, sesekali saya mengangguk-anggukkan kepala karena saya memahami apa yang telah dijelaskan. Saat guru memberi kesempatan untuk bertanya, saya bertanya apa yang belum saya pahami. Sebelum berakhir, saya merasa puas mengenai pembelajaran yang telah dibahas.

Setelah Anda membaca dan memahami ketiga kata dan contoh di atas, maka kata apa yang paling tepat digunakan dalam bahan pelatihan ini? Tentu kata menyimak bukan? Oleh sebab itu, dalam pembahasan pembelajaran, konsep atau pengetahuan dalam pelatihan ini istilah yang digunakan adalah istilah menyimak.

Menyimak dalam kehidupan sehari-hari sangatlah penting karena dapat memperoleh informasi untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Begitu juga di sekola, menyimak mempunyai peranan penting karena dengan menyimak siswa dapat menambah ilmu, menerima dan menghargai pendapat orang lain. Oleh sebab itu dalam pembelajaran menyimak memerlukan latihan-latihan yang intensif.

MENYIMAK

Modul 1

HAKIKAT MENYIMAK

Pendahuluan

Modul ini membicarakan tentang hakikat menyimak. Pembicaraan dipusatkan kepada tiga hal yakni :

(1) pengertian, tujuan, dan peranan menyimak

(2) menyimak sebagai proses dan kemampuan penunjang

(3) jenis-jenis menyimak

Pembicaran mengenai ketiga butir tersebut di atas dianggap sangat penting karena beberapa alasan. Pertama, hakikat menyimak merupakan dasar pengetahuan yang sangat fungsional dalam rangka memahami seluk beluk menyimak. Kedua, butir-butir tersebut di atas perlu dipahami para mahasiswa sehingga pengetahuan dan pengalaman menyimak mereka selama ini menjadi lebih bermakna. Dalam alasan kedua ini tersirat pengertian pengetahuan dan pengalaman menyimak mahasiswa dikaitkan dengan teori. Sebagai alasan ketiga, pemahaman ketiga unsur hakikat menyimak sangat membantu para mahasiswa dalam mempelajari modul menyimak berikutnya serat merupakan modal dalam mempraktekkan pengajaran menyimak di kelas.

Setelah mengkaji isi modul ini, mahasiswa diharapkan dapat memahami atau mengetahui pengertian, tujuan, dan peranan menyimak, menyimak sebagai proses dan kemampuan penunjang, serta jenis-jenis menyimak. Tujuan yang sangat umum ini bila dirinci adalah sebagai berikut:

(1) mahasiswa dapat menjelaskan pengertian menyimak

(2) mahasiswa dapat menyebutkan empat tujuan menyimak

(3) mahasiswa dapat menjelaskan pengertian setiap tujuan menyimak

(4) mahasiswa dapat menyebutkan tahap-tahap menyimak

(5) mahasiswa dapat mengidentifikasi kemampuan penunjang dalam setiap tahap menyimak


PENGERTIAN, TUJUAN, DAN PERANAN MENYIMAK

Istilah mendengarkan, mendengar dan menyimak sering kita jumpai dalam dunia pengajaran bahasa. Ketiga istilah itu berkaitan dengan makna.

Peristiwa mendengar biasanya terjadi secara kebetulan, tiba-tiba dan tidak diduga sebelumnya. Karena itu kegiatan mendengar tidak direncanakan. Hal itu terjadi secara kebetulan. Apa yang didengar mungkin tidak dimengerti maknanya dan mungkin pula tidak menjadi perhatian sama sekali. Suara yang didengar masuk telingan kanan dan keluar dari telinga kiri. Dalam hal tertentu suara yang didengar itu dipahami benar-benar maknanya. Hal itu terbukti dari reaksi si pendengar yang bersangkutan.

Mendengarkan setingkat lebih tinggi tarafnya dari mendengar. Bila dalam peristiwa mendengar belum ada faktor kesengajaan , maka dalam peristiwa mendengarkan hal itu sudah ada. Faktor pemahaman biasanya juga mungkin tidak ada karena hal itu belum menjadi tujuan. Mendengarkan sudah mencakup mendengar.

Di antara ketiga istilah teraf tertinggi diduduki istilah menyimak. Dalam peristiwa menyimak sudah ada faktor kesengajaan. Faktor pemahaman merupakan unsur utama dalam setiap peristiwa menyimak. Bila mendengar sudah tercakup dalam mendengarkan maka baik mendengar maupun mendengarkan sudah tercakup dalam menyimak.

Peristiwa menyimak selalu diawali dengan mendengarkan bunyi bahasa baik secara langsung atau pun melalui rekaman, radio atau televisi. Bunyi bahasa yang ditangkap oleh telinga diidentifikasi bunyinya. Pengelompokannya menjadi suku kata, kata, frasa dan klausa, kalimat dan wacana. Lagu dan intonasi yang menyertai ucapan pembicarapun turut diperhatikan oleh penyimak. Bunyi bahasa yang diterima kemudian diinterpretasikan maknanya, ditelaah kebenarannya atau dinilai lalu diambil keputusan menerima atau menolaknya. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan difinisi menyimak sbb :

“ Menyimak adalah suatu proses yang mencakup kegiatan mendengarkan bunyi bahasa, mengidentifikasi, menginterpretasi, menilai dan mereaksi atas makna yang terkandung di dalamnya. “ Menyimak melinbatkan pendengaran, penglihatan, penghayatan, ingatan, pengertian. Bahkan situasi yang menyertai bunyi bahasa yang disimakpun harus diperhitungkan dalam menentukan maknanya.

Penyimak yang baik adalah penyimak yang berencana. Salah satu butir dari perencanaan itu ada alasan tertentu mengapa yang bersangkutan menyimak. Alasan inilah yang kita sebut sebagai tujuan menyimak. Menyimak pada hakikatnya adalah mendengarkan dan memahami isi bahan simakan Karena itu dapat disimpulkan bahwa tujuan utama menyimak adalah menangkap,memahami, atau menghayati pesan,ide, gagasan yang tersirat dalam bahan simakan.

Tujuan yang bersifat umum itu dapat dipecah-pecah menjadi beberapa bagian sesuai dengan aspek tertentu yang ditekankan. Perbedaan dalam tujuan menyebabkan perbedaan dalam aktivitas menyimak yang bersangkutan. Salah satu klasifikasi tujuan menyimak adalah seperti pembagian berikut yaitu menyimak untuk tujuan :

  1. mendapatkan fakta
  2. menganalisis fakta
  3. mengevaluasi fakta
  4. mendapatkan inspirasi
  5. menghibur diri
  6. meningkatkan kemampuan berbicara

Pengumpulan fakta dapat dilakukan dengan berbagai cara. Para peneliti mengumpulkan atau mendapatkan fakta melalui kegiatan penelitian, riset atau eksperimen. Pengumpulan fakta seperti cara ini hanya dapat dilakukan oleh orang-orang terpelajar. Bagi rakyat biasa hal itu jarang atau hampir-hampir tidak dapat dilakukan. Cara lain yang dapat dilakukan dalam pengumpulan fakta ialah melalui membaca. Orang-orang terpelajar sering mendapatkan fakta melakui kegiatan membaca seperti membaca buku-buku ilmu pengetahuan, laporan penelitian, makalah hasil seminar,majalah ilmiah, dan populer, surat kabar, dsb. Hal yang seperti ini pun jarang dilakukan oleh rakyat biasa. Dalam masyarakat tradisional pengumpulan fakta melalui menyimak tersebut banyak sekali digunakan. Dalam masyarakat modern pun pengumpulan fakta melalui menyimak itu masih banyak digunakan.

Kegiatan pengumpulan fakta atau informasi melalui menyimak dapat berwujud dalam berbagai variasi. Misalnya mendengarkan radio, televisi, penyampaian makalah dalam seminar, pidato ilmiah, percakapan dalam keluarga, percakapan dengan tetangga, percakapan dengan teman sekerja, sekelas dsb. Kegiatan pengumpulan fakta atau informasi ini di kalangan pelajar dan mahasiswa banyak sekali dilakukan melalui menyimak. Fakta yang diperoleh melalui kegiatan menyimak ini kemudian dilengkapi dengan kegiatan membaca atau mengadakan eksperimen.

Fakta atau informasi yang telah terkumpul perlu dianalisis. Harus jelas kaitan antarunsur fakta, sebab dan akibat apa yang terkandung di dalamnya. Apa yang disampaikan pembicara harus dikaitkan dengan pengetahuan atau pengalaman menyimak dalam bidang yang relevan. Proses analisis fakta ini harus berlangsung secara konsisten dari saat-ke saat selama proses menyimak berlangsung. Waktu untuk menganalisis fakta itu cukup tersedia asal penyimak dapar menggunakan waktu ekstra. Yang dimaksud waktu ekstra adalah selisih kecepatan pembicaraan 120 – 150 kata per menit dengan kecepatan berpikir menyimak sekitar 300 – 500 kata per menit. Analisis kata sangat penting dan merupakan landasan bagi penilaian fakta. Penilaian akan jitu bila hasil analisis itu benar.

Tujuan ketiga dalam suatu proses menyimak adalah mengevaluasi fakta-fakta yang disampaikan pembicara. Dalam situasi ini penyimak sering mengajukan sejumlah pertanyaan seperti antara lain :

  1. Benarkah fakta yang diajukan?
  2. Relevankah fakta yang diajukan?
  3. Akuratkah fakta yang disampaikan?

Apabila fakta yang disampaikan pembicara sesuai dengan kenyataan, pengalaman dan pengetahuan penyimak maka fakta itu dapat diterima. Sebaliknya bila fakta yang disampaikan kurang akurat atau kurang relevan, atau kurang meyakinkan kebenarannya maka penyimak pantas meragukan fakta tersebut. Hasil pengevaluasian fakta-fakta ini akan berpengaruh kepada kredibilitas isi pembicaraan dan pembicaranya. Setelah selesai mengevaluasi biasanya penyimak akan mengambil simpulan apa isi pembicaraan pantas diterima atau ditolak.

Adakalanya orang menghadiri suatu konvensi, pertemuan ilmiah atau jamuan tertentu, bukan untuk mencari atau mendapatkan fakta. Mereka menyimak pembicaraan orang lain semata-mata untuk tujuan mencari ilham. Penyimak seperti ini biasanya orang yang tidak memerlukan fakta baru. Yang mereka perlukan adalah sugesti, dorongan, suntikan semangat, atau inspirasi guna pemecahan masalah yang sedang mereka hadapi. Mereka ini sangat mengharapkan pembicara yang isnpiratif, sugestif dan penuh gagasan orisinal. Pembicaraan yang semacam ini dapat muncul dari tokoh-tokoh yang disegani, dari direktur perusahaan, orator ulung, tokoh periklanan, salesman dsb.

Sejumlah penyimak datang menghadiri pertunjukan seperti bioskop, sandiwara, atau percakapan untuk menghibur diri. Mereka ini adalah orang-orang yang sudah lelah letih dan jenuh. Mereka perlu penyegaran fisik dan mental agar kondisinya pulih. Karena itulah mereka menyimak untuk tujuan menghibur diri. Sasaran yang mereka pilih pun tertentu, misalnya menyimak pembicaraan cerita-cerita lucu, banyolan percakapan pelawak, menonton pertunjukan yang kocak seperti yang dibawakan Grup Srimulat.

Tujuan menyimak yang lain yaitu untuk meningkatkan keterampilan berbicara. Dalam hal ini penyimak memperhatikan seseorang pembicara pada segi :

1. cara mengorganisasikan bahan pembicaraan

2. cara penyampaian bahan pembicaraan

3. cara memikat perhatian pendengar

4. cara mengarahkan perhatian pendengar

5. cara menggunakan alat-alat bantu seperti mikrofon, alat peraga dsb.

6. cara memulai dan mengakhiri pembicaraan

Semua hal tersebut diperhatikan oleh penyimak dan kemudian dipraktikkan. Menyimak yang seperti inilah yang disebut menyimak untuk tujuan peningkatan kemampuan berbicara. Cara menyimak untuk tujuan peningkatan kemampuan berbicara biasanya dilakukan oleh mereka yang baru belajar menjadi orator dan mereka yang mau menjadi profesional dalam membawa acara atau master ceremony.

Berapa jam manusia menyimak dalam kegiatan sehari-hari? Jawaban pertanyaan itu bagi masyarakat diindonesia belum ada karena penelitian terhadap masalah tersebut sepengetahuan penulis belum pernah ada. Untuk sekedar informasi, penulis kutipan beberapa laporan hasil penelitian yang pernah dilaksanakan oleh para ahli di Amerika serikat. Donald E. Bird melaporkan hasil penelitiannya terhadap mahasiswa Stephene College Girls bahwa mahasiswa pada perguruan tinggi tersebut dalam mengikuti perkuliahan membagi aktivitasnya sebagai berikut:

a. menyimak : 42%

b. berbicara : 25%

c. membaca : 15%

d. menulis : 18%

_____

Jumlah : 100% (Stuart Vhase, Power of Words, Harcourt, Brace & World,

Inc., New York, 1951, halaman 166)

Paul T. Rankin seorang ahli bidang komunikasi, meneliti tentang penggunaan waktu kerja sekelompok manusia, Laporan Rankin adalah sebagai berikut:

a. menyimak : 42%

b. berbicara : 32%

c. membaca : 15%

d. menulis : 11%

_____

Jumlah : 100% (Martin P. Anderson dkk. The speaker and His Audience,

Harper & Row Publisher, New York, Evanston, and London, halaman 158).

Hasil penelitian lainnya walaupun hasilnya agak bervareasi namun tetap membuktikan bahwa kegiatan menyimak lebih lama dari kegiatan berbicara, membaca atau menulis.

Sekarang mari kita perhatikan sejenak bagaiman perbandingan antara kegiatan menyimak dan berbicara dalam suatu diskusi dengan jumlah peserta yang berbeda-beda. Diskusi yang beranggotakan dua orang dan kesempatan berbicara untuk masing-masing anggota setengah jam, maka perbandingan antara kegiatan menyimak dan berbicara adalah 1 : 1. Dalam diskusi yang pesertanya tiga orang dengan kesempatan berbicara masing-masing setengah jam, perbandingan kegiatan menyimak dan berbicara adalah 2 : 1. Bila jumlah peserta diskusi empat orang, maka perbandingan tersebut menjadi 4 :1. Artinya semakin banyak peserta diskusi, semakin lama kegiatan menyimak. Untuk memperjelas uraian diatas perhatikanlah diagram berikut:

No. Urut

Jumlah Peserta

Kesempatan/orang

Perbandingan Bicara-Menyimak

Berbicara

Menyimak

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

2 Orang

3 Orang

4 Orang

5 Orang

6 Orang

7 Orang

8 Orang

½ jam

½ jam

½ jam

½ jam

½ jam

½ jam

½ jam

1x½ jam

2x½ jam

3x½ jam

4x½ jam

5x½ jam

6x½ jam

7x½ jam

1 : 1

1 : 2

1 : 3

1 : 4

1 : 5

1 : 6

1 : 7

Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna di muka bumi ini. Tanda-tanda kesempurnaan ini amat banyak, antara lain kelihatan bahwa manusia (normal) dianugerahi dengan satu mulut dan dua telinga. Apa makna dari kenyataan ini?Kenyataan tersebut mengisyaratkan kepada kita bahwa faktor menyimak sangat penting, setidak-tidaknya, jalur untuk mendengar berbanding jalur untuk berbicara adalah 2:1.

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia dihadapkan dengan berbagai kesibukan menyimak. Dialog di keluarga baik antara anak dan orang tua, antara orang tua, antar anak-anak sendiriaktivitas menyimak terjadi. Keluar dari rumah, terjadi dialog atau percakapan ataupun diskusi dengan teman sepermainan, rekan kerja sekantor, teman sekelas atau teman sejurusan di fakultas. Mungkin juga dialog terjadi di pasar sewaktu berbelanja. Dalam semua peristiwa itu pun aktivitas menyimak terjadi juga. Dalam mengikuti pendidikan baik di tingkat SD, SMP, SMA, ataupun tingkat perguruan tinggi tugas menyimak sangat sering dan harus dilakukan oleh siswa ataupun mahasiswa. Kemajuan ilmu dan teknologi khususnya di bidang komunikasi menyebabkan arus informasi melalui radio, telepon, televisi, rekaman, dan film semakin menderas. Dalam peristiwa ini pun keterampilan menyimka mutlak diperlukan. Pendek kata seribu satu macam kegiatan menuntut manusia terampil menyimak.

Uraian tersebut di atas menggambarkan secara umum betapa fungsionalnya kegiatan menyimak bagi kehidupan manusia. Bila diperinci, peranan menyimak tersebut hasilnya seperti berikut. Menyimak berperan sebagai:

  1. landasan belajar berbahasa
  2. penunjang keterampilan berbicara, membaca, dan menulis
  3. pelancar komunikasi lisan
  4. penambah informasi

Belajar berbahasa dimulai dengan menyimak. Coba perhatikan bagaimana anak kecil belajar bahasa ibunya. Mula-mula yang bersangkutan banyak menyimak rangkaian bunyi bahasa. Bunyi bahasa itu dikaitkan dengan makna. Setelah banyak menyimak, ia mulai meniru ucapan-ucapan yang pernah disimaknya dan kemudian mencoba menerapkannya dalam pembicaraan. Proses menyimak, mengartikan makna, meniru, dan mempraktekkan bunyi bahasa itu dilakukannya berulang-ulang sampai akhirnya yang bersangkutan lancar berbicara.

Hal yang sama terjadi pula pada saat orang dewasa belajar bahasa asing. Yang bersangkutan mulai dengan mendengarkan cara pengucapan fonem, kata, dan kalimat serta menghafalkan maknanya. Langkah berikutnya meniru pengucapan, dan mempraktekannya dalam berbicara. Semakin banyak yang bersangkutan menyimak, meniru, dan berlatih berbicara semakin cepat ia menguasai bahasa yang dipelajarinya.

Melalui proses menyimak, orang dapat menguasai pengucapan fonem, kosa kata, dan kalimat. Pemahaman terhadap fonem, kata, dan kalimat serta menghafalkannya dalam berbicara. Semakin banyak yang bersangkutan menyimak, meniru, dan berlatih berbicara, semakin cepat ia menguasai bahasa yang dipelajarinya.

Melalui proses menyimak, orang dapat menguasai pengucapan fonem, kosa kata, dan kalimat. Pemahaman terhadap fonem, kata dan kalimat ini sangat membantu yang bersangkutan dalam kegiatan berbicara, membaca, ataupun menulis. Petunjuk-petunjuk dalam belajar berbicara, membaca, ataupun menulis selalu disampaikan melalui bahasa lisan. Ini berarti bahwa keterampilan menyimak memang benar-benar menunjang keterampilan berbicara, membaca dan menulis.

Komunikasi lisan dapat bebrbentuk jarak dekat dan jarak jauh dengan dua arah atau satu arah. Dalam komunikasi lisan dua arah, juga yang satu arah, faktor menyimak sangat penting. Penyimak harus memahami benar apa yang diutarakan pembicara. Bila penyimak memahami apa yang disampaikan pembicara maka ia dapat memberikan reaksi, respon, atau tanggapan yang tepat. Terutama dalam komunikasi lisan dua arah, menyimak berperan sebagai pelancar jalannya komunikasi. Pada giliran memberikan reaksi atas apa yang telah disimak, penyimak berubah manjadi pembicara, sedang pembicara pertama beralih fungsi sebagai penyimak. Bila penyimak kedua ini benar-benar menyimak pembicaraan teman bicaranya, maka ia dapat memberikan reaksi yang tepat pula. Dengan demikian terjadilah komunikasi dua arah yang lancar.

Menyimak merupakan salah satu sarana ampuh dalam menjaring informasi. Berbagai ragam pengetahuan atau informasi dapat dikuasai melalui menyimak. Kita dapat menyimak siaran radio dan televisi, pembicaraan para ahli dalam diskusi, seminar, konvensi, atau pertemuan ilmiah. Kita pun dapat mengundang para pakar di bidangnya berceramah dan ceramahnya kita simak. Karena itu dapatlah disimpulkan bahwa salah satu peranan menyimak adalah sebagai penambah informasi.


2. MENYIMAK SEBAGAI SUATU PROSES PENUNJANG DAN KEMAMPUAN PENUNJANGNYA

Pada hakikatnya, menyimak berarti mendengarkan dan memahami bunyi bahasa. Namun sebelum sampai kepada taraf pemahaman, yang bersangkutan harus menapaki jalan yang berliku-liku. Artinya, yang bersangkutan harus berupaya bersungguh-sungguh. Kenyataan ini membuktikan bahwa menyimak sebenarnya bersifat aktif.

Bial perhatian kita hanya berpusat pada aktivitas fisik penyimak selama yang bersangkutan terlibat dalam peristiwa menyimak, maka seolah-olah menyimak memang benar bersifat pasif. Anggapan seperti ini memang pernah dianut orang. Tetapi kini anggapan seperti itu sudah ditinggalkan. Meyimak dianggap bersifat aktif-reseptif.

Setiap orang yang terlibat dalam proses menyimak harus menggunakan sejumlah kemampuan. Jumlah kemampuan yang digunakan itu sesuai dengan aktivitas penyimak. Pada saat penyimak menangkap bunyi bahasa, yang bersangkutan harus menggunakan kemampuan memusatkan perhatian. Bunyi yang ditangkap perlu diidentifikasi. Di sini diperlukan kemampuan linguistik. Kembali, bunyi yang sudah diidentifikasi itu harus diidentifikasi dan dipahami maknannya. Dala hal ini penyimak harus menggunakan kemampuan linguistik dan non-linguistik. Makna yang sudah diidentifikasi dan dipahami, makna itu harus pula ditelaah, dikaji, dipertimbangkan, dan dikaitkan dengan pengalaman serta pengetahuan yang dimiliki si penyimak. Pada situasi ini diperlukan kemampuan mengevaluasi.

Melalui kegiatan menilai ini, maka si penyimak sampai pada tahap mengambil keputusan apakah dia menerima, meragukan, atau menolak isi bahan simakan. Kecermatan managgapi isi bahan simakan membutuhkan kemampuan mereaksi atau menanggapi.

Beberapa orang ahli pengajaran bahasa beranggapan bahwa menyimak adalah suatu proses. Loban membagi proses menyimak tersebut atas tiga tahap, yakni pemahaman, penginterpelasikan, dan penilaian. Logan dan Greene membagi proses menyimak atas empat tahap, yakni mendengarkan, memahami, mengevaluasi, dan menanggapi. Walker Morris membagi proses menyimak itu atas lima tahap, yakni mendengar, perhatian, persepsi, menilai, dan menanggapi.

Berdasarkan keteraguan dan pendapat para ahli pengajaran bahasa tersebut di atas penyusun modul ini berkesimpulan bahwa menyimak adalah suatu proses. Proses menyimak tersebut mencakup enam tahap, yakni:

  1. mendengar
  2. mengidentifikasikan
  3. menginterpretasi
  4. memahami
  5. menilai
  6. menanggapi

Dalam tahap mendengar, penyimak berusaha menagkap pesan pembicara yang sudah diterjemahkan dalam bentuk bunyi bahasa. Untuk menangkap bunyi bahasaitu diperlukan telinga yang peka dan perhatian terpusat.

Bunyi yang sudah ditangkap perlu diidentifikasi, dikenali dan dikelompokkan menjadi suku kata, kata, kelompk kata, kalimat, paragraf, atau wacana. Pengidentifikasian bunyi bahasa akan semakin sempurna apabila penyimak memiliki kemampuan linguistik.

Kemudian, bunyi bahasa itu perlu diinterprestasikan maknannya. Perlu diupayakan agar interpretasi makna ini sesuai atau mendekati makna yang dimaksudkan oleh pembicara.

Setelah proses penginterpretasian makna selesai, maka penyimak dituntut untuk memahamiatau menghayati makna itu. Hal ini sangat perlu buat langkah berikutnya, yakni penilaian.

Makna pesan yang sudah dipahami kemudian ditelaah, dikaji, dipertimbangkan, dikaitkan dengan pengalaman, dan pengetahuan penyimak. Kualitas hasil penilaian sangat tergantung kepada kualitas pengetahuan dan pengetahuan penyimak.

Tahap akhir dari proses menyimak ialah menanggapi makna pesan yang telah selesai dinilai. Tanggapan atau reaksi penyimak terhadap pesan yang diterimanya dapat berujud berbagai bentuk seperti mengagguk-angguk tanda setuju, mencibir atau mengerjakan sesuatu.

Menyimak adalah suatu proses. Proses itu terbagi atas tahap-tahap, yakni:

  1. mendengar
  2. mengidentifikasi
  3. menginterpretasi
  4. memahami
  5. menilai
  6. menaggapi

Dalam setiap tahap itu diperlukan kemampuan tertentu agar proses menyimak dapat berjalan mulus. Misalnya, dalam fase mendengar bunyi bahasa diperlukan kemampuan menangkap bunyi. Telinga penyimak harus peka. Gangguan pada alat pendengaran menyebabkan penangkapan bunyi kurang sempurna. Di samping itu penyimak ditunutut pula dapat mengingat bunyi yang telah ditangkap oleh telinganya. Kemampuan menangkap danmengingat itu harus dilandasi kemampuan memusatkan perhatian.

Kemampuan memusatkan perhatian sangat penting dalam menyimak, baik sebelum, sedang maupun setelah proses menyimak berlangsung. Artinya kemampuan memusatkan perhatian selalu diperlukan dalam setiap fase menyimak. Memusatkan perhatian terhadap sesuatu berarti yang bersangkutan memusatkan pikiran dan perasaannya pada objek itu.

Memusatkan perhatian merupakan pekerjaan yang sangat melelahkan. Karena itu kemampuan memusatkan perhatian tidak sama pada setiap saat. Hanya tiga perempat dari jumlah orang dewasa dapat meusatkan perhatiannya kepada bagian simakan dalam 15 menit pertama. Dalam 15 menit bagian kedua jumlah itu meyusut menjadi setengahnya. Dan 15 menit bagian ketiga jumlah itu hanya tingghal seperempatnya. Menyimak setelah lewat waktu 45 menit merupakan pekerjaan sia-sia karena pendengar sudah tak dapat lagi memusatkan perhatiannya.

Disamping kemampuan memusatkan kemampuan memusatkan perhatian, masih ada satu kemampuan lagi yang diperlukan dalam setiap fase menyimak, yakni kemampuan menyimak, kemampuan mengingat digunakan untuk hal-hal yang berkaitan dengan hal yang akan disampaikan. Pada saat menyimak berlangsung, kemampuan menyimak digunakan untuk mengingat bunyi yang sudah didengar, pernagkat kebahasaan untuk mengidentifikasi dan menafsirkan makna bunyi bahasa. Dalam fase menilai perlu diingat kembali isi pesan bahan simakan, hasil penilaian, tuntutan isi bahan simakan, sebagai landasan menyusun reaksi, respon, atau tanggapan yang tepat.

Perlu didasari bahwa kemempuan mengingat seseorang terbatas. Apa yang sudah ditangkap, dipahami, diketahui bila disimpan dalam dua bulan sudah berkurang setengahnya saat diproduksi kembali. Mungkin dalam dua bulan berikutnya hanya tinggal sedikit yang tinggal. Karena itu diperlukan penyegaran, misalnya, membaca kembali sumbernya, memperhatikan kebali catat-annya, mengekspresikan kembali simpanan itu baik secara lisan maupun tulisan.

Dalam fase mengidentifikasi, menginterpretasi, dan memahami diperlukan tiga atau empat kemampuan. Dan diantaranya, yakni kemampuan linguistik dan non-linguistik akan dijelaskan dalam paragraf berikut.

Melalui proses persepsi bunyi yang ditangkap oleh gendang pendengaran diteruskan ke syaraf-syaraf pendengaran. Penyimak menterjemahkan pesan dalam bentuk bunyi bahasa itu. Di sini diperlukan kemampuan linguistik. Penyimak harus memahami susunan dan makna dari fonem, kata,kalimat paragraf atau wacana yang telah dilisankan. Tidak hanya itu, gerak-gerik tubuh, ekspresi wajah, cara pengucapan, nada, dan intonasi pembicara, serta situasi yang menyertai pembicara perlu dipahami agar penafsiran makna dan pemahaman makna tepat. Kemampuan yang terakhir ini disebut kemampuan nonlinguistik.

Pesan yang sudah ditangkap, ditafsirkan dan dipahami maknanya. Setelah itu makna pesan itu perlu pula ditelaah, dikaji, diuji kebenaran isinya. Di sini diperlukan pengalaman yang luas, kedalaman dan keluasan ilmu dari penyimak. Kualitas hasil pengujian sangat ditentukan oleh kualitas orang yang mengujinya. Dalam fase menilai inilah diperlukan kemampuan menilai.

Bunyi bahasa yang disampaikan oleh pembicara diterima oleh penyimak. Bunyi itu kemudian diidentifikasi, ditafsirkan, dipahami maknanya. Makna itu kemudian dikaji dari berbagai segi. Hasil pengkajian itu digunakan sebagai dasar untuk memberikan reaksi, respon atau tanggapan. Di sini diperlukan kemampuan memberikan tanggapan.

Kualitas tanggapan diwarnai dan dipengaruhi oleh kualitas penangkapan pesan, penginterpretasian makna pesan, pemahaman makna pesan, penilaian pesan, dan ketepatan memberikan reaksi atas makna pesan. Kualitas individu yang berbeda menyebabkan reaksi yang berbeda atas makna pesan yang sama.

Kualitas pesan yang diterima menentukan ragam respon yang terjadi. Pesan yang kebenarannya diragukan kurang meyakinkan, atau pesan yang tidak didukung oleh argumentasi yang kuat akan menimbulkan reaksi cemooh, cibiran atau gelengan kepala penyimak. Serbaliknya pesan yang meyakinkan akan menghadirkan reaksi mengiakan, mengangguk, acungan jempol dari penyimak.

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam setiap fase penyimak diperlukan kemampuan tertentu. Kemampuan inilah yang dimaksud dengan kemampuan penunjang menyimak. Menurut pengamatan penulis, paling sedikit ada tujuh kemampuan penunjang penyimak yaitu :

1. kemampuan memusatkan perhatian

2. kemampuan mengingat

3. kemampuan menangkap bunyi

4. kemampuan linguistik

5. kemampuan nonlinguistik

6. kemampuan menilai

7. kemampuan menanggapi

3. JENIS-JENIS MENYIMAK

Apabila kita membaca dan memperhatikan berbagai buku literatur mengenai menyimak, maka akan ditemui jenis dan nama menyimak. Misalnya menyimak terputus-putus, menyimak dangkal, menyimak sekelumit, menyimak sosial, menyimak kritis, menyimak responsif dan sebagainya. Keanekaragaman nama menyimak ini disebabkan oleh pengklasifikasian menyimak dengan titik pandang yang berbeda-beda pula.

Menurut pengamatan penulis, paling sedikit ada tujuh titik pandang yang digunakan sebagai dasar pengklasifikasian menyimak. Ketujuh titik pandang itu adalah :

1. sumber suara

2. taraf aktivitas menyimak

3. taraf hasil simakan

4. keterbatasan penyimak dan kemampuan khusus

5. cara penyimakan bahan simakan

6. tujuan menyimak

7. tujuan spesifik

Berdasarkan sumber suara yang disimak, dikenal dua jenis nama penyimak yaitu intrapersonal listening atau menyimak intrapribadi dan interpersonal listening atau menyimak antarpribadi. Sumber suara yang disimak dapat berasal dari diri kita sendiri. Ini terjadi di saat kita menyendiri merenungkam nasib diri, menyesali perbuatan sendiri, atau berkata-kata dengan diri sendiri. Jenis menyimak yang seperti inilah yang disebut intrapersonal listening. Sumber suara yang disimak dapat pula berasal dari luar diri penyimak. Menyimak yang seperti inilah yang paling banyak kita lakukan misalnya dalam percakapan, diskusi, seminar, dan sebagainya. Jenis menyimak yang seperti ini disebut inter personal listening.

Taraf aktivitas penyimak dalam menyimak dapat dibedakan atas kegiatan bertaraf rendah dan bertaraf tinggi. Dalam aktivitas bertarf rendah penyimak baru sampai pada kegiatan memberikan dorongan, perhatian, dan menunjang pembicaraan. Biasanya aktivitas itu bersifat nonverbal seperti mengangguk-angguk, senyum, sikap tertib dan penuh perhatian atau melalui ucapan-ucapan pendek seperti benar, saya setuju, ya, ya dan sebagainya. Menyimak dalam taraf rendah ini dikenal dengan nama silent listening. Dalam aktivitas yang bertaraf tinggi, penyimak sudah dapat mengutarakan kembali isi bahan simakan. Pengutaraan kembali isi bahan simakan menandakan bahwa penyimak sudah memahami isi bahan simakan. Jenis menyimak seperti ini disebut dengan nama active listening.

Taraf hasil simakan bervariasi merentang mulai dari taraf terendah sampai taraf mendalam. Berdasarkan taraf hasil simakan tersebut dikenal sembilan jenis penyimak. Yaitu :

  1. Menyimak tanpa mereaksi : penyimak mendengar sesuatu berupa suaraatau teriakan, namun yang bersangkutan tidak memberikan reaksi apa-apa. Suara masuk ke telinga kiri keluar dari telinga kanan.
  2. Menyimak terputus-putus : penyimak sebentar menyimak sebentar tidak menyimak, kemudian meneruskan menyimak lagi dan seterusnya. Pikiran penyimak bercabang, tidak terpusat pada bahan simakan.
  3. Menyimak terpusat : pikiran penyimak terpusat pada sesuatu, misalnya pada aba-aba untuk mengetahui bila saatnya mengerjakan sesuatu.
  4. Menyimak pasif : menyimak pasif hampir sama dengan menyimak tanpa mereaksi. Dalam menyimak pasif sudah ada reaksi walau sedikit.
  5. Menyimak dangkal : penyimak hanya menangkap sebagian isi simakan. Bagian-bagian yang penting tidak disimak., mungkin karena sudah tahu, menyetujui atau menerima.
  6. Menyimak untuk membandingkan : penyimak menyimak sesuatu pesan, kemudian menbandingkan isi pesan itu dengan pengalaman dan pengetahuan penyimak yang relevan.
  7. Menyimak organisasi materi : penyimak berusaha mengetahui organisasi materi yang disampaikan pembicara, ide pokoknya beserta detail penunjangnya.
  8. Menyimak kritis : penyimak menganalisis secara kritis terhadap materi yang disampaikan pembicara. Bila diperlukan, penyimak minta data atau keterangan terhadap pernyataan yang disampaikan pembicara.
  9. Menyimak kreatif & apresiatif : penyimak memberikan responsi mental dan fisik yang asli terhadap bahan simakan yang diterima.

Komisi kurikulum pengajaran bahasa Inggris di Amerika Serikat melandaskan klasifikasi menyimak pada taraf hasil simakan dan keterampilan khusus yang diperlukan dalam menyimak. Menurut komisi tersebut ada empat jenis menyimak. Nama setiap jenis menyimak beserta alasannya seperti di bawah ini :

  1. Menyimak marginal : Menyimak marginal atau sekelumit, biasa juga disebut menyimak pasif. Orang yang sedang belajar sambil mendengarkan siaran radio adalah contoh menyimak marginal. Perhatian menyimak terhadap siaran radio hanya sambilan, sedikit atau kecil.
  2. Menyimak apresiatif. Penyimak larut dalam bahan yang disimaknya. Ia terpaku dan terpukau dalam menikmati drmatisasi cerita atau puis, dalam menyimak pemecahan masalah yang disajikan secara orisinil oleh pembicara. Ecara imajinatif penyimak seolah-olah ikut mengalami, merasakan, melakukan karakter pelaku cerita yang dilisankan.
  3. Menyimak atentif. Penyimak dalam menyimak atentif dituntut memahami secara tepat isi bahan simakan. Misalnya menyimak isi petunjuk, pengumuman dan perkenalan.salah satu karateristik jenis menyimak ini ialah penyimak tidak berpartisipasi secara langsung seperti dalam percakapan, diskusi, tanya jawab dan sejenisnya.
  4. Menyimak analisis : Penyimak mempertimbangkan, menelaah, mengkaji isi bahan simakan yang diterimanya. Bila diperlukan, isi simakan dibandingkan dan dipertentangkan dengan pengalaman dan pengetahuan penyimak. Jenis menyimak ini perlu dikuasai oleh siswa atau mahasiswa agar mereka dapat menilai secara kritis apa yang mereka simak.

Klasifikasi menyimak dapat pula didasarkan kepada cara penyimakan bahan simakan. Cara menyimak isi bahan simakan mempengaruhi kedalaman dan keluasan hasil simakan. Berdasarkan cara penyimakan dikenal dua jenis menyimak :

  1. Menyimak intensif. Penyimak memahami secara terinci, teliti dan mendalam bahan yang disimak. Menyimak intensif mencakup menyimak kritis, menyimak konsentratif, menyimak kreatif, menyimak eksploratori, menyimak interogatif, dan menyimak selektif.
  2. menyimak ekstensif. Penyimak memahami isi bahan simakan secara sepintas, umum, dalam garis besar, atau butir-butir penting tertentu. Menyimak ekstensif meliputi menyimak sosial, menyimak sekunder, menyimak estetis, dan menyimak pasif.

Tidyman dan Butterfield mengklasifikasikan menyimak atas dasar tujuan menyimak. Hasil pengklasifikasian mereka menghasilkan tujuh jenis menyimak :

  1. Menyimak sederhana : menyimak sederhana terjadi dalam percakapan dengan teman atau bertelepon.
  2. Menyimak diskriminatif : Menyimak untuk membedakan suara, perubahan suara seperti membedakan suara burung, suara mobil, suara orang dalam senang, marah, atau kecewa.
  3. Menyimak santai : Menyimak untuk tujuan kesenangan misalnya pembacaan puisi, cerita pendek, rekaman dagelan atau lawak.
  4. Menyimak informatif : Menyimak untuk mencari informasi seperti menyimak pengumuman, jawaban pertanyaan, mendaftar ide dsb.
  5. Menyimak literatur : Menyimak untuk mengorganisasikan ide seperti penyusunan materi dari berbagai sumber, pembahasan hasil penemuan, merangkum, membedakan butir-butir dalam pidato, mencari penjelasan butir tertentu.
  6. Menyimak kritis : Menyimak untuk menganalisis tujuan pembicara, misalnya dalam diskusi, perdebatan, percakapan, khotbah atau untuk mengetahui penyimpangan emosi, melebih-lebihkan propaganda, kejengkelan, kebingungan dan sebagainya.

Logan dan kawan-kawan mengklasifikasikan menyimak atas dasar tujuan juga, yakni tujuan khusus. Menurut mereka ada tujuh jenis menyimak yang perlu dikembangkan melalui pengajaran bahasa bagi siswa di sekolah. Jenis dan penjelasan setiap menyimak tersebut adalah :

  1. Menyimak untuk belajar : Melalui kegiatan menyimak seseorang mempelajari berbagai hal yang dibutuhkan. Misalnya para siswa menyimak ceramah guru sejarah, guru bahasa Indonesia, botani dan sebagainya; mahasiswa mendengarkan siaran radio, televisi, diskusi dan sebagainya.
  2. Menyimak untuk menghibur : Penyimak, menyimak sesuatu untuk menghibur dirinya, misalnya, menyimak pembacaan cerita-cerita lucu, dagelan, pertunjukan sandiwara, film dan sebagainya.
  3. Menyimak untuk menilai : Penyimak mendengarkan dan memahami isi simakan kemudian menelaah, mengkaji, menguji, membandingkan dengan pengalaman dan pengetahuan menyimak.
  4. Menyimak apresiatif : Penyimak memahami, menghayati, mengapresiasi isi bahan simakan. Misalnya menyimak pembacaan puisi, cerita pendek, roman, menyimak pertunjukan sandiwara dan lain-lain.
  5. Menyimak untuk mengkomunikasikan ide dan perasaan : Penyimak memahami, merasakan ide, gagasan, perasaan pembicara sehingga terjadi sambung rasa antara pembicara dengan pendengar.
  6. Menyimak diskriminatif : Menyimak untuk membedakan bunyi, suara. Dalam belajar bahasa Inggris misalnya siswa harus dapat membedakan bunyi [ i ] dan [ i: ].
  7. Menyimak pemecahan masalah : Penyimak mengikuti uraian pemecahan masalah secara kreatif dan analitis yang disampaikan oleh pembicara. Mungkin juga penyimak dapat memecahkan masalah yang dihadapinya, secara kreatif dan analitis setelah yang bersangkutan mendapat informasi dari menyimak sesuatu. ( Logan dan kawan-kawan, Creative Communication, Teaching The Language Arts, Mc Grawa Hill Ryerson Limited, Montreal, Canada, 1972, hal 42 )

Modul 2

EFEKTIVITAS MENYIMAK

PENDAHULUAN

Modul kedua ini membahas efektivitas menyimak secara umum dengan fokus pembicaraan tiga butir masalah, yakni:

  1. faktor keberhasilan menyimak
  2. ciri penyimak ideal dan duga daya simak
  3. meningkatkan daya simak

pembahasan butir (1), (2), dan (3) dianggap sangat penting mengingat berbagai alasan. Secara umum dapat dipastikan setiap penyimak berkeinginan untuk menjadi penyimak yang berkualitas, penyimak yang efektif. Hal yang sama tentu juga berlaku bagi para mahasiswa yang bersangkutan mengenal, menghayati, dan menguasai faktor penentu keberhasilan menyimak, ciri menyimak ideal, serta cara-cara meningkatkan daya simak. Pembicaraan butir (1), (2), dan (3) pun sangat penting bagi memperkuat landasan pembahasan bagian modul berikutnya, serta merupakan modal utama bagi pengajaran menyimak nantinya, saat mahasiswa sudah bertugas sebagai guru bahasa Indonesia di kelas.

Di bagian akhir proses pengkajian modul ini, mahasiswa diharapkan dapat memenuhi, mengenal, atau mengetahui faktor penentu keberhasilan menyimak, ciri menyimak ideal, serta cara-cara meningkatkan daya simak. Tujuan yang masih bersifat umum tersebut di atas dapat dirinci menjadi tujuan yang khusus sebagai berikut:

  1. mahasiswa dapat menyebutkan semua faktor keberhasilan menyimak
  2. mahasiswa dapat menjelaskan pengertian semua penentu keberhasilan menyimak
  3. mahasiswa dapat menyebutkan semua ciri penyimak ideal
  4. mahasiswa dapat menjelaskan pengertian semua ciri penyimak yang ideal
  5. mahasiswa dapat menyebutkan manfaat pengenalan dan daya simak diri
  6. mahasiswa dapat menyusun skenario pelaksanaan cara peningkatan daya simak


FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN MENYIMAK

Dalam modul pertama sudah disinggung bahwa menyimak sangat fungsional dalam kehidupan sehari-hari manusia. Artinya, setiap insan tak akan terlepas dari kegiatan menyimak. Rakyat jelata menyimak, para pedagang menyimak, mahasiswa dan pelajar sering harus menyimak dosen atau gurunya, para ilmuwanpun harus menyimak dalam berbagai kegiatan seperti pidato ilmiah, seminar, diskusi, dan sebagainya. Kegiatan menyimak selalu terjadi dimana saja, kapan saja, dan dilakukan oleh siapa saja.

Berikut ini disajikan beberapa gambaran peristiwa menyimak yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Perhatikan faktor-faktor yang terlibat dalam setiap contoh.

(1) Ganda mengikuti dengan cermat tanya-jawab antara wartawan olah raga dengan Robby Darwis yang disiarkan melalui televisi. Inti pertanyaan berkisar tentang hukuman yang dijatuhkan wasit Malaysia terhadap Darwis. Ganda sangat berminat terhadap masalah tersebut, sehingga ia mengikuti acara itu sampai selesai.

(2) Kelompencapir Mayangsari sedang mendengarkan siaran pedesaan dari RRI Bandung. Mereka berdesak-desakan duduk di ruang tamu, rumah Pak Hasan. Sebentar-sebentar suara mesin mobil menderu mengalahkan suara penyiar. Udara di ruangan itu pengap dipenuhi asap rokok. Siaran yang berisi cara memelihara domba itu tidak bisa mereka tangkap sepenuhnya.

(3) Anggota Koperasi Mahasiswa FPBS IKIP Bandung, mendengarkan dengan cermat ceramah koperasi yang disampaikan oleh dekan. Sebentar-sebentar mahasiwa itu bertanya ini-itu, kadang-kadang minta diulangi, dijelaskan lagi butir-butir tertentu. Kegiatan itu berlangsung digedung baru. Suasana akrab, meriah, kadang-kadang serius.

(4) Halimah, mahasiswa tingkat pertama, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, IKIP Bandung, dengan tekun dan penuh perhatian mengikuti kuliah menyimak. Materi yang direncanakan dosen mencakup pengertian, peranan, dan jenis-jenis menyimak. Kuliah tersebut berlangsung di ruang 19 pagi-pagi jam 7.00.

Bila pembaca jeli memperhatikan contoh tang tertera pada nomor (1),(2),(3), dan (4) maka akan ditemui sejumlah faktor pendukung setiap peristiwa menyimak. Faktor-faktor itu ada yang sering berulang, ada yang berbeda, ada yang lengkap, dan ada pula yang tidak lengkap. Peristiwa menyimak selalu mencakup faktor pembicara, bahan yang dibicarakn, pendengar, waktu, peralatan, suasana, keadaan cuaca, ruangan, dan sebagainya.

Karena sering dikatakan orang bahwa efektivitas menyimak bergantung kepada sejumlah faktor. Salah seorang ahli bahasa mengklarifikasikan faktor-faktor itu menjadi empat bagian, yaitu:

    1. pembicara
    2. pembicaraan
    3. situasi
    4. penyimak

Pembicara adalah orang yang menyampaikan pesan, ide, informasi kepada para pendengar melalui bahasa lisan. Kualitas pembicara, keahliannya, karismanya, dan kepaopulerannya sangat berpengaruh kepada para pendengarnya. Karena itu ada sejumlah tuntutan yang dialamatkan kepada pembicara seperti:

(1) Penguasaan materi: Pembicara harus menguasai, memahami, menghayati, benar-benar materi yang akan disampaikannya kepada para pendengar. Akan lebih baik apabila pembicara adalah pakar, dalam bidang yang disampaikan tersebut.

(2) Berbahasa baik dan benar: Pembicara harus menyampaikan materi pembicaraannya dalam bahasa yang baik dan benar. Ucapan jelas, intonasi tepat, susunan kalimat sederhana dan benar, pilihan kata atau istilah tepat. Bahasa yang digunakan pembicara dalam menyampaikan materi pembicaraan menarik, sederhana, efektif, dan sesuai dengan taraf pendengarnya.

(3) Percaya diri: Pembicara haru percaya akan kemampuan diri sendiri. Pembicara yang yakin akan kemampuan dirinya akan tampil dengan mantap dan meyakinkan pendengar.

(4) Berbicara sistematis: Pembicara harus berbahasa sistematis. Bahan yang disampaikan harus tersusun secara sistematis dan mudah dimengerti.

(5) Gaya bahasa menarik: Pembicara harus tampil dengan gaya yang menarik dan simpatik. Yang bersangkutan harus menghindari tingkah laku yang dibuat-buat atau berlebih-lebihan. Pembicara yang terlalu “over acting” akan membuat pendengarnya beralih dari isi pesan yang disampaikan kepada tingkah laku yang dianggap aneh itu.

(6) Kontak dnegan pendengar: Pembicara harus menjalin kontak dengan pendengarnya. Pembicara menghargai, menghormati, serta menguasai para pendengarnya.

Pembicaraan adalah materi, isi, pesan, atau informasi yang hendak disampaikan oleh seseorang pembicara kepada pendengarnya. Pembicaraan yang baik harus memenuhi syarat-syarat tertentu seperti:

(1) Aktual: pembicaraan haruslah sesuatu yang baru, hangat, dan aktual. Sesuatu yang baru pastilah lebih menarik, diminati, atau digandrungi oleh pendengar.

(2) Bermakna: Pembicaraan haruslah sesuatu yang berarti, berguna, atau bermakna bagi pendengar. Materi yang bermakna bagi kelompok pendengar A belum tentu bermakna bagi kelompok pendengar B.

(3) Dalam pusat minat mendengar: Pembicaraan haruslah yang berkaitan dengan pendengar. Akan lebih baik lagi bila pembicaraan itu berada dalam lingkaran pusat minat pendengar.

(4) Sistematis: Pembicaraan harus tersusun sistematis, sehingga mudah diikuti dan dipaham pendengar.

(5) Seimbang: Taraf kesukaran pembicaraan harus seimbang dengan taraf kemampuan pendengar. Materi pembicaraan yan terlalu mudah tidak menarik dan berguna bagi pendengar. Sebaliknya materi pembicaran yang terlalu tinggi akan membuat pendengar kewalahan.

Situasi dalam menyimak diartikan segala sesuatu yang menyertai peristiwa menyimak di luar pembicara, pembicaraan, dan menyimak. Situasi tersebut sangatlah berpengaruh dan menentukan kefektifan menyimak. Beberapa hal yan pantas diperhatikan, yang termasuk kategori situasi dalam proses menyimak, antara lain:

(1) Ruangan: Ruangan atau tempat berlangsungnya peristiwa menyimak harus menunjang. Ruangan yan menunjang adalah ruangan yang memenuhi persyaratan akustik, ventilasi, penerangan, penataan tempat duduk pendengar, tempat pembicara, warna ruangan, luas ruangan dan sebagainya.

(2) Waktu: waktu berlangsungnya peristiwa menyimak harus diperhatikan dan diperhitungkan sebaiknya pada saat yang tepat misalnya pagi-pagi, saat-saat pendengar masih segar, rileks, dan sebagainya.

(3) Tenang: Suasana dan lingkungan yang tenang, jauh dari kebisingan, pemandangan yang tidak mengganggu konsentrasi, suasana yang baik antar kelompok pendengar sangat menunjang keefektifan menyimak.

(4) Peralatan: Peralatan yang digunakan dalam peristiwa menyimak haruslah yang mudah dioperasikan, baik produksi suasananya dan berguna dalam melancarkan kegiatan menyimak.

Peristiwa menyimak yang berlangsung dalam ruangan yang baik, waktu yang tepat, suasana tenteram, nyaman, dan menyenangkan serta dilengkapi dengan peralatan yang fungsional dapat diharapkan hasilnya yang efektif.

Penyimak adalah orang yang mendengarkan dan memahami isi bahan simakan yang disampaikan oleh pembicara dalam suatu peristiwa menyimak. Dibandingkan dengan faktor pembicara, pembicaraan dan situasi, faktor penyimak adalah yang terpenting dan paling menentukan keefektifan dalam peristiwa menyimak. Sebab, walau ketiga faktor yang pertama sudah memenuhi segala persyaratan, bila si penyimak tidak mau menyimak maka sia-sialah semuanya. Sebaliknya biarpun ketiga faktor yang pertama kurang memadai, kurang sempurna, asal si penyimak berusaha sungguh-sungguh, tekun, dan kerja keras maka keefektifan menyimak dapat tercapai.

Hal-hal yang perlu diperhatikan menyangkut diri penyimak antara lain:

(1) Kondisi: Kondisi fisik dan mental penyimak dalam keadaan baik dan stabil. Penyimak tidak mungkin menyimak secara efektif bila kondisi fisik dan mentalnya tidak menunjang.

(2) Konsentrasi: penyimak harus dapat memusatkan pikirannya terhadap bahan simakan. Buat sementara yang bersangkutan harus dapat menyingkirkan pikiran-pikiran lain selain bahan simakan.

(3) Bertujuan: penyimak harus bertujuan dalam penyimak. Yang bersagkutan harus dapat merumuskan tujuannya secara tegas sehingga ia mempunyai arah dan pendorong dalam menyimak.

(4) Berminat: Penyimak hendaknya berminat, atau mengusahakan meminati bahan yang disimaknya.

(5) Mempunyai kemampuan linguistik dan nonlinguistik. Penyimak haruslah memiliki kemampuan linguistik agar yang bersangkutan dapat menginterpretasi dan memahami makna yang terkandung dalam bunyi bahasa. Di samping itu penyimak juga harus memiliki kemampuan nonlinguistik. Kemampuan nonlinguistik berguna dalam membaca situasi, menafsirkan gerak-gerik pembicara, perubahan air mukanya, yang berfungsi sebagai pelengkap makna pembicaraannya.

(6) Berpengalaman luas dan berpengetahuan: penyimak juga harus memiliki pengalaman dan pengetahuan luas mendalam akan lebih mudah menerima, mencerna, dan memahami isi bahan simakan.

Penyimak yang dapat memenuhi persyaratan tersebut diatas pasti berhasil dalam setiap peristiwa menyimak. Penyimak yang belum dapat memenuhi persyaratan tersebut jelas akan mengalami berbagai hambatan dalam menyimak. Penyimak seperti golongan terakhir ini sudah dapat dipastikan gagal dalam menyimak.


CIRI MENYIMAK IDEAL

DAN DUGA DAYA SIMAK

Menyimak pernah dianggap dan diperlakukan oleh para ahli, guru bahasa, dan orang awam sebagai suatu hal yang akan dikuasai oleh manusia normal pada waktunya. Perlakuan demikian didasari oleh asumsi bahwa keterampilan menyimak akan dikuasai secara otomatis. Sebagai mana orang dapat bernafas tanpa mempelajari cara bernafas, begitu pula menyimak tidak perlu dipelajari karena pada saatnya orang akan dapat menyimak. Penelitian mengenai menyimak jarang dilakukan. Buku teks jarang ditulis. Pada gilirannya pengajaran menyimak diabaikan.

Lama-kelamaan para ahli menyadari bahwa asumsi yang dipegang selama ini mengenai menyimak, ternyata keliru. Manusia memang dilahirkan dengan potensi dapat menyimak. Namun, potensi itu perlu dikembangkan melalui latihan sistematis, terarah, dan berkesinambungan supaya menjadi kenyataan. Potensi itu akan tetap merupakan potensi bila tidak dipupuk, dikembangkan, atau dibina.

Mulai tahun lima puluhan, menyimak mulai banyak diperhatikan. Menyimak dengan segala aspeknya diteliti. Buku teks menyimak bermunculan. Pengajaran menyimak mulai diperhatikan. Bahkan lebih dari itu, menyimak diperlakukan sebagai mata pelajaran yang mandiri. Sebagai mata pelajaran yang mandiri, menyimak dilaksanakan tersendiri. Tujuan, bahan, metode, media, dan penilaian menyimak direncanakan, dilaksanakan, dan dinilai tersendiri pula.

Dalam pokok bahasan faktor penentu keberhasilan menyimak, sudah dijelaskan faktor-faktor penentu keberhasilan menyimak itu mencakup:

(1) pembicara

(2) pembicaraan

(3) situasi

(4) penyimak

Faktor penyimak ini akan dibicarakan sekali lagi. Fokus pembicaraan mengenai ciri-ciri atau karakteristiknya.

Pengenalan, pemahaman, dan penghayatan ciri-ciri penyimak yang baik atau ideal sangat berguna bagi setiap penyimak. Bagi penyimak yang belum berpengalaman, pengetahuan tentang ciri penyimak ideal itu dapat digunakan sebagai pedoman dalam melatih diri menjadi penyimak yang ideal. Bagi penyimak yang sudah berpengalaman, pengetahuan tersebut dapat digunakan sebagai bahan perbandingan. Yang bersangkutaan dapat menggunakan hal yang dianggap perlu dan membuang hal yang dianggap tak perlu.

Dari hasil pengamatan penulis, paling sedikit ada lima belas ciri penyimak ideal. Berikut ini akan disajikan ciri-ciri tersebut beserta penjelasannya.

(1) Siap fisik dan mental

Penyimak yang baik adalah penyimak yang benar-benar bersiap untuk menyimak. Fisiknya segar, sehat, atau dalam kondisi prima. Mentalnya stabil, pikiran jernih.

(2) Berkonsentrasi

Penyimak yang baik adalah penyimak yang dapat memusatkan perhatiannyakepada bahan simakan. Yang bersangkutan harus dapat menyingkirkan hal-hal lain selain materi simakan.

(3) Bermotivasi

Penyimak yang baik selalu mempunyai motivasi yang kuat dalam menyimak. Yang bersangkutan mungkin mempunyai tujuan menambah pengetahuan, mau belajar tentang sesuatum mau menguji tentang sesuatu dan sebagainya. Hal itulah yang dijadikannya sebagai motivasi atau pemacu, pendorong, penggerak, dalam menyimak.

(4) Objektif

Penyimak yang baik adalah penyimak yang berprasangka, tidak berat sebelah. Yang bersangkutan bukan melihat siapa yang berbicara tetapi apa yang dikatakannya. Bila yang dikatakan itu memang benar, ia terima, bila salah, ia menolak siapapun yang mengatakannya.

(5) Menyeluruh

Penyimak yang baik ialah penyimak yang menyimak bahan simakan secara lengkap, utuh, atau menyeluruh. Ia tidak menyimak meloncat-loncat ataupun terputus-putus, atau hanya menyimak yang disenangi saja.

(6) Menghargai pembicara

Penyimak yang baik ialah penyimak yang menghargai pembicara. Ia tidak menganggap enteng, menyepelakan apa yang disampaikan oleh pembicara. Ia pun tidak mengaggap diri tahu segalanya dan pengetahuannya melebihi pembicara. Penyimak yang baik selalu menghargai pendapat pembicara, walaupun mungkin pendapat itu berbeda dengan pendapatnya.

(7) Selektif

Penyimak yang baik tahu memilih bagian-bagian penting dari bahan simakan yang perlu diperhatikan da diingat. Tidak semua bahan yang diterima diteln mentah-mentah, tetapi dipilihnya bagian–bagian yang bersifat inti.

(8) Sungguh-sungguh

Penyimak yang baik selalu menyimak bahan simakan dengan sesungguh hatinya. Ia tidak akan berpura-pura menyimak padahal hatinya dan perhatiannya ke tempat lain. Yang bersangkutan benar-benar menyimak pesan pembicara walau pesan itu kurang menarik baginya.

(9) Tak mudah terganggu

Penyimak yang baik tak mudah diganggu oleh hal-hal lain di luar bahan simakan. Yang bersangkutan dapat membentengi diri dari berbagai gangguan kecil seperti kebisingan. Kalaupun sekali waktu ia mendapat gangguan yang tak terelakan, ia dengan cepat kembali kepada tugas semula, yakni menyimak.

(10) Cepat menyesuaikan diri

Penyimak yang baik ialah penyimak yang tanggap terhadap situasi. Ia cepat menghayati dan menyesuaikan diri dengan inti pembicaraan, irama pembicaraan, dan gaya pembicara.

(11) Kenal arah pembicaraan

Penyimak yang baik selalu mengenal arah pembicaraan, bahkan sudah dapat menduga ke arah mana pembicaraan berlangsung. Biasanya, pada menit-menit pertama awal pembicaraan, penyimak yang baik sudah mengetahui arah pembicaraan dan barangkali sudah dapat menduga isi pembicaraan.

(12) Kontak dengan pembicara

Penyimak yang baik selalu mengadakan kontak dengan pembicara. Misalnya dengan cara memperhatikan pembicara, memberikan dukungan atau dorongan kepada pembicara melalui ucapan singkat, ya, ya; benar, saya setuju, atau saya sependapat, dan sebagainya. Hal yang sama dapat pula disampaikan melalui gerak-gerik tubuh seperti mengagguk-angguk, mengacungkan jempol dan sebagainya.

(13) Merangkum

Penyimak yang selalu dapat menangkap sebagian besar isi bahan simakan. Hal itu terbukti dari hasil rangkuman penyimak yang disampaikan secara lisan atau tertulis setelah proses menyimak selesai.

(14) Menilai

Penyimak yang baik selalu menilai, menguji, mengkaji, atau menelaah isi bahan simakan yang diterimanya. Fakta yang diterima dikaitkan atau dibandingkan dnegan pengetahuan dan pengalamannya.

(15) Merespons

Sebagai tindak lanjut dari kegiatan penilaian hasil simakan, penyimak menyatakan pendapat terhadap isi pembicaraan tersebut. Yang bersangkutan mungkin setuju atau tidak setuju, sependapat atau tidak sependapat dengan si pembicara. Reaksi atau tanggapn penyimak itu dapat berwujud dalam bentuk mengagguk-angguk, menggeleng-geleng, mengerjakan sesuatu, dan sebagainya.

Ciri-ciri penyimak ideal biasanya diterapkan kepada orang lain. Artinya, bila seseorang menilai apakah orang lain penyimak ideal atau tidak, maka penilai memeriksa karakteristik penyimak yang dinilainya. Patokan penilaian adalah ciri penyimak yang sudah dibicarakan.

Ada kalanya seseorang ingin pula menilai, mengetahui, dan mendapat gambaran kemampuan menyimaknya. Tentang hal itu dia tidak ingin dicampuri atau diketahui orang lain. Keinginan seperti itu dapat dipenuhi melalui “Checking up on my listening”, yang disadur secara bebas menjadi duga daya simak diri.

Duga daya simak diri berisi sebelas pertanyaan pada diri sendiri yang dapat dijawab dengan ya atau tidak. Bila semua pertanyaan itu dapat dijawab dengan ya, artinya Anda mempunyai daya simak tinggi. Sebaliknya bila pertanyaan itu dijawab tidak, Anda mempunyai daya simak yang rendah.

Duga Daya Simak Diri

1. Siapkah saya untuk menyimak?

(1) Sudahkah saya duduk di tempat yang nyaman dna strategis sehingga saya dapat melihat dan mendengarkan si pembicara

(2) Terarahkah pandangan saya kepada pembicara?

2. Berkonsentrasilah saya terhadap pembicaraan yang akan disampaikan?

(1) Dapatkah menyingkirkan pikiran lain pada saat ini?

(2) Siapkah saya memikirkan topik pembicaran dan menghubungkannya dengan pengetahuan siap saya mengenai hal itu?

(3) Bersiapkah saya belajar lebih lanjut mengenai topik yang akan disampaikan?

3. Siapkah saya memulai menyimak?

(1) Pada menit-menit pertama, sadarkah saya ke mana dibawa oleh pembicara?

(2) Dapatkah saya temukan ide pusat sehingga saya dapat mengikutinya sepanjang pembicaraan?

4. Dapatkah saya temukan ide penunjang ide pusat atau pokok?

(1) Saya manfaatkankah petunjuk-petunjuk pembicara (seperti yang pertama, yang terpenting dan sebagainya) guna membantu menyusun ide-ide dalam pikiran saya?

5. Setalah pembicaraan selesai, sudahkah saya evaluasi pembicaraan pembicara?

(1) Sesuaikah pengetahuan baru itu (hasil simakan) dengan pengetahuan siap saya?

(2) Saya pertimbangkan setiap ide yang disampaikan pembicara sehingga saya dapat mengatakan setuju atau tidak setuju dengan pembicara?

(Diterjemahkan secara bebas dari Checking up on my listening, yang dimuat dalam Greene&Petty, 1969:182)


MENINGKATKAN DAYA SIMAK

Setiap manusia dialhirkan dengan sejumlah potensi. Salah satu potensi pembawaan sejak lahir itu adalah potensi mampu menyimak. Potensi harus dibina dan dikembangkan. Melalui latihan menyimak yang terarah dan berkesinambungan, potensi tadi dapat berwujud menjadi kemampuan menyimak yang nyata. Tanpa pembinaan dan pengembangan, potensi tersebut tetap berupa potensi tertutup. Tidak timbuh, ataumati.

Walaupun manusia berlatih menyimak, kemampuan menyimaknya terbatas. Keterbatasan itu dosebabkan oleh daya tangkapnya yang terbatas dan daya ingatannya terbatas pula. Para ahli memperkirakan orang yang cukup mendapat latihan menyimak, dlam kondisi fisik yang segar dan mental yang stabil, hanya dpat menangkap isi bahan simakan 50%. Dalam dua bulan berikutnya yang diingat hanya setengahnya. Mungkin dalam dua bulan berikutnya sisanya sudah menghilang pula.

Menyimak sangat fungsional dalam kehidupan manusia. Melalui menyimak seseorang memperoleh kemungkinan besar mendapatkan informasi. Para ahli berpendapat bahwa sebagian besar dari pengetahuan seseorang dan nilai-nilai yang diyakininya diperoleh melalui kegiatan menyimak. Karena itu sangatlah beralasan bila setiap orang dituntut terampil menyimak.

Kawolda, seorang ahli, menawarkan lima cara untuk mempertajam daya simak. Kelima cara tersebut adalah:

(1) simak-ulang ucap

(2) identifikasi kata kunci

(3) parafrase

(4) merangkum

(5) menjawab pertanyaan.


MODUL 3

BAHAN DAN METODE

PENGAJARAN MENYIMAK

Modul ketiga ini membahas tentang bahan dan metode pengajaran menyimak. Pembicaraan dipusatkan kepada tiga hal, yakni:

(1) Bahan pengajaran

(2) Metode pengajaran

(3) Penilaian dan umpan balik

Bahan, metode, dan penilaian merupakan sebagian dari butir-butir panjang dalam setiap pengajaran, termasuk pengajaran menyimak. Setiap guru atau calon guru harus memahami benar-benar dan mempraktekkan penyusunan bahan, penerapan metode dan penilaian dalam proses belajar mengajar. Jika guru dan calon guru sudah menguasai ketiga hal terseebut, mak ayang bersangkutan akan mendapatkan berbagai manfaat. Pertama, yang bersangkutan dapat merencanakan pengajaran menyimak dengan sebaik-baiknya. Kedua, yang bersangkutan akan tampil di kelas dengan penuh percaya diri, meyakinkan dan mengesankan. Ketiga, pemahaman terhadap ketiga butir tersebut diatas sangat membantu yang bersangkutan dalam melaksanakan pengajaran pokok bahasan lainnya.

Sebagimana modul-modul lainnya, modul ini pun dapat Anda pelajari denagn berbagai cara. Anda dapat mempelajari secara mandiri, berkelompok, berdiskusi, atau secara tutorial. Cara mana pun yang dipilih, pada akhirnya kegiatan belajar-mengajar Anda diharapkan dpat memahami dan menerapkan penyusunan bahan, metode dan penilaian dalam pengajaran menyimak.

Tujuan instruksional umum di atas dapat dirinci menjadi tujuan instruksional khusus seperti berikut yaitu mahasiswa dapat;

  1. menjelaskan kedudukan pengajaran menyimak;
  2. menggunakan bahan pokok bahasan membaca; pragmatik; dan apresiasi menjadi bahan pengajaran menyimak;
  3. menyebutkan manfaat berbagai metode pangajaran menyimak;
  4. meyebutkan ciri metode pengajaran menyimak yang baik;
  5. mengidentifikasi metode pengajaran menyimak;
  6. membuat dua contoh penerapan metode pengajaran menyimak;
  7. menjelaskan pengertian penilaian;
  8. membuat dua contoh penilaian pengajaran menyimak; dan
  9. menyusun langkah tindak lanjut berdasarkan hasil penilaian.


BAHAN PENGAJARAN MENYIMAK

Teori tidak selamanya sejalan dengan prakteknya. Buktinya, tergambar dalam pengajaran menyimak. Kita sudah mengetahui bahwa menyimak sangat fungsional dalam kehidupan manusia. Pengajaran bahasa, baik bahasa pertama ataupun bahasa kedua, harus berlandaskan menyimak. Menyimak juga memperlancar ketrampilan berbicara, membaca, dan menulis. Keterampilan menyimak juga sangat penting dalam memperlancar komunikasi lisan. Menyimak adalah sarana ampuh dalam mengumpulkan informasi.

Sebenarnya menyusun bahan pengajaran menyimka tidak sesukar yang diduga. Hampir sama bahan pengajaran pokok bahasan yang ada dapt dijadikan bahan pengajaran menyimak. Semua bahan pengajaran yang tertulis dialihkan dalam bentuk suara maka jadilah bahan tersebut menjadi bahan pengajaran menyimak.

Bahan pengajaran membaca yang sudah ada dapat dijadikan sebagai bahan pengajaran menyimak. Caranya dengan mengubah bentuk tetulis menjadi bentuk lisan.


METODE PENGAJARAN MENYIMAK

Disamping menguasai materi pelajaran, pengajar dituntut terampil menyampaikan materi itu kepada siswa. Cara penyampaian materi itu disebut dengan istilah metode pengajaran. Keterampilan menyampaikan bahan itu akan tercapai apabila pengajar sudah mengenal, mengetahui, dan dapat menerapkan berbagai metode pengajaran sehingga dapat menguntungkan pengajar tersebut antara lain:

Pengajaran Menyimak Bervariasi

Pengajaran menyimak dapat dilaksanakan dengan berbagai cara. Metode yang dipilih sangat bergantung kepada pengajar dengan mempertimbangkan tujuan, bahan,dan keterampilan proses yang ingin dikembangkan. Pengajaran menyimak yang bervariasi sangat menunjang minat dan gairah belajar. Proses belajar yang dilandasi oleh minat dan gairah dapat diharapkan akan berhasil.

Memecahkan Berbagai Masalah

Pemilihan dan penerapan metode pengajaran menyimak yang tepat akan dapat menanggulangi berbagai masalah seperti:

a. jumlah yang belajar terlalu banyak

b. perbedaan kemmpuan individu

c. materi pelajaran yang kurang menarik

d. lingkungan belajar yang kurang menarik

Meningkatkan Rasa Percaya Diri

Pengajar yang memiliki pengetahuan dan keterampilan menggunakan berbagai teknik pengajaran menyimak akan tampil lebih meyakinkan, percaya diri, dan menarik.

Membangun Suasana Belajar Yang Baik

Pemilihan dan penerapan metode pengajaran menyimak yang tepat akan menumbuhkan suasana belajar-mengajar yang baik.

Memusatkan Perhatian

Pemilihan dan penerapan metode pengajaran menyimak yang tepat membuat perhatian terpusat pada pelajaran.

Penyampaian Materi Pelajaran Terarah

Pemilihan dan penerapan metode pengajaran menyimak yang tepat menjamin penyampaian materi pejaran lebih terarah, efisien dan efektif.

Pengajaran Lebih Berhasil

Pemilihan dan penerapan metode pengajaran meenyimak yang lebi tepat lebih menjamin tercapainya tujuan pengajaran. Ini berarti pengajarn pun akan berhasil dengan baik.

Pada hakikatnya tidak ada metode yang baik atau buruk. Metode itu sifatnya netral, karena baik buruknya suatu metode tergantung dari pengajar itu sendiri yang memakai.

Namun dalam praktek pengajaran kita kenal juga istilah metode yang baik. Sesuatu metode pengajaran yang baik dapat dikenal dari ciri-cirinya seperti:

1) menantang atau merangsang siswa untuk belajar.

2) mengaktifkan siswa dalam belajar.

3) mengembangkan kreativitas siswa, penampilan siswa secara individu atau kelompok.

4) memudahkan siswa memahami materi pengajaran.

5) mengarahkan aktivitas belajar siswa ke arah tujuan pengajaran.

6) mudah dipraktekkan, tidak menuntut peralatan yang rumit.

Apabila anda rajin membuka-buka buku pengajaran bahasa, Anda akan menemukan bermacam-macam metode pengajaran bahasa. Sebagian dari metode tersebut digunakan sebagai metode pengajaran menyimak. Berikut ini disajikan sejumlah metode pengajaran menyimak.

(1) Simak - Ulang Ucap

(2) Simak – Kerjakan

(3) Simak – Terka

(4) Simak – Tulis

(5) Memperluas kalimat

(6) Bisik Berantai

(7) Identifikasi Kata Kunci

(8) Identifikasi Kalimat Topik

(9) Menjawab Pertanyaan

(10) Menyelesaikan Cerita

(11) Merangkum

(12) Parafrase

Dalam pengetahuan kebahasaan kita mengenal istilah mendengar, mendengarkan dan menuimak.. Ketiga kata ini tentu mempunyai makna yang berbeda. Secara sekilas, mendengar adalah proses kegiatan menerima bunyi-bunyian yang dilakukan tanpa sengaja atau secara kebetulan saja.

Contoh : Saat Anda mengikuti kegiatan perkuliahan, Anda mendengar benda jatuh. Anda menoleh ke arah suara benda tadi. Anda tidak melihat apa-apa kemudian Anda melanjutkan kembali kegiatannya.

Mendengarkan adalah proses kegiatan menerima bunyi bahasa yang dilakukan dengan senagaja tetapi belum ada unsur pemahaman.

Contoh : Saya sedang membuat materi perkuliahan bahasa Indonesia. Saat saya sedang menulis, tiba-tiba saya mendengarkan lagu kesenangan saya. Kemudian saya berhenti sejenak sambil menikmati lagu tersebut. Setelah lagu selesai, saya mengerjakan tugas lagi.

Sedangkan menyimak adalah suatu proses kegiatan menyimak lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi atau pesan serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan oleh sang pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan (HG.Tarigan : 28)

Contoh : pada saat belajar bahasa Indonesia, saya menyimaknya dengan sungguh-sungguh. Sambil menyimak, saya mencatat hal-hal penting yang ada kaitannya dengan isi pembicaraan. Tanpa saya sadari, sesekali saya mengangguk-anggukkan kepala karena saya memahami apa yang telah dijelaskan. Saat guru memberi kesempatan untuk bertanya, saya bertanya apa yang belum saya pahami. Sebelum berakhir, saya merasa puas mengenai pembelajaran yang telah dibahas.

Setelah Anda membaca dan memahami ketiga kata dan contoh di atas, maka kata apa yang paling tepat digunakan dalam bahan pelatihan ini? Tentu kata menyimak bukan? Oleh sebab itu, dalam pembahasan pembelajaran, konsep atau pengetahuan dalam pelatihan ini istilah yang digunakan adalah istilah menyimak.

Menyimak dalam kehidupan sehari-hari sangatlah penting karena dapat memperoleh informasi untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Begitu juga di sekola, menyimak mempunyai peranan penting karena dengan menyimak siswa dapat menambah ilmu, menerima dan menghargai pendapat orang lain. Oleh sebab itu dalam pembelajaran menyimak memerlukan latihan-latihan yang intensif.

MENYIMAK

Modul 1

HAKIKAT MENYIMAK

Pendahuluan

Modul ini membicarakan tentang hakikat menyimak. Pembicaraan dipusatkan kepada tiga hal yakni :

(1) pengertian, tujuan, dan peranan menyimak

(2) menyimak sebagai proses dan kemampuan penunjang

(3) jenis-jenis menyimak

Pembicaran mengenai ketiga butir tersebut di atas dianggap sangat penting karena beberapa alasan. Pertama, hakikat menyimak merupakan dasar pengetahuan yang sangat fungsional dalam rangka memahami seluk beluk menyimak. Kedua, butir-butir tersebut di atas perlu dipahami para mahasiswa sehingga pengetahuan dan pengalaman menyimak mereka selama ini menjadi lebih bermakna. Dalam alasan kedua ini tersirat pengertian pengetahuan dan pengalaman menyimak mahasiswa dikaitkan dengan teori. Sebagai alasan ketiga, pemahaman ketiga unsur hakikat menyimak sangat membantu para mahasiswa dalam mempelajari modul menyimak berikutnya serat merupakan modal dalam mempraktekkan pengajaran menyimak di kelas.

Setelah mengkaji isi modul ini, mahasiswa diharapkan dapat memahami atau mengetahui pengertian, tujuan, dan peranan menyimak, menyimak sebagai proses dan kemampuan penunjang, serta jenis-jenis menyimak. Tujuan yang sangat umum ini bila dirinci adalah sebagai berikut:

(1) mahasiswa dapat menjelaskan pengertian menyimak

(2) mahasiswa dapat menyebutkan empat tujuan menyimak

(3) mahasiswa dapat menjelaskan pengertian setiap tujuan menyimak

(4) mahasiswa dapat menyebutkan tahap-tahap menyimak

(5) mahasiswa dapat mengidentifikasi kemampuan penunjang dalam setiap tahap menyimak


PENGERTIAN, TUJUAN, DAN PERANAN MENYIMAK

Istilah mendengarkan, mendengar dan menyimak sering kita jumpai dalam dunia pengajaran bahasa. Ketiga istilah itu berkaitan dengan makna.

Peristiwa mendengar biasanya terjadi secara kebetulan, tiba-tiba dan tidak diduga sebelumnya. Karena itu kegiatan mendengar tidak direncanakan. Hal itu terjadi secara kebetulan. Apa yang didengar mungkin tidak dimengerti maknanya dan mungkin pula tidak menjadi perhatian sama sekali. Suara yang didengar masuk telingan kanan dan keluar dari telinga kiri. Dalam hal tertentu suara yang didengar itu dipahami benar-benar maknanya. Hal itu terbukti dari reaksi si pendengar yang bersangkutan.

Mendengarkan setingkat lebih tinggi tarafnya dari mendengar. Bila dalam peristiwa mendengar belum ada faktor kesengajaan , maka dalam peristiwa mendengarkan hal itu sudah ada. Faktor pemahaman biasanya juga mungkin tidak ada karena hal itu belum menjadi tujuan. Mendengarkan sudah mencakup mendengar.

Di antara ketiga istilah teraf tertinggi diduduki istilah menyimak. Dalam peristiwa menyimak sudah ada faktor kesengajaan. Faktor pemahaman merupakan unsur utama dalam setiap peristiwa menyimak. Bila mendengar sudah tercakup dalam mendengarkan maka baik mendengar maupun mendengarkan sudah tercakup dalam menyimak.

Peristiwa menyimak selalu diawali dengan mendengarkan bunyi bahasa baik secara langsung atau pun melalui rekaman, radio atau televisi. Bunyi bahasa yang ditangkap oleh telinga diidentifikasi bunyinya. Pengelompokannya menjadi suku kata, kata, frasa dan klausa, kalimat dan wacana. Lagu dan intonasi yang menyertai ucapan pembicarapun turut diperhatikan oleh penyimak. Bunyi bahasa yang diterima kemudian diinterpretasikan maknanya, ditelaah kebenarannya atau dinilai lalu diambil keputusan menerima atau menolaknya. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan difinisi menyimak sbb :

“ Menyimak adalah suatu proses yang mencakup kegiatan mendengarkan bunyi bahasa, mengidentifikasi, menginterpretasi, menilai dan mereaksi atas makna yang terkandung di dalamnya. “ Menyimak melinbatkan pendengaran, penglihatan, penghayatan, ingatan, pengertian. Bahkan situasi yang menyertai bunyi bahasa yang disimakpun harus diperhitungkan dalam menentukan maknanya.

Penyimak yang baik adalah penyimak yang berencana. Salah satu butir dari perencanaan itu ada alasan tertentu mengapa yang bersangkutan menyimak. Alasan inilah yang kita sebut sebagai tujuan menyimak. Menyimak pada hakikatnya adalah mendengarkan dan memahami isi bahan simakan Karena itu dapat disimpulkan bahwa tujuan utama menyimak adalah menangkap,memahami, atau menghayati pesan,ide, gagasan yang tersirat dalam bahan simakan.

Tujuan yang bersifat umum itu dapat dipecah-pecah menjadi beberapa bagian sesuai dengan aspek tertentu yang ditekankan. Perbedaan dalam tujuan menyebabkan perbedaan dalam aktivitas menyimak yang bersangkutan. Salah satu klasifikasi tujuan menyimak adalah seperti pembagian berikut yaitu menyimak untuk tujuan :

  1. mendapatkan fakta
  2. menganalisis fakta
  3. mengevaluasi fakta
  4. mendapatkan inspirasi
  5. menghibur diri
  6. meningkatkan kemampuan berbicara

Pengumpulan fakta dapat dilakukan dengan berbagai cara. Para peneliti mengumpulkan atau mendapatkan fakta melalui kegiatan penelitian, riset atau eksperimen. Pengumpulan fakta seperti cara ini hanya dapat dilakukan oleh orang-orang terpelajar. Bagi rakyat biasa hal itu jarang atau hampir-hampir tidak dapat dilakukan. Cara lain yang dapat dilakukan dalam pengumpulan fakta ialah melalui membaca. Orang-orang terpelajar sering mendapatkan fakta melakui kegiatan membaca seperti membaca buku-buku ilmu pengetahuan, laporan penelitian, makalah hasil seminar,majalah ilmiah, dan populer, surat kabar, dsb. Hal yang seperti ini pun jarang dilakukan oleh rakyat biasa. Dalam masyarakat tradisional pengumpulan fakta melalui menyimak tersebut banyak sekali digunakan. Dalam masyarakat modern pun pengumpulan fakta melalui menyimak itu masih banyak digunakan.

Kegiatan pengumpulan fakta atau informasi melalui menyimak dapat berwujud dalam berbagai variasi. Misalnya mendengarkan radio, televisi, penyampaian makalah dalam seminar, pidato ilmiah, percakapan dalam keluarga, percakapan dengan tetangga, percakapan dengan teman sekerja, sekelas dsb. Kegiatan pengumpulan fakta atau informasi ini di kalangan pelajar dan mahasiswa banyak sekali dilakukan melalui menyimak. Fakta yang diperoleh melalui kegiatan menyimak ini kemudian dilengkapi dengan kegiatan membaca atau mengadakan eksperimen.

Fakta atau informasi yang telah terkumpul perlu dianalisis. Harus jelas kaitan antarunsur fakta, sebab dan akibat apa yang terkandung di dalamnya. Apa yang disampaikan pembicara harus dikaitkan dengan pengetahuan atau pengalaman menyimak dalam bidang yang relevan. Proses analisis fakta ini harus berlangsung secara konsisten dari saat-ke saat selama proses menyimak berlangsung. Waktu untuk menganalisis fakta itu cukup tersedia asal penyimak dapar menggunakan waktu ekstra. Yang dimaksud waktu ekstra adalah selisih kecepatan pembicaraan 120 – 150 kata per menit dengan kecepatan berpikir menyimak sekitar 300 – 500 kata per menit. Analisis kata sangat penting dan merupakan landasan bagi penilaian fakta. Penilaian akan jitu bila hasil analisis itu benar.

Tujuan ketiga dalam suatu proses menyimak adalah mengevaluasi fakta-fakta yang disampaikan pembicara. Dalam situasi ini penyimak sering mengajukan sejumlah pertanyaan seperti antara lain :

  1. Benarkah fakta yang diajukan?
  2. Relevankah fakta yang diajukan?
  3. Akuratkah fakta yang disampaikan?

Apabila fakta yang disampaikan pembicara sesuai dengan kenyataan, pengalaman dan pengetahuan penyimak maka fakta itu dapat diterima. Sebaliknya bila fakta yang disampaikan kurang akurat atau kurang relevan, atau kurang meyakinkan kebenarannya maka penyimak pantas meragukan fakta tersebut. Hasil pengevaluasian fakta-fakta ini akan berpengaruh kepada kredibilitas isi pembicaraan dan pembicaranya. Setelah selesai mengevaluasi biasanya penyimak akan mengambil simpulan apa isi pembicaraan pantas diterima atau ditolak.

Adakalanya orang menghadiri suatu konvensi, pertemuan ilmiah atau jamuan tertentu, bukan untuk mencari atau mendapatkan fakta. Mereka menyimak pembicaraan orang lain semata-mata untuk tujuan mencari ilham. Penyimak seperti ini biasanya orang yang tidak memerlukan fakta baru. Yang mereka perlukan adalah sugesti, dorongan, suntikan semangat, atau inspirasi guna pemecahan masalah yang sedang mereka hadapi. Mereka ini sangat mengharapkan pembicara yang isnpiratif, sugestif dan penuh gagasan orisinal. Pembicaraan yang semacam ini dapat muncul dari tokoh-tokoh yang disegani, dari direktur perusahaan, orator ulung, tokoh periklanan, salesman dsb.

Sejumlah penyimak datang menghadiri pertunjukan seperti bioskop, sandiwara, atau percakapan untuk menghibur diri. Mereka ini adalah orang-orang yang sudah lelah letih dan jenuh. Mereka perlu penyegaran fisik dan mental agar kondisinya pulih. Karena itulah mereka menyimak untuk tujuan menghibur diri. Sasaran yang mereka pilih pun tertentu, misalnya menyimak pembicaraan cerita-cerita lucu, banyolan percakapan pelawak, menonton pertunjukan yang kocak seperti yang dibawakan Grup Srimulat.

Tujuan menyimak yang lain yaitu untuk meningkatkan keterampilan berbicara. Dalam hal ini penyimak memperhatikan seseorang pembicara pada segi :

1. cara mengorganisasikan bahan pembicaraan

2. cara penyampaian bahan pembicaraan

3. cara memikat perhatian pendengar

4. cara mengarahkan perhatian pendengar

5. cara menggunakan alat-alat bantu seperti mikrofon, alat peraga dsb.

6. cara memulai dan mengakhiri pembicaraan

Semua hal tersebut diperhatikan oleh penyimak dan kemudian dipraktikkan. Menyimak yang seperti inilah yang disebut menyimak untuk tujuan peningkatan kemampuan berbicara. Cara menyimak untuk tujuan peningkatan kemampuan berbicara biasanya dilakukan oleh mereka yang baru belajar menjadi orator dan mereka yang mau menjadi profesional dalam membawa acara atau master ceremony.

Berapa jam manusia menyimak dalam kegiatan sehari-hari? Jawaban pertanyaan itu bagi masyarakat diindonesia belum ada karena penelitian terhadap masalah tersebut sepengetahuan penulis belum pernah ada. Untuk sekedar informasi, penulis kutipan beberapa laporan hasil penelitian yang pernah dilaksanakan oleh para ahli di Amerika serikat. Donald E. Bird melaporkan hasil penelitiannya terhadap mahasiswa Stephene College Girls bahwa mahasiswa pada perguruan tinggi tersebut dalam mengikuti perkuliahan membagi aktivitasnya sebagai berikut:

a. menyimak : 42%

b. berbicara : 25%

c. membaca : 15%

d. menulis : 18%

_____

Jumlah : 100% (Stuart Vhase, Power of Words, Harcourt, Brace & World,

Inc., New York, 1951, halaman 166)

Paul T. Rankin seorang ahli bidang komunikasi, meneliti tentang penggunaan waktu kerja sekelompok manusia, Laporan Rankin adalah sebagai berikut:

a. menyimak : 42%

b. berbicara : 32%

c. membaca : 15%

d. menulis : 11%

_____

Jumlah : 100% (Martin P. Anderson dkk. The speaker and His Audience,

Harper & Row Publisher, New York, Evanston, and London, halaman 158).

Hasil penelitian lainnya walaupun hasilnya agak bervareasi namun tetap membuktikan bahwa kegiatan menyimak lebih lama dari kegiatan berbicara, membaca atau menulis.

Sekarang mari kita perhatikan sejenak bagaiman perbandingan antara kegiatan menyimak dan berbicara dalam suatu diskusi dengan jumlah peserta yang berbeda-beda. Diskusi yang beranggotakan dua orang dan kesempatan berbicara untuk masing-masing anggota setengah jam, maka perbandingan antara kegiatan menyimak dan berbicara adalah 1 : 1. Dalam diskusi yang pesertanya tiga orang dengan kesempatan berbicara masing-masing setengah jam, perbandingan kegiatan menyimak dan berbicara adalah 2 : 1. Bila jumlah peserta diskusi empat orang, maka perbandingan tersebut menjadi 4 :1. Artinya semakin banyak peserta diskusi, semakin lama kegiatan menyimak. Untuk memperjelas uraian diatas perhatikanlah diagram berikut:

No. Urut

Jumlah Peserta

Kesempatan/orang

Perbandingan Bicara-Menyimak

Berbicara

Menyimak

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

2 Orang

3 Orang

4 Orang

5 Orang

6 Orang

7 Orang

8 Orang

½ jam

½ jam

½ jam

½ jam

½ jam

½ jam

½ jam

1x½ jam

2x½ jam

3x½ jam

4x½ jam

5x½ jam

6x½ jam

7x½ jam

1 : 1

1 : 2

1 : 3

1 : 4

1 : 5

1 : 6

1 : 7

Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna di muka bumi ini. Tanda-tanda kesempurnaan ini amat banyak, antara lain kelihatan bahwa manusia (normal) dianugerahi dengan satu mulut dan dua telinga. Apa makna dari kenyataan ini?Kenyataan tersebut mengisyaratkan kepada kita bahwa faktor menyimak sangat penting, setidak-tidaknya, jalur untuk mendengar berbanding jalur untuk berbicara adalah 2:1.

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia dihadapkan dengan berbagai kesibukan menyimak. Dialog di keluarga baik antara anak dan orang tua, antara orang tua, antar anak-anak sendiriaktivitas menyimak terjadi. Keluar dari rumah, terjadi dialog atau percakapan ataupun diskusi dengan teman sepermainan, rekan kerja sekantor, teman sekelas atau teman sejurusan di fakultas. Mungkin juga dialog terjadi di pasar sewaktu berbelanja. Dalam semua peristiwa itu pun aktivitas menyimak terjadi juga. Dalam mengikuti pendidikan baik di tingkat SD, SMP, SMA, ataupun tingkat perguruan tinggi tugas menyimak sangat sering dan harus dilakukan oleh siswa ataupun mahasiswa. Kemajuan ilmu dan teknologi khususnya di bidang komunikasi menyebabkan arus informasi melalui radio, telepon, televisi, rekaman, dan film semakin menderas. Dalam peristiwa ini pun keterampilan menyimka mutlak diperlukan. Pendek kata seribu satu macam kegiatan menuntut manusia terampil menyimak.

Uraian tersebut di atas menggambarkan secara umum betapa fungsionalnya kegiatan menyimak bagi kehidupan manusia. Bila diperinci, peranan menyimak tersebut hasilnya seperti berikut. Menyimak berperan sebagai:

  1. landasan belajar berbahasa
  2. penunjang keterampilan berbicara, membaca, dan menulis
  3. pelancar komunikasi lisan
  4. penambah informasi

Belajar berbahasa dimulai dengan menyimak. Coba perhatikan bagaimana anak kecil belajar bahasa ibunya. Mula-mula yang bersangkutan banyak menyimak rangkaian bunyi bahasa. Bunyi bahasa itu dikaitkan dengan makna. Setelah banyak menyimak, ia mulai meniru ucapan-ucapan yang pernah disimaknya dan kemudian mencoba menerapkannya dalam pembicaraan. Proses menyimak, mengartikan makna, meniru, dan mempraktekkan bunyi bahasa itu dilakukannya berulang-ulang sampai akhirnya yang bersangkutan lancar berbicara.

Hal yang sama terjadi pula pada saat orang dewasa belajar bahasa asing. Yang bersangkutan mulai dengan mendengarkan cara pengucapan fonem, kata, dan kalimat serta menghafalkan maknanya. Langkah berikutnya meniru pengucapan, dan mempraktekannya dalam berbicara. Semakin banyak yang bersangkutan menyimak, meniru, dan berlatih berbicara semakin cepat ia menguasai bahasa yang dipelajarinya.

Melalui proses menyimak, orang dapat menguasai pengucapan fonem, kosa kata, dan kalimat. Pemahaman terhadap fonem, kata, dan kalimat serta menghafalkannya dalam berbicara. Semakin banyak yang bersangkutan menyimak, meniru, dan berlatih berbicara, semakin cepat ia menguasai bahasa yang dipelajarinya.

Melalui proses menyimak, orang dapat menguasai pengucapan fonem, kosa kata, dan kalimat. Pemahaman terhadap fonem, kata dan kalimat ini sangat membantu yang bersangkutan dalam kegiatan berbicara, membaca, ataupun menulis. Petunjuk-petunjuk dalam belajar berbicara, membaca, ataupun menulis selalu disampaikan melalui bahasa lisan. Ini berarti bahwa keterampilan menyimak memang benar-benar menunjang keterampilan berbicara, membaca dan menulis.

Komunikasi lisan dapat bebrbentuk jarak dekat dan jarak jauh dengan dua arah atau satu arah. Dalam komunikasi lisan dua arah, juga yang satu arah, faktor menyimak sangat penting. Penyimak harus memahami benar apa yang diutarakan pembicara. Bila penyimak memahami apa yang disampaikan pembicara maka ia dapat memberikan reaksi, respon, atau tanggapan yang tepat. Terutama dalam komunikasi lisan dua arah, menyimak berperan sebagai pelancar jalannya komunikasi. Pada giliran memberikan reaksi atas apa yang telah disimak, penyimak berubah manjadi pembicara, sedang pembicara pertama beralih fungsi sebagai penyimak. Bila penyimak kedua ini benar-benar menyimak pembicaraan teman bicaranya, maka ia dapat memberikan reaksi yang tepat pula. Dengan demikian terjadilah komunikasi dua arah yang lancar.

Menyimak merupakan salah satu sarana ampuh dalam menjaring informasi. Berbagai ragam pengetahuan atau informasi dapat dikuasai melalui menyimak. Kita dapat menyimak siaran radio dan televisi, pembicaraan para ahli dalam diskusi, seminar, konvensi, atau pertemuan ilmiah. Kita pun dapat mengundang para pakar di bidangnya berceramah dan ceramahnya kita simak. Karena itu dapatlah disimpulkan bahwa salah satu peranan menyimak adalah sebagai penambah informasi.


2. MENYIMAK SEBAGAI SUATU PROSES PENUNJANG DAN KEMAMPUAN PENUNJANGNYA

Pada hakikatnya, menyimak berarti mendengarkan dan memahami bunyi bahasa. Namun sebelum sampai kepada taraf pemahaman, yang bersangkutan harus menapaki jalan yang berliku-liku. Artinya, yang bersangkutan harus berupaya bersungguh-sungguh. Kenyataan ini membuktikan bahwa menyimak sebenarnya bersifat aktif.

Bial perhatian kita hanya berpusat pada aktivitas fisik penyimak selama yang bersangkutan terlibat dalam peristiwa menyimak, maka seolah-olah menyimak memang benar bersifat pasif. Anggapan seperti ini memang pernah dianut orang. Tetapi kini anggapan seperti itu sudah ditinggalkan. Meyimak dianggap bersifat aktif-reseptif.

Setiap orang yang terlibat dalam proses menyimak harus menggunakan sejumlah kemampuan. Jumlah kemampuan yang digunakan itu sesuai dengan aktivitas penyimak. Pada saat penyimak menangkap bunyi bahasa, yang bersangkutan harus menggunakan kemampuan memusatkan perhatian. Bunyi yang ditangkap perlu diidentifikasi. Di sini diperlukan kemampuan linguistik. Kembali, bunyi yang sudah diidentifikasi itu harus diidentifikasi dan dipahami maknannya. Dala hal ini penyimak harus menggunakan kemampuan linguistik dan non-linguistik. Makna yang sudah diidentifikasi dan dipahami, makna itu harus pula ditelaah, dikaji, dipertimbangkan, dan dikaitkan dengan pengalaman serta pengetahuan yang dimiliki si penyimak. Pada situasi ini diperlukan kemampuan mengevaluasi.

Melalui kegiatan menilai ini, maka si penyimak sampai pada tahap mengambil keputusan apakah dia menerima, meragukan, atau menolak isi bahan simakan. Kecermatan managgapi isi bahan simakan membutuhkan kemampuan mereaksi atau menanggapi.

Beberapa orang ahli pengajaran bahasa beranggapan bahwa menyimak adalah suatu proses. Loban membagi proses menyimak tersebut atas tiga tahap, yakni pemahaman, penginterpelasikan, dan penilaian. Logan dan Greene membagi proses menyimak atas empat tahap, yakni mendengarkan, memahami, mengevaluasi, dan menanggapi. Walker Morris membagi proses menyimak itu atas lima tahap, yakni mendengar, perhatian, persepsi, menilai, dan menanggapi.

Berdasarkan keteraguan dan pendapat para ahli pengajaran bahasa tersebut di atas penyusun modul ini berkesimpulan bahwa menyimak adalah suatu proses. Proses menyimak tersebut mencakup enam tahap, yakni:

  1. mendengar
  2. mengidentifikasikan
  3. menginterpretasi
  4. memahami
  5. menilai
  6. menanggapi

Dalam tahap mendengar, penyimak berusaha menagkap pesan pembicara yang sudah diterjemahkan dalam bentuk bunyi bahasa. Untuk menangkap bunyi bahasaitu diperlukan telinga yang peka dan perhatian terpusat.

Bunyi yang sudah ditangkap perlu diidentifikasi, dikenali dan dikelompokkan menjadi suku kata, kata, kelompk kata, kalimat, paragraf, atau wacana. Pengidentifikasian bunyi bahasa akan semakin sempurna apabila penyimak memiliki kemampuan linguistik.

Kemudian, bunyi bahasa itu perlu diinterprestasikan maknannya. Perlu diupayakan agar interpretasi makna ini sesuai atau mendekati makna yang dimaksudkan oleh pembicara.

Setelah proses penginterpretasian makna selesai, maka penyimak dituntut untuk memahamiatau menghayati makna itu. Hal ini sangat perlu buat langkah berikutnya, yakni penilaian.

Makna pesan yang sudah dipahami kemudian ditelaah, dikaji, dipertimbangkan, dikaitkan dengan pengalaman, dan pengetahuan penyimak. Kualitas hasil penilaian sangat tergantung kepada kualitas pengetahuan dan pengetahuan penyimak.

Tahap akhir dari proses menyimak ialah menanggapi makna pesan yang telah selesai dinilai. Tanggapan atau reaksi penyimak terhadap pesan yang diterimanya dapat berujud berbagai bentuk seperti mengagguk-angguk tanda setuju, mencibir atau mengerjakan sesuatu.

Menyimak adalah suatu proses. Proses itu terbagi atas tahap-tahap, yakni:

  1. mendengar
  2. mengidentifikasi
  3. menginterpretasi
  4. memahami
  5. menilai
  6. menaggapi

Dalam setiap tahap itu diperlukan kemampuan tertentu agar proses menyimak dapat berjalan mulus. Misalnya, dalam fase mendengar bunyi bahasa diperlukan kemampuan menangkap bunyi. Telinga penyimak harus peka. Gangguan pada alat pendengaran menyebabkan penangkapan bunyi kurang sempurna. Di samping itu penyimak ditunutut pula dapat mengingat bunyi yang telah ditangkap oleh telinganya. Kemampuan menangkap danmengingat itu harus dilandasi kemampuan memusatkan perhatian.

Kemampuan memusatkan perhatian sangat penting dalam menyimak, baik sebelum, sedang maupun setelah proses menyimak berlangsung. Artinya kemampuan memusatkan perhatian selalu diperlukan dalam setiap fase menyimak. Memusatkan perhatian terhadap sesuatu berarti yang bersangkutan memusatkan pikiran dan perasaannya pada objek itu.

Memusatkan perhatian merupakan pekerjaan yang sangat melelahkan. Karena itu kemampuan memusatkan perhatian tidak sama pada setiap saat. Hanya tiga perempat dari jumlah orang dewasa dapat meusatkan perhatiannya kepada bagian simakan dalam 15 menit pertama. Dalam 15 menit bagian kedua jumlah itu meyusut menjadi setengahnya. Dan 15 menit bagian ketiga jumlah itu hanya tingghal seperempatnya. Menyimak setelah lewat waktu 45 menit merupakan pekerjaan sia-sia karena pendengar sudah tak dapat lagi memusatkan perhatiannya.

Disamping kemampuan memusatkan kemampuan memusatkan perhatian, masih ada satu kemampuan lagi yang diperlukan dalam setiap fase menyimak, yakni kemampuan menyimak, kemampuan mengingat digunakan untuk hal-hal yang berkaitan dengan hal yang akan disampaikan. Pada saat menyimak berlangsung, kemampuan menyimak digunakan untuk mengingat bunyi yang sudah didengar, pernagkat kebahasaan untuk mengidentifikasi dan menafsirkan makna bunyi bahasa. Dalam fase menilai perlu diingat kembali isi pesan bahan simakan, hasil penilaian, tuntutan isi bahan simakan, sebagai landasan menyusun reaksi, respon, atau tanggapan yang tepat.

Perlu didasari bahwa kemempuan mengingat seseorang terbatas. Apa yang sudah ditangkap, dipahami, diketahui bila disimpan dalam dua bulan sudah berkurang setengahnya saat diproduksi kembali. Mungkin dalam dua bulan berikutnya hanya tinggal sedikit yang tinggal. Karena itu diperlukan penyegaran, misalnya, membaca kembali sumbernya, memperhatikan kebali catat-annya, mengekspresikan kembali simpanan itu baik secara lisan maupun tulisan.

Dalam fase mengidentifikasi, menginterpretasi, dan memahami diperlukan tiga atau empat kemampuan. Dan diantaranya, yakni kemampuan linguistik dan non-linguistik akan dijelaskan dalam paragraf berikut.

Melalui proses persepsi bunyi yang ditangkap oleh gendang pendengaran diteruskan ke syaraf-syaraf pendengaran. Penyimak menterjemahkan pesan dalam bentuk bunyi bahasa itu. Di sini diperlukan kemampuan linguistik. Penyimak harus memahami susunan dan makna dari fonem, kata,kalimat paragraf atau wacana yang telah dilisankan. Tidak hanya itu, gerak-gerik tubuh, ekspresi wajah, cara pengucapan, nada, dan intonasi pembicara, serta situasi yang menyertai pembicara perlu dipahami agar penafsiran makna dan pemahaman makna tepat. Kemampuan yang terakhir ini disebut kemampuan nonlinguistik.

Pesan yang sudah ditangkap, ditafsirkan dan dipahami maknanya. Setelah itu makna pesan itu perlu pula ditelaah, dikaji, diuji kebenaran isinya. Di sini diperlukan pengalaman yang luas, kedalaman dan keluasan ilmu dari penyimak. Kualitas hasil pengujian sangat ditentukan oleh kualitas orang yang mengujinya. Dalam fase menilai inilah diperlukan kemampuan menilai.

Bunyi bahasa yang disampaikan oleh pembicara diterima oleh penyimak. Bunyi itu kemudian diidentifikasi, ditafsirkan, dipahami maknanya. Makna itu kemudian dikaji dari berbagai segi. Hasil pengkajian itu digunakan sebagai dasar untuk memberikan reaksi, respon atau tanggapan. Di sini diperlukan kemampuan memberikan tanggapan.

Kualitas tanggapan diwarnai dan dipengaruhi oleh kualitas penangkapan pesan, penginterpretasian makna pesan, pemahaman makna pesan, penilaian pesan, dan ketepatan memberikan reaksi atas makna pesan. Kualitas individu yang berbeda menyebabkan reaksi yang berbeda atas makna pesan yang sama.

Kualitas pesan yang diterima menentukan ragam respon yang terjadi. Pesan yang kebenarannya diragukan kurang meyakinkan, atau pesan yang tidak didukung oleh argumentasi yang kuat akan menimbulkan reaksi cemooh, cibiran atau gelengan kepala penyimak. Serbaliknya pesan yang meyakinkan akan menghadirkan reaksi mengiakan, mengangguk, acungan jempol dari penyimak.

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam setiap fase penyimak diperlukan kemampuan tertentu. Kemampuan inilah yang dimaksud dengan kemampuan penunjang menyimak. Menurut pengamatan penulis, paling sedikit ada tujuh kemampuan penunjang penyimak yaitu :

1. kemampuan memusatkan perhatian

2. kemampuan mengingat

3. kemampuan menangkap bunyi

4. kemampuan linguistik

5. kemampuan nonlinguistik

6. kemampuan menilai

7. kemampuan menanggapi

3. JENIS-JENIS MENYIMAK

Apabila kita membaca dan memperhatikan berbagai buku literatur mengenai menyimak, maka akan ditemui jenis dan nama menyimak. Misalnya menyimak terputus-putus, menyimak dangkal, menyimak sekelumit, menyimak sosial, menyimak kritis, menyimak responsif dan sebagainya. Keanekaragaman nama menyimak ini disebabkan oleh pengklasifikasian menyimak dengan titik pandang yang berbeda-beda pula.

Menurut pengamatan penulis, paling sedikit ada tujuh titik pandang yang digunakan sebagai dasar pengklasifikasian menyimak. Ketujuh titik pandang itu adalah :

1. sumber suara

2. taraf aktivitas menyimak

3. taraf hasil simakan

4. keterbatasan penyimak dan kemampuan khusus

5. cara penyimakan bahan simakan

6. tujuan menyimak

7. tujuan spesifik

Berdasarkan sumber suara yang disimak, dikenal dua jenis nama penyimak yaitu intrapersonal listening atau menyimak intrapribadi dan interpersonal listening atau menyimak antarpribadi. Sumber suara yang disimak dapat berasal dari diri kita sendiri. Ini terjadi di saat kita menyendiri merenungkam nasib diri, menyesali perbuatan sendiri, atau berkata-kata dengan diri sendiri. Jenis menyimak yang seperti inilah yang disebut intrapersonal listening. Sumber suara yang disimak dapat pula berasal dari luar diri penyimak. Menyimak yang seperti inilah yang paling banyak kita lakukan misalnya dalam percakapan, diskusi, seminar, dan sebagainya. Jenis menyimak yang seperti ini disebut inter personal listening.

Taraf aktivitas penyimak dalam menyimak dapat dibedakan atas kegiatan bertaraf rendah dan bertaraf tinggi. Dalam aktivitas bertarf rendah penyimak baru sampai pada kegiatan memberikan dorongan, perhatian, dan menunjang pembicaraan. Biasanya aktivitas itu bersifat nonverbal seperti mengangguk-angguk, senyum, sikap tertib dan penuh perhatian atau melalui ucapan-ucapan pendek seperti benar, saya setuju, ya, ya dan sebagainya. Menyimak dalam taraf rendah ini dikenal dengan nama silent listening. Dalam aktivitas yang bertaraf tinggi, penyimak sudah dapat mengutarakan kembali isi bahan simakan. Pengutaraan kembali isi bahan simakan menandakan bahwa penyimak sudah memahami isi bahan simakan. Jenis menyimak seperti ini disebut dengan nama active listening.

Taraf hasil simakan bervariasi merentang mulai dari taraf terendah sampai taraf mendalam. Berdasarkan taraf hasil simakan tersebut dikenal sembilan jenis penyimak. Yaitu :

  1. Menyimak tanpa mereaksi : penyimak mendengar sesuatu berupa suaraatau teriakan, namun yang bersangkutan tidak memberikan reaksi apa-apa. Suara masuk ke telinga kiri keluar dari telinga kanan.
  2. Menyimak terputus-putus : penyimak sebentar menyimak sebentar tidak menyimak, kemudian meneruskan menyimak lagi dan seterusnya. Pikiran penyimak bercabang, tidak terpusat pada bahan simakan.
  3. Menyimak terpusat : pikiran penyimak terpusat pada sesuatu, misalnya pada aba-aba untuk mengetahui bila saatnya mengerjakan sesuatu.
  4. Menyimak pasif : menyimak pasif hampir sama dengan menyimak tanpa mereaksi. Dalam menyimak pasif sudah ada reaksi walau sedikit.
  5. Menyimak dangkal : penyimak hanya menangkap sebagian isi simakan. Bagian-bagian yang penting tidak disimak., mungkin karena sudah tahu, menyetujui atau menerima.
  6. Menyimak untuk membandingkan : penyimak menyimak sesuatu pesan, kemudian menbandingkan isi pesan itu dengan pengalaman dan pengetahuan penyimak yang relevan.
  7. Menyimak organisasi materi : penyimak berusaha mengetahui organisasi materi yang disampaikan pembicara, ide pokoknya beserta detail penunjangnya.
  8. Menyimak kritis : penyimak menganalisis secara kritis terhadap materi yang disampaikan pembicara. Bila diperlukan, penyimak minta data atau keterangan terhadap pernyataan yang disampaikan pembicara.
  9. Menyimak kreatif & apresiatif : penyimak memberikan responsi mental dan fisik yang asli terhadap bahan simakan yang diterima.

Komisi kurikulum pengajaran bahasa Inggris di Amerika Serikat melandaskan klasifikasi menyimak pada taraf hasil simakan dan keterampilan khusus yang diperlukan dalam menyimak. Menurut komisi tersebut ada empat jenis menyimak. Nama setiap jenis menyimak beserta alasannya seperti di bawah ini :

  1. Menyimak marginal : Menyimak marginal atau sekelumit, biasa juga disebut menyimak pasif. Orang yang sedang belajar sambil mendengarkan siaran radio adalah contoh menyimak marginal. Perhatian menyimak terhadap siaran radio hanya sambilan, sedikit atau kecil.
  2. Menyimak apresiatif. Penyimak larut dalam bahan yang disimaknya. Ia terpaku dan terpukau dalam menikmati drmatisasi cerita atau puis, dalam menyimak pemecahan masalah yang disajikan secara orisinil oleh pembicara. Ecara imajinatif penyimak seolah-olah ikut mengalami, merasakan, melakukan karakter pelaku cerita yang dilisankan.
  3. Menyimak atentif. Penyimak dalam menyimak atentif dituntut memahami secara tepat isi bahan simakan. Misalnya menyimak isi petunjuk, pengumuman dan perkenalan.salah satu karateristik jenis menyimak ini ialah penyimak tidak berpartisipasi secara langsung seperti dalam percakapan, diskusi, tanya jawab dan sejenisnya.
  4. Menyimak analisis : Penyimak mempertimbangkan, menelaah, mengkaji isi bahan simakan yang diterimanya. Bila diperlukan, isi simakan dibandingkan dan dipertentangkan dengan pengalaman dan pengetahuan penyimak. Jenis menyimak ini perlu dikuasai oleh siswa atau mahasiswa agar mereka dapat menilai secara kritis apa yang mereka simak.

Klasifikasi menyimak dapat pula didasarkan kepada cara penyimakan bahan simakan. Cara menyimak isi bahan simakan mempengaruhi kedalaman dan keluasan hasil simakan. Berdasarkan cara penyimakan dikenal dua jenis menyimak :

  1. Menyimak intensif. Penyimak memahami secara terinci, teliti dan mendalam bahan yang disimak. Menyimak intensif mencakup menyimak kritis, menyimak konsentratif, menyimak kreatif, menyimak eksploratori, menyimak interogatif, dan menyimak selektif.
  2. menyimak ekstensif. Penyimak memahami isi bahan simakan secara sepintas, umum, dalam garis besar, atau butir-butir penting tertentu. Menyimak ekstensif meliputi menyimak sosial, menyimak sekunder, menyimak estetis, dan menyimak pasif.

Tidyman dan Butterfield mengklasifikasikan menyimak atas dasar tujuan menyimak. Hasil pengklasifikasian mereka menghasilkan tujuh jenis menyimak :

  1. Menyimak sederhana : menyimak sederhana terjadi dalam percakapan dengan teman atau bertelepon.
  2. Menyimak diskriminatif : Menyimak untuk membedakan suara, perubahan suara seperti membedakan suara burung, suara mobil, suara orang dalam senang, marah, atau kecewa.
  3. Menyimak santai : Menyimak untuk tujuan kesenangan misalnya pembacaan puisi, cerita pendek, rekaman dagelan atau lawak.
  4. Menyimak informatif : Menyimak untuk mencari informasi seperti menyimak pengumuman, jawaban pertanyaan, mendaftar ide dsb.
  5. Menyimak literatur : Menyimak untuk mengorganisasikan ide seperti penyusunan materi dari berbagai sumber, pembahasan hasil penemuan, merangkum, membedakan butir-butir dalam pidato, mencari penjelasan butir tertentu.
  6. Menyimak kritis : Menyimak untuk menganalisis tujuan pembicara, misalnya dalam diskusi, perdebatan, percakapan, khotbah atau untuk mengetahui penyimpangan emosi, melebih-lebihkan propaganda, kejengkelan, kebingungan dan sebagainya.

Logan dan kawan-kawan mengklasifikasikan menyimak atas dasar tujuan juga, yakni tujuan khusus. Menurut mereka ada tujuh jenis menyimak yang perlu dikembangkan melalui pengajaran bahasa bagi siswa di sekolah. Jenis dan penjelasan setiap menyimak tersebut adalah :

  1. Menyimak untuk belajar : Melalui kegiatan menyimak seseorang mempelajari berbagai hal yang dibutuhkan. Misalnya para siswa menyimak ceramah guru sejarah, guru bahasa Indonesia, botani dan sebagainya; mahasiswa mendengarkan siaran radio, televisi, diskusi dan sebagainya.
  2. Menyimak untuk menghibur : Penyimak, menyimak sesuatu untuk menghibur dirinya, misalnya, menyimak pembacaan cerita-cerita lucu, dagelan, pertunjukan sandiwara, film dan sebagainya.
  3. Menyimak untuk menilai : Penyimak mendengarkan dan memahami isi simakan kemudian menelaah, mengkaji, menguji, membandingkan dengan pengalaman dan pengetahuan menyimak.
  4. Menyimak apresiatif : Penyimak memahami, menghayati, mengapresiasi isi bahan simakan. Misalnya menyimak pembacaan puisi, cerita pendek, roman, menyimak pertunjukan sandiwara dan lain-lain.
  5. Menyimak untuk mengkomunikasikan ide dan perasaan : Penyimak memahami, merasakan ide, gagasan, perasaan pembicara sehingga terjadi sambung rasa antara pembicara dengan pendengar.
  6. Menyimak diskriminatif : Menyimak untuk membedakan bunyi, suara. Dalam belajar bahasa Inggris misalnya siswa harus dapat membedakan bunyi [ i ] dan [ i: ].
  7. Menyimak pemecahan masalah : Penyimak mengikuti uraian pemecahan masalah secara kreatif dan analitis yang disampaikan oleh pembicara. Mungkin juga penyimak dapat memecahkan masalah yang dihadapinya, secara kreatif dan analitis setelah yang bersangkutan mendapat informasi dari menyimak sesuatu. ( Logan dan kawan-kawan, Creative Communication, Teaching The Language Arts, Mc Grawa Hill Ryerson Limited, Montreal, Canada, 1972, hal 42 )

Modul 2

EFEKTIVITAS MENYIMAK

PENDAHULUAN

Modul kedua ini membahas efektivitas menyimak secara umum dengan fokus pembicaraan tiga butir masalah, yakni:

  1. faktor keberhasilan menyimak
  2. ciri penyimak ideal dan duga daya simak
  3. meningkatkan daya simak

pembahasan butir (1), (2), dan (3) dianggap sangat penting mengingat berbagai alasan. Secara umum dapat dipastikan setiap penyimak berkeinginan untuk menjadi penyimak yang berkualitas, penyimak yang efektif. Hal yang sama tentu juga berlaku bagi para mahasiswa yang bersangkutan mengenal, menghayati, dan menguasai faktor penentu keberhasilan menyimak, ciri menyimak ideal, serta cara-cara meningkatkan daya simak. Pembicaraan butir (1), (2), dan (3) pun sangat penting bagi memperkuat landasan pembahasan bagian modul berikutnya, serta merupakan modal utama bagi pengajaran menyimak nantinya, saat mahasiswa sudah bertugas sebagai guru bahasa Indonesia di kelas.

Di bagian akhir proses pengkajian modul ini, mahasiswa diharapkan dapat memenuhi, mengenal, atau mengetahui faktor penentu keberhasilan menyimak, ciri menyimak ideal, serta cara-cara meningkatkan daya simak. Tujuan yang masih bersifat umum tersebut di atas dapat dirinci menjadi tujuan yang khusus sebagai berikut:

  1. mahasiswa dapat menyebutkan semua faktor keberhasilan menyimak
  2. mahasiswa dapat menjelaskan pengertian semua penentu keberhasilan menyimak
  3. mahasiswa dapat menyebutkan semua ciri penyimak ideal
  4. mahasiswa dapat menjelaskan pengertian semua ciri penyimak yang ideal
  5. mahasiswa dapat menyebutkan manfaat pengenalan dan daya simak diri
  6. mahasiswa dapat menyusun skenario pelaksanaan cara peningkatan daya simak


FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN MENYIMAK

Dalam modul pertama sudah disinggung bahwa menyimak sangat fungsional dalam kehidupan sehari-hari manusia. Artinya, setiap insan tak akan terlepas dari kegiatan menyimak. Rakyat jelata menyimak, para pedagang menyimak, mahasiswa dan pelajar sering harus menyimak dosen atau gurunya, para ilmuwanpun harus menyimak dalam berbagai kegiatan seperti pidato ilmiah, seminar, diskusi, dan sebagainya. Kegiatan menyimak selalu terjadi dimana saja, kapan saja, dan dilakukan oleh siapa saja.

Berikut ini disajikan beberapa gambaran peristiwa menyimak yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Perhatikan faktor-faktor yang terlibat dalam setiap contoh.

(1) Ganda mengikuti dengan cermat tanya-jawab antara wartawan olah raga dengan Robby Darwis yang disiarkan melalui televisi. Inti pertanyaan berkisar tentang hukuman yang dijatuhkan wasit Malaysia terhadap Darwis. Ganda sangat berminat terhadap masalah tersebut, sehingga ia mengikuti acara itu sampai selesai.

(2) Kelompencapir Mayangsari sedang mendengarkan siaran pedesaan dari RRI Bandung. Mereka berdesak-desakan duduk di ruang tamu, rumah Pak Hasan. Sebentar-sebentar suara mesin mobil menderu mengalahkan suara penyiar. Udara di ruangan itu pengap dipenuhi asap rokok. Siaran yang berisi cara memelihara domba itu tidak bisa mereka tangkap sepenuhnya.

(3) Anggota Koperasi Mahasiswa FPBS IKIP Bandung, mendengarkan dengan cermat ceramah koperasi yang disampaikan oleh dekan. Sebentar-sebentar mahasiwa itu bertanya ini-itu, kadang-kadang minta diulangi, dijelaskan lagi butir-butir tertentu. Kegiatan itu berlangsung digedung baru. Suasana akrab, meriah, kadang-kadang serius.

(4) Halimah, mahasiswa tingkat pertama, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, IKIP Bandung, dengan tekun dan penuh perhatian mengikuti kuliah menyimak. Materi yang direncanakan dosen mencakup pengertian, peranan, dan jenis-jenis menyimak. Kuliah tersebut berlangsung di ruang 19 pagi-pagi jam 7.00.

Bila pembaca jeli memperhatikan contoh tang tertera pada nomor (1),(2),(3), dan (4) maka akan ditemui sejumlah faktor pendukung setiap peristiwa menyimak. Faktor-faktor itu ada yang sering berulang, ada yang berbeda, ada yang lengkap, dan ada pula yang tidak lengkap. Peristiwa menyimak selalu mencakup faktor pembicara, bahan yang dibicarakn, pendengar, waktu, peralatan, suasana, keadaan cuaca, ruangan, dan sebagainya.

Karena sering dikatakan orang bahwa efektivitas menyimak bergantung kepada sejumlah faktor. Salah seorang ahli bahasa mengklarifikasikan faktor-faktor itu menjadi empat bagian, yaitu:

    1. pembicara
    2. pembicaraan
    3. situasi
    4. penyimak

Pembicara adalah orang yang menyampaikan pesan, ide, informasi kepada para pendengar melalui bahasa lisan. Kualitas pembicara, keahliannya, karismanya, dan kepaopulerannya sangat berpengaruh kepada para pendengarnya. Karena itu ada sejumlah tuntutan yang dialamatkan kepada pembicara seperti:

(1) Penguasaan materi: Pembicara harus menguasai, memahami, menghayati, benar-benar materi yang akan disampaikannya kepada para pendengar. Akan lebih baik apabila pembicara adalah pakar, dalam bidang yang disampaikan tersebut.

(2) Berbahasa baik dan benar: Pembicara harus menyampaikan materi pembicaraannya dalam bahasa yang baik dan benar. Ucapan jelas, intonasi tepat, susunan kalimat sederhana dan benar, pilihan kata atau istilah tepat. Bahasa yang digunakan pembicara dalam menyampaikan materi pembicaraan menarik, sederhana, efektif, dan sesuai dengan taraf pendengarnya.

(3) Percaya diri: Pembicara haru percaya akan kemampuan diri sendiri. Pembicara yang yakin akan kemampuan dirinya akan tampil dengan mantap dan meyakinkan pendengar.

(4) Berbicara sistematis: Pembicara harus berbahasa sistematis. Bahan yang disampaikan harus tersusun secara sistematis dan mudah dimengerti.

(5) Gaya bahasa menarik: Pembicara harus tampil dengan gaya yang menarik dan simpatik. Yang bersangkutan harus menghindari tingkah laku yang dibuat-buat atau berlebih-lebihan. Pembicara yang terlalu “over acting” akan membuat pendengarnya beralih dari isi pesan yang disampaikan kepada tingkah laku yang dianggap aneh itu.

(6) Kontak dnegan pendengar: Pembicara harus menjalin kontak dengan pendengarnya. Pembicara menghargai, menghormati, serta menguasai para pendengarnya.

Pembicaraan adalah materi, isi, pesan, atau informasi yang hendak disampaikan oleh seseorang pembicara kepada pendengarnya. Pembicaraan yang baik harus memenuhi syarat-syarat tertentu seperti:

(1) Aktual: pembicaraan haruslah sesuatu yang baru, hangat, dan aktual. Sesuatu yang baru pastilah lebih menarik, diminati, atau digandrungi oleh pendengar.

(2) Bermakna: Pembicaraan haruslah sesuatu yang berarti, berguna, atau bermakna bagi pendengar. Materi yang bermakna bagi kelompok pendengar A belum tentu bermakna bagi kelompok pendengar B.

(3) Dalam pusat minat mendengar: Pembicaraan haruslah yang berkaitan dengan pendengar. Akan lebih baik lagi bila pembicaraan itu berada dalam lingkaran pusat minat pendengar.

(4) Sistematis: Pembicaraan harus tersusun sistematis, sehingga mudah diikuti dan dipaham pendengar.

(5) Seimbang: Taraf kesukaran pembicaraan harus seimbang dengan taraf kemampuan pendengar. Materi pembicaraan yan terlalu mudah tidak menarik dan berguna bagi pendengar. Sebaliknya materi pembicaran yang terlalu tinggi akan membuat pendengar kewalahan.

Situasi dalam menyimak diartikan segala sesuatu yang menyertai peristiwa menyimak di luar pembicara, pembicaraan, dan menyimak. Situasi tersebut sangatlah berpengaruh dan menentukan kefektifan menyimak. Beberapa hal yan pantas diperhatikan, yang termasuk kategori situasi dalam proses menyimak, antara lain:

(1) Ruangan: Ruangan atau tempat berlangsungnya peristiwa menyimak harus menunjang. Ruangan yan menunjang adalah ruangan yang memenuhi persyaratan akustik, ventilasi, penerangan, penataan tempat duduk pendengar, tempat pembicara, warna ruangan, luas ruangan dan sebagainya.

(2) Waktu: waktu berlangsungnya peristiwa menyimak harus diperhatikan dan diperhitungkan sebaiknya pada saat yang tepat misalnya pagi-pagi, saat-saat pendengar masih segar, rileks, dan sebagainya.

(3) Tenang: Suasana dan lingkungan yang tenang, jauh dari kebisingan, pemandangan yang tidak mengganggu konsentrasi, suasana yang baik antar kelompok pendengar sangat menunjang keefektifan menyimak.

(4) Peralatan: Peralatan yang digunakan dalam peristiwa menyimak haruslah yang mudah dioperasikan, baik produksi suasananya dan berguna dalam melancarkan kegiatan menyimak.

Peristiwa menyimak yang berlangsung dalam ruangan yang baik, waktu yang tepat, suasana tenteram, nyaman, dan menyenangkan serta dilengkapi dengan peralatan yang fungsional dapat diharapkan hasilnya yang efektif.

Penyimak adalah orang yang mendengarkan dan memahami isi bahan simakan yang disampaikan oleh pembicara dalam suatu peristiwa menyimak. Dibandingkan dengan faktor pembicara, pembicaraan dan situasi, faktor penyimak adalah yang terpenting dan paling menentukan keefektifan dalam peristiwa menyimak. Sebab, walau ketiga faktor yang pertama sudah memenuhi segala persyaratan, bila si penyimak tidak mau menyimak maka sia-sialah semuanya. Sebaliknya biarpun ketiga faktor yang pertama kurang memadai, kurang sempurna, asal si penyimak berusaha sungguh-sungguh, tekun, dan kerja keras maka keefektifan menyimak dapat tercapai.

Hal-hal yang perlu diperhatikan menyangkut diri penyimak antara lain:

(1) Kondisi: Kondisi fisik dan mental penyimak dalam keadaan baik dan stabil. Penyimak tidak mungkin menyimak secara efektif bila kondisi fisik dan mentalnya tidak menunjang.

(2) Konsentrasi: penyimak harus dapat memusatkan pikirannya terhadap bahan simakan. Buat sementara yang bersangkutan harus dapat menyingkirkan pikiran-pikiran lain selain bahan simakan.

(3) Bertujuan: penyimak harus bertujuan dalam penyimak. Yang bersagkutan harus dapat merumuskan tujuannya secara tegas sehingga ia mempunyai arah dan pendorong dalam menyimak.

(4) Berminat: Penyimak hendaknya berminat, atau mengusahakan meminati bahan yang disimaknya.

(5) Mempunyai kemampuan linguistik dan nonlinguistik. Penyimak haruslah memiliki kemampuan linguistik agar yang bersangkutan dapat menginterpretasi dan memahami makna yang terkandung dalam bunyi bahasa. Di samping itu penyimak juga harus memiliki kemampuan nonlinguistik. Kemampuan nonlinguistik berguna dalam membaca situasi, menafsirkan gerak-gerik pembicara, perubahan air mukanya, yang berfungsi sebagai pelengkap makna pembicaraannya.

(6) Berpengalaman luas dan berpengetahuan: penyimak juga harus memiliki pengalaman dan pengetahuan luas mendalam akan lebih mudah menerima, mencerna, dan memahami isi bahan simakan.

Penyimak yang dapat memenuhi persyaratan tersebut diatas pasti berhasil dalam setiap peristiwa menyimak. Penyimak yang belum dapat memenuhi persyaratan tersebut jelas akan mengalami berbagai hambatan dalam menyimak. Penyimak seperti golongan terakhir ini sudah dapat dipastikan gagal dalam menyimak.


CIRI MENYIMAK IDEAL

DAN DUGA DAYA SIMAK

Menyimak pernah dianggap dan diperlakukan oleh para ahli, guru bahasa, dan orang awam sebagai suatu hal yang akan dikuasai oleh manusia normal pada waktunya. Perlakuan demikian didasari oleh asumsi bahwa keterampilan menyimak akan dikuasai secara otomatis. Sebagai mana orang dapat bernafas tanpa mempelajari cara bernafas, begitu pula menyimak tidak perlu dipelajari karena pada saatnya orang akan dapat menyimak. Penelitian mengenai menyimak jarang dilakukan. Buku teks jarang ditulis. Pada gilirannya pengajaran menyimak diabaikan.

Lama-kelamaan para ahli menyadari bahwa asumsi yang dipegang selama ini mengenai menyimak, ternyata keliru. Manusia memang dilahirkan dengan potensi dapat menyimak. Namun, potensi itu perlu dikembangkan melalui latihan sistematis, terarah, dan berkesinambungan supaya menjadi kenyataan. Potensi itu akan tetap merupakan potensi bila tidak dipupuk, dikembangkan, atau dibina.

Mulai tahun lima puluhan, menyimak mulai banyak diperhatikan. Menyimak dengan segala aspeknya diteliti. Buku teks menyimak bermunculan. Pengajaran menyimak mulai diperhatikan. Bahkan lebih dari itu, menyimak diperlakukan sebagai mata pelajaran yang mandiri. Sebagai mata pelajaran yang mandiri, menyimak dilaksanakan tersendiri. Tujuan, bahan, metode, media, dan penilaian menyimak direncanakan, dilaksanakan, dan dinilai tersendiri pula.

Dalam pokok bahasan faktor penentu keberhasilan menyimak, sudah dijelaskan faktor-faktor penentu keberhasilan menyimak itu mencakup:

(1) pembicara

(2) pembicaraan

(3) situasi

(4) penyimak

Faktor penyimak ini akan dibicarakan sekali lagi. Fokus pembicaraan mengenai ciri-ciri atau karakteristiknya.

Pengenalan, pemahaman, dan penghayatan ciri-ciri penyimak yang baik atau ideal sangat berguna bagi setiap penyimak. Bagi penyimak yang belum berpengalaman, pengetahuan tentang ciri penyimak ideal itu dapat digunakan sebagai pedoman dalam melatih diri menjadi penyimak yang ideal. Bagi penyimak yang sudah berpengalaman, pengetahuan tersebut dapat digunakan sebagai bahan perbandingan. Yang bersangkutaan dapat menggunakan hal yang dianggap perlu dan membuang hal yang dianggap tak perlu.

Dari hasil pengamatan penulis, paling sedikit ada lima belas ciri penyimak ideal. Berikut ini akan disajikan ciri-ciri tersebut beserta penjelasannya.

(1) Siap fisik dan mental

Penyimak yang baik adalah penyimak yang benar-benar bersiap untuk menyimak. Fisiknya segar, sehat, atau dalam kondisi prima. Mentalnya stabil, pikiran jernih.

(2) Berkonsentrasi

Penyimak yang baik adalah penyimak yang dapat memusatkan perhatiannyakepada bahan simakan. Yang bersangkutan harus dapat menyingkirkan hal-hal lain selain materi simakan.

(3) Bermotivasi

Penyimak yang baik selalu mempunyai motivasi yang kuat dalam menyimak. Yang bersangkutan mungkin mempunyai tujuan menambah pengetahuan, mau belajar tentang sesuatum mau menguji tentang sesuatu dan sebagainya. Hal itulah yang dijadikannya sebagai motivasi atau pemacu, pendorong, penggerak, dalam menyimak.

(4) Objektif

Penyimak yang baik adalah penyimak yang berprasangka, tidak berat sebelah. Yang bersangkutan bukan melihat siapa yang berbicara tetapi apa yang dikatakannya. Bila yang dikatakan itu memang benar, ia terima, bila salah, ia menolak siapapun yang mengatakannya.

(5) Menyeluruh

Penyimak yang baik ialah penyimak yang menyimak bahan simakan secara lengkap, utuh, atau menyeluruh. Ia tidak menyimak meloncat-loncat ataupun terputus-putus, atau hanya menyimak yang disenangi saja.

(6) Menghargai pembicara

Penyimak yang baik ialah penyimak yang menghargai pembicara. Ia tidak menganggap enteng, menyepelakan apa yang disampaikan oleh pembicara. Ia pun tidak mengaggap diri tahu segalanya dan pengetahuannya melebihi pembicara. Penyimak yang baik selalu menghargai pendapat pembicara, walaupun mungkin pendapat itu berbeda dengan pendapatnya.

(7) Selektif

Penyimak yang baik tahu memilih bagian-bagian penting dari bahan simakan yang perlu diperhatikan da diingat. Tidak semua bahan yang diterima diteln mentah-mentah, tetapi dipilihnya bagian–bagian yang bersifat inti.

(8) Sungguh-sungguh

Penyimak yang baik selalu menyimak bahan simakan dengan sesungguh hatinya. Ia tidak akan berpura-pura menyimak padahal hatinya dan perhatiannya ke tempat lain. Yang bersangkutan benar-benar menyimak pesan pembicara walau pesan itu kurang menarik baginya.

(9) Tak mudah terganggu

Penyimak yang baik tak mudah diganggu oleh hal-hal lain di luar bahan simakan. Yang bersangkutan dapat membentengi diri dari berbagai gangguan kecil seperti kebisingan. Kalaupun sekali waktu ia mendapat gangguan yang tak terelakan, ia dengan cepat kembali kepada tugas semula, yakni menyimak.

(10) Cepat menyesuaikan diri

Penyimak yang baik ialah penyimak yang tanggap terhadap situasi. Ia cepat menghayati dan menyesuaikan diri dengan inti pembicaraan, irama pembicaraan, dan gaya pembicara.

(11) Kenal arah pembicaraan

Penyimak yang baik selalu mengenal arah pembicaraan, bahkan sudah dapat menduga ke arah mana pembicaraan berlangsung. Biasanya, pada menit-menit pertama awal pembicaraan, penyimak yang baik sudah mengetahui arah pembicaraan dan barangkali sudah dapat menduga isi pembicaraan.

(12) Kontak dengan pembicara

Penyimak yang baik selalu mengadakan kontak dengan pembicara. Misalnya dengan cara memperhatikan pembicara, memberikan dukungan atau dorongan kepada pembicara melalui ucapan singkat, ya, ya; benar, saya setuju, atau saya sependapat, dan sebagainya. Hal yang sama dapat pula disampaikan melalui gerak-gerik tubuh seperti mengagguk-angguk, mengacungkan jempol dan sebagainya.

(13) Merangkum

Penyimak yang selalu dapat menangkap sebagian besar isi bahan simakan. Hal itu terbukti dari hasil rangkuman penyimak yang disampaikan secara lisan atau tertulis setelah proses menyimak selesai.

(14) Menilai

Penyimak yang baik selalu menilai, menguji, mengkaji, atau menelaah isi bahan simakan yang diterimanya. Fakta yang diterima dikaitkan atau dibandingkan dnegan pengetahuan dan pengalamannya.

(15) Merespons

Sebagai tindak lanjut dari kegiatan penilaian hasil simakan, penyimak menyatakan pendapat terhadap isi pembicaraan tersebut. Yang bersangkutan mungkin setuju atau tidak setuju, sependapat atau tidak sependapat dengan si pembicara. Reaksi atau tanggapn penyimak itu dapat berwujud dalam bentuk mengagguk-angguk, menggeleng-geleng, mengerjakan sesuatu, dan sebagainya.

Ciri-ciri penyimak ideal biasanya diterapkan kepada orang lain. Artinya, bila seseorang menilai apakah orang lain penyimak ideal atau tidak, maka penilai memeriksa karakteristik penyimak yang dinilainya. Patokan penilaian adalah ciri penyimak yang sudah dibicarakan.

Ada kalanya seseorang ingin pula menilai, mengetahui, dan mendapat gambaran kemampuan menyimaknya. Tentang hal itu dia tidak ingin dicampuri atau diketahui orang lain. Keinginan seperti itu dapat dipenuhi melalui “Checking up on my listening”, yang disadur secara bebas menjadi duga daya simak diri.

Duga daya simak diri berisi sebelas pertanyaan pada diri sendiri yang dapat dijawab dengan ya atau tidak. Bila semua pertanyaan itu dapat dijawab dengan ya, artinya Anda mempunyai daya simak tinggi. Sebaliknya bila pertanyaan itu dijawab tidak, Anda mempunyai daya simak yang rendah.

Duga Daya Simak Diri

1. Siapkah saya untuk menyimak?

(1) Sudahkah saya duduk di tempat yang nyaman dna strategis sehingga saya dapat melihat dan mendengarkan si pembicara

(2) Terarahkah pandangan saya kepada pembicara?

2. Berkonsentrasilah saya terhadap pembicaraan yang akan disampaikan?

(1) Dapatkah menyingkirkan pikiran lain pada saat ini?

(2) Siapkah saya memikirkan topik pembicaran dan menghubungkannya dengan pengetahuan siap saya mengenai hal itu?

(3) Bersiapkah saya belajar lebih lanjut mengenai topik yang akan disampaikan?

3. Siapkah saya memulai menyimak?

(1) Pada menit-menit pertama, sadarkah saya ke mana dibawa oleh pembicara?

(2) Dapatkah saya temukan ide pusat sehingga saya dapat mengikutinya sepanjang pembicaraan?

4. Dapatkah saya temukan ide penunjang ide pusat atau pokok?

(1) Saya manfaatkankah petunjuk-petunjuk pembicara (seperti yang pertama, yang terpenting dan sebagainya) guna membantu menyusun ide-ide dalam pikiran saya?

5. Setalah pembicaraan selesai, sudahkah saya evaluasi pembicaraan pembicara?

(1) Sesuaikah pengetahuan baru itu (hasil simakan) dengan pengetahuan siap saya?

(2) Saya pertimbangkan setiap ide yang disampaikan pembicara sehingga saya dapat mengatakan setuju atau tidak setuju dengan pembicara?

(Diterjemahkan secara bebas dari Checking up on my listening, yang dimuat dalam Greene&Petty, 1969:182)


MENINGKATKAN DAYA SIMAK

Setiap manusia dialhirkan dengan sejumlah potensi. Salah satu potensi pembawaan sejak lahir itu adalah potensi mampu menyimak. Potensi harus dibina dan dikembangkan. Melalui latihan menyimak yang terarah dan berkesinambungan, potensi tadi dapat berwujud menjadi kemampuan menyimak yang nyata. Tanpa pembinaan dan pengembangan, potensi tersebut tetap berupa potensi tertutup. Tidak timbuh, ataumati.

Walaupun manusia berlatih menyimak, kemampuan menyimaknya terbatas. Keterbatasan itu dosebabkan oleh daya tangkapnya yang terbatas dan daya ingatannya terbatas pula. Para ahli memperkirakan orang yang cukup mendapat latihan menyimak, dlam kondisi fisik yang segar dan mental yang stabil, hanya dpat menangkap isi bahan simakan 50%. Dalam dua bulan berikutnya yang diingat hanya setengahnya. Mungkin dalam dua bulan berikutnya sisanya sudah menghilang pula.

Menyimak sangat fungsional dalam kehidupan manusia. Melalui menyimak seseorang memperoleh kemungkinan besar mendapatkan informasi. Para ahli berpendapat bahwa sebagian besar dari pengetahuan seseorang dan nilai-nilai yang diyakininya diperoleh melalui kegiatan menyimak. Karena itu sangatlah beralasan bila setiap orang dituntut terampil menyimak.

Kawolda, seorang ahli, menawarkan lima cara untuk mempertajam daya simak. Kelima cara tersebut adalah:

(1) simak-ulang ucap

(2) identifikasi kata kunci

(3) parafrase

(4) merangkum

(5) menjawab pertanyaan.


MODUL 3

BAHAN DAN METODE

PENGAJARAN MENYIMAK

Modul ketiga ini membahas tentang bahan dan metode pengajaran menyimak. Pembicaraan dipusatkan kepada tiga hal, yakni:

(1) Bahan pengajaran

(2) Metode pengajaran

(3) Penilaian dan umpan balik

Bahan, metode, dan penilaian merupakan sebagian dari butir-butir panjang dalam setiap pengajaran, termasuk pengajaran menyimak. Setiap guru atau calon guru harus memahami benar-benar dan mempraktekkan penyusunan bahan, penerapan metode dan penilaian dalam proses belajar mengajar. Jika guru dan calon guru sudah menguasai ketiga hal terseebut, mak ayang bersangkutan akan mendapatkan berbagai manfaat. Pertama, yang bersangkutan dapat merencanakan pengajaran menyimak dengan sebaik-baiknya. Kedua, yang bersangkutan akan tampil di kelas dengan penuh percaya diri, meyakinkan dan mengesankan. Ketiga, pemahaman terhadap ketiga butir tersebut diatas sangat membantu yang bersangkutan dalam melaksanakan pengajaran pokok bahasan lainnya.

Sebagimana modul-modul lainnya, modul ini pun dapat Anda pelajari denagn berbagai cara. Anda dapat mempelajari secara mandiri, berkelompok, berdiskusi, atau secara tutorial. Cara mana pun yang dipilih, pada akhirnya kegiatan belajar-mengajar Anda diharapkan dpat memahami dan menerapkan penyusunan bahan, metode dan penilaian dalam pengajaran menyimak.

Tujuan instruksional umum di atas dapat dirinci menjadi tujuan instruksional khusus seperti berikut yaitu mahasiswa dapat;

  1. menjelaskan kedudukan pengajaran menyimak;
  2. menggunakan bahan pokok bahasan membaca; pragmatik; dan apresiasi menjadi bahan pengajaran menyimak;
  3. menyebutkan manfaat berbagai metode pangajaran menyimak;
  4. meyebutkan ciri metode pengajaran menyimak yang baik;
  5. mengidentifikasi metode pengajaran menyimak;
  6. membuat dua contoh penerapan metode pengajaran menyimak;
  7. menjelaskan pengertian penilaian;
  8. membuat dua contoh penilaian pengajaran menyimak; dan
  9. menyusun langkah tindak lanjut berdasarkan hasil penilaian.


BAHAN PENGAJARAN MENYIMAK

Teori tidak selamanya sejalan dengan prakteknya. Buktinya, tergambar dalam pengajaran menyimak. Kita sudah mengetahui bahwa menyimak sangat fungsional dalam kehidupan manusia. Pengajaran bahasa, baik bahasa pertama ataupun bahasa kedua, harus berlandaskan menyimak. Menyimak juga memperlancar ketrampilan berbicara, membaca, dan menulis. Keterampilan menyimak juga sangat penting dalam memperlancar komunikasi lisan. Menyimak adalah sarana ampuh dalam mengumpulkan informasi.

Sebenarnya menyusun bahan pengajaran menyimka tidak sesukar yang diduga. Hampir sama bahan pengajaran pokok bahasan yang ada dapt dijadikan bahan pengajaran menyimak. Semua bahan pengajaran yang tertulis dialihkan dalam bentuk suara maka jadilah bahan tersebut menjadi bahan pengajaran menyimak.

Bahan pengajaran membaca yang sudah ada dapat dijadikan sebagai bahan pengajaran menyimak. Caranya dengan mengubah bentuk tetulis menjadi bentuk lisan.